2.1.6. Investasi dan GDP
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari
penurunan itu, berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Para ekonomi mempelajari investasi untuk memahami fluktuasi dalam output barang dan jasa
perekonomian dengan lebih baik. Model GDP seperti model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi
sederhana yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga riil; I= I r. Fungsi ini mnenyatakan bahwa tingkat bunga riil menurunkan investasi. Ada tiga jenis
pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis, investasi residensial dan investasi persediaan.
Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial, mencakup rumah baru
yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di
gudang, termasuk bahan-bahan persediaan, barang dalam proses, dan barang jadi.
Kebijakan Pemerintah kedepan, investasi oleh perusahaan besar baik PMDN dan PMA, maupun rakyat perlu ditempatkan dalam upaya peningkatan
PDRB pertanian, produksi pertanian, pendapatan petani dan penyediaan kesempatan kerja. Namun undang-undang mengenai penanaman modal jangan
sampai lebih mengutamakan investasi PMA tanpa diimbangi investasi PMDN dan rakyat yang memadai.
Hal ini perlu ditekankan jangan sampai lebih banyak Sumber Daya Alam yang dikuasai oleh pengusaha asing sehingga pengusaha nasional dan
Universitas Sumatera Utara
rakyatpetani kehilangan kesempatan untuk berusaha, utamanya di bidang perkebunan.
2.1.7. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah
Faktor produksi sering diklasifikasikan menjadi empat, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Pengklasifikasian terhadap keempat faktor
produksi tersebut atas perbedaan elastisitas penawaran parsial, karakteristik yang terkandung pada setiap faktor produksi, dan imbalan yang diterima masing-
masing pemilik faktor produksi. Secara historis, pembedaan ini bersesuaian dengan berkembangnya bargaining position antara tiga kelompok masyarakat,
kapitalis, tuan tanah, dan tenaga kerja. Kekuatan pasarlah yang kemudian menentukan berapa besar imbalan yang
akan diterima masing-masing. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga Makmun
dan Yasin, 2003. Pandangan ekonomi kapitalis terhadap tenaga kerja tidak terlepas dari
konsep faktor produksi atau input. Perkembangan iklim usaha menentukan adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga kerja. Pada awalnya ada
kecenderungan tenaga kerja dianggap sebagai suatu faktor produksi lainnya yang memberikan kontribusi relatif tetap terhadap produksi. Pandangan ini yang
menghasilkan sistem pengupahan tetap terhadap tenaga kerja sebagaimana input tanah mendapatkan sewa tetap dan modal mendapatkan bunga.
Adanya ketidakstabilan sifat dan karakter tenaga kerja, mendorong perusahaan untuk memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja. Jika tanah
dan modal dapat diperjualbelikan di pasar sedangkan tenaga kerja tidak demikian.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, hal ini tidak cukup menjadikan alasan bagi aliran ekonomi utama mainstream economy untuk melakukan pembedaan analisis terhadap
faktor produksi lain. Jika kemudian tenaga kerja dibedakan dengan entrepeuner wirausaha
adalah lebih didasarkan atas perbedaan karakteristik intrinsik yang ada pada kedua faktor produksi tersebut. Entrepreuner dipandang sebagai tenaga kerja yang
berani mengambil resiko, sehingga ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan resiko yang diambil dan nilainya belum tentu tetap.
Tenga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu untuk meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya mengolah tanah, memanfaatkan
modal, dan sebagainya sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai investasi dan perusahaan memberikan pendidikan kepada karyawannya sebagai
wujud kapitalisasi tenaga kerja.
2.2. Tenaga Kerja Pertanian 2.2.1. Definisi Tenaga Kerja