c. Teori Neoklasik
Teori Neoklasik tentang investasi merupakan teori tentang akumulasi capital optimal. Stok kapital yang diinginkan ditentukan oleh output dan harga
dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga jasa kapital pada gilirannya bergantung pada harga barang-barang modal, tingkat bunga, dan perlakuan pajak
atas pendapatan perusahaan. Menurut teori ini, perubahan di dalam output atau harga dari jasa capital relatif terhadap harga output akan mengubah atau
mempengaruhi, baik stok capital maupun investasi yang diinginkan.
e. Teori q dari Tobin
Teori ini menyatakan bahwa stok kapital dan investasi yang diinginkan berhubungan positif dengan q, yaitu rasio antara nilai pasar market value dari
modal terpasang perusahaan dengan biaya penggantian replacement cost modal terpasang perusahaan. Teori investasi q Tobin dapat dinyatakan :
I = I q ........................................... ................................................................7 Dimana kalau q meningkat, maka I akan meningkat pula. Selanjutnya hubungan q
dengan nilai pasar dari perusahaan dan biaya penggantian dari aset perusahaan, dinyatakan :
Nilai Pasar dari modal terpasang
q =
Nilai Pasar dari Modal terpasang Biaya Penggunaan dari modal terpasang
......................................8
2.1.1. Sektor Pertanian Mengutip pernyataan Gunnar Mirdal dalam Todaro 2003 yang
menyatakan bahwa dalam sektor pertanianlah ditentukan berhasil atau tidaknya upaya–upaya pembangunan ekonomi jangka panjang. Jika suatu negara
Universitas Sumatera Utara
menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan maka negara itu harus memulainya dari sektor pertanian khususnya. Intisari yang terkandung
dalam masalah kemiskinan yang terus meluas, ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin parah , laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, serta terus
melonjaknya tingkat pengangguran pada awalnya tercipta dari stagnasi serta terlalu seringnya kemunduran kehidupan perekonomian di sektor pertanian.
Secara tradisional, peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang pasif dan sebagai unsur penunjang semata.
Berdasarkan pengalaman historis dari negara-negara barat, apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi identik dengan transformasi struktural
yang cepat terhadap perekonomian, yakni perekonomian yang bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi industri modern dan pelayanan masyarakat yang lebih
kompleks. Dengan demikian, peran utama pertanian hanya dianggap sebagai sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan yang murah berkembangnya sektor-
sektor industri yang dinobatkan sebagai “sektor” dinamis dalam strategi pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
Dewasa ini, nampak jelas bahwa para pakar ilmu ekonomi pembangunan mulai kurang berminat untuk memberikan perhatian yang besar pada upaya
industrialisasi secara cepat. Nampaknya mereka mulai menyadari bahwa daerah pedesaan umumnya, dan sektor pertanian khususnya ternyata tidak bersifat pasif,
tetapi jauh lebih penting dari sekedar penunjang dalam proses pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Keduanya harus ditempatkan pada kedudukan
sebenarnya, yakni sebagai unsur atau elemen unggulan yang sangat penting,
Universitas Sumatera Utara
dinamis, dan bahkan sangat menentukan dalam strategi-strategi pembangunan secara keseluruhan.
Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap
dasar, yakni : 1 percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang
untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil, 2 peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan
perkotaan yang beroirentasi pada upaya pembinaan ketenagakerjaan, 3 diversifikasi kegiatan pembangunan daerah yang bersifat padat karya, yaitu non
pertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian. Karena itu, pada skala yang lebih luas,
pembangunan sektor pertanian kini diyakini sebagai intisari pembangunan nasional secara keseluruhan oleh banyak pihak.
Harus diingat bahwa tanpa pembangunan daerah pedesaanpertanian yang integratif, pertumbuhan industri tidak akan berjalan dengan lancar, dan kalaupun
bisa berjalan, pertumbuhan industri tersebut akan menciptakan berbagai ketimpangan internal yang sangat parah dalam perekonomian yang bersangkutan
Pada gilirannya, segenap ketimpangan tersebut akan memperparah masalah- masalah kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan pengangguran Todaro, 2003.
Menurut Analisa klasik dari Kuznets 1964 dalam Tambunan.T 2003, pertanian di negara-negara sedang berkembang NSB merupakan suatu sektor
ekonomi yang sangat potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Pertama, ekspansi dari sektor-sektor ekonomi non pertanian sangat bergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan
pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor non pertanian tersebut,
terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi.
Hal ini kemudian disebut sebagai kontribusi produk. Kedua, karena
kuatnya bias agraris dari ekonomi selama bertahap - tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian daerah pedesaan membentuk suatu bagian
yang sangat besar dari pasar permintaan domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen
maupun barang-barang konsumen. Yang kemudian disebut sebagai kontribusi Pasar.
Ketiga, karena relatif pentingnya pertanian dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan PDB dan andilnya terhadap penyerapan ternaga
kerja tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal
untuk investasi di dalam ekonomi. Jadi pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor non pertanian. Hal ini
disebut sebagai kontribusi faktor-faktor produksi. Keempat,sektor pertanian
mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran sumber devisa, baik lewat ekspor hasil-
hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian
menggantikan impor substitusi impor. Hal ini disebut sebagai kontribusi devisa
. Menurut Tambunan. 2003, kontribusi sektor pertanian di suatu negara
Universitas Sumatera Utara
terhadap pendapatan devisa adalah lewat pertumbuhan ekspor danatau pengurangan impor negara tersebut atas komoditi-komoditi pertanian. Tentu,
kontribusi sektor pertanian terhadap ekspor juga bisa bersifat tidak langsung, misalnya lewat peningkatan ekspor atau pengurangan impor produk-produk
berbasis pertanian, seperti makanan dan minuman, tekstil, dan produk–produknya.
2.1.2. Investasi Pertanian
Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Setidaknya ada empat hal yang dapat dijadikan alasan. Pertama,
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih relatif tertinggal dalam penguasaan Iptek muktahir serta masih menghadapi kendala keterbatasan modal,
jelas belum memiliki keunggulan komparatif comparative advantage pada sektor ekonomi yang berbasis Iptek dan padat modal. Oleh karena itu
pembangunan ekonomi Indonesia sudah selayaknya dititikberatkan pada pembangunan sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumberdaya alam, padat
tenaga kerja, dan berorientasi pada pasar domestik.
Dalam hal ini, sektor pertanianlah yang paling memenuhi persyaratan. Kedua, menurut proyeksi penduduk yang dilakukan oleh BPS penduduk Indonesia
diperkirakan sekitar 228-248 juta jiwa pada tahun 2008-2015. Kondisi ini merupakan tantangan berat sekaligus potensi yang sangat besar, baik dilihat dari
sisi penawaran produk produksi maupun dari sisi permintaan produk pasar khususnya yang terkait dengan kebutuhan pangan.
Selain itu ketersedian sumber daya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dieksplorasi dan dikembangkan sebagai
usaha pertanian produktif merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor
Universitas Sumatera Utara
untuk menanamkan modalnya. Ketiga, sektor pertanian tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhanoutput nasional yang penting. Keempat, sektor pertanian
memiliki karakteristik yang unik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro.
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional tersebut sudah seharusnya kebijakan kebijakan negara berupa kebijakan
fiskal, kebijakan moneter, serta kebijakan perdagangan tidak mengabaikan potensi sektor pertanian. Bahkan dalam beberapa kesempatan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyampaikan pentingnya sektor pertanian dengan menempatkan revitalisasi pertanian sebagai satu dari strategi tiga jalur triple trackstrategy
untuk memulihkan dan membangun kembali ekonomi Indonesia. Salah satu tantangan utama dalam menggerakan kinerja dan
memanfaatkan sektor pertanian ini adalah modal atau investasi. Pengembangan investasi di sektor pertanian diperlukan untuk dapat memacu pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani, serta
pengembangan wilayah khususnya wilayah perdesaan Indra, 2008.
Menurut Soetrisno dan Kalangi 2006 menyatakan bahwa sektor pertanian hanya akan mampu mengangkat kesejahteraan petani kalau
produktivitas pertanian ditingkatkan. Produktivitas bukan semata pada output fisik satuan input, akan
tetapipada nilai tambah. Untuk itu diperluaskan beberapa hal, yaitu: 1 peningkatan kepadatan investasi per satuan luas atau unit usaha pertanian, 2
mengadakan restrukturisasi usaha pertanian menuju skala yang kompetitif dan mendukung kemandirian ekonomi dan dapat dijalankan dalam skala individual
Universitas Sumatera Utara
dan kelompokkoperasi perusahaan, 3 kembalikan pola pertanian dengan model kesatuan yang terkait dengan industri pengolahan dan ekspor, dan 4 perlu
adanya reorientasi kebijakan bahwa tujuan pembangunan pertanian adalah kesejahteraan petani Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.
Oleh karena itu, mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Sehingga untuk pengembangan pertanian secara menyeluruh tentu dibutuhkan
jumlah investasi yang besar. Tanpa adanya investasi yang besar dalam pengembangan infrastruktur penunjang serta peningkatan kualitas produk
pertanian maka akan sulit bagi Indonesia untuk bersaing dengan negara lain di sektor ini.
2.1.3. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat
Perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab
ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian, diantaranya:
Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi
dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan
ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi.
Kedua,
pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang tersedia menjadi salah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin
tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru
dan sudah semakin tidak terawat. Selain itu, karena umumya sentra produksi
Universitas Sumatera Utara
pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberapa jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan
terjadi kerusakan barang semakin tinggi.
Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hendak mendirikan usaha
pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi
kurang menarik. Keempat,
masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku
secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian. Kelima,
masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian
yang menjadi komoditi politik. Keenam,
masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih
kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi antar instansi pemerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor
Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih
dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kedelapan,
Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren
investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai
kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian. anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik
dibandingkan dengan sektor lain Kompasiana, 2012.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang pertanian adalah mensinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara
departemenkementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah. Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu
kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk mengambil keputusan investasi.
Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi,
serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan ketidakpastian yang dihadapi.
Pengembangan permodalan dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani.
Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan
kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan adalah Kredit Ketahanan Pangan KKP yang kemudian berubah menjadi Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E, Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan KPEN-RP, Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS, dan
Kredit Usaha Rakyat KUR. KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program
dengan penjaminan.
Universitas Sumatera Utara
Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana. Tingkat realisasi penyerapan skim kredit program KKP-E tersebut rata-rata masih rendah, berkisar
20 per tahun dari total komitmen bank pelaksana sebesar Rp. 8,779 triliun. Komitmen bank dan realisasi serapan KPEN-RP secara kumulatif 2007 -2011
per Oktober 2011 sebesar Rp. 1,818 triliun. Sedangkan komitmen bank dan realisasi serapan KUPS secara kumulatif 2009-2011 per Oktober 2011 sebesar
Rp. 391,543 miliar.
Tabel 4. Komitmen Bank, Realisasi Serapan, Cakupan Komoditas Kredit Program Tahun 2011 per Oktober 2011
No Skim
Kredit Cakupan Komoditas
Komitmen Bank
Rp.triliun Realisasi
Rp.triliun Terhadap
Komitmen Bank
1 KKP-E
Tan. Pangan, Kortikultura,
Perkebunan, Peternakan, pengadaan pangan
8,779 1,589
18,1
2 KPEN-RP
Sawit, Kakao, Karet 38,603
1,818 4,7
3 KUPS
Pembibitan Sapi 3,882
0,392 10,1
4 KUR
Semua usaha produktif semua sector
20,000 3,993
16,4
Keterangan : Komitmen bank untuk KPEN-RP th. 2007-2014 dan KUPS tahun 2009-2014
Realisasi KUR untuk sektor pertanian. Realisasi KUR untuk semua sektor usaha Rp. 24,404 triliun.
Dari hasil evaluasi, rendahnya tingkat serapan kredit program tersebut disebabkan antara lain: 1 usaha pertanian dianggap perbankan mempunyai risiko
yang tinggi, 2 terbatasnya penyediaan agunan yang dimiliki petani seperti
Universitas Sumatera Utara
sertifikat lahan yang dipersyaratkan perbankan, 3 perbankan menerapkan prinsip kehati-hatian mengingat risiko sepenuhnya ditanggung perbankan kecuali KUR
dan 4 khusus calon debitur KPEN-RP masalah status lahan belum bersertifikat dan sebagain provinsikabupatenkota belum memiliki RTRWPRTRWK, 5
untuk KUR sektor pertanian sudah disediakan penjaminan sebesar 80 namun suku bunga yang dibebankan petani cukup tinggi untuk KUR mikro Rp. 20 juta
maksimum 22 dan KUR ritel Rp.20 juta maksimum 14 per tahun. Menyadari bahwa mayoritas petani memiliki skala usaha yang kecil, akses
terbatas dan posisi tawar yang lemah di pasar, Kementerian Pertanian melakukan kegiatan pemberdayaan kelembagaan petani antara lain melalui Lembaga Mandiri
yang mengakar di Masyarakat LM3 dan Kelompok TaniGabungan Kelompok Tani Gapoktan. Sejak pelaksanaan kegiatan LM3 tahun 2007, Kementerian
Pertanian setiap tahunnya telah melakukan kegiatan pemberdayaan petani rata- rata untuk 1.300 LM3.
Pada tahun 2011 kegiatan pemberdayaan dilaksanakan pada 1.033 LM3. Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP merupakan program
terobosan Kementerian Pertanian untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan pengangguran di perdesaan serta meningkatkan kemampuan dan
keterampilan anggota Gapoktan sebagai pelaku usaha agribisnis. Pada tahun 2011, dari target 10.000 desa, kegiatan PUAP berhasil dilaksanakan di 9.096
DesaGapoktan Laporan Kinerja Kementan 2011. Investasi rumah tangga petani mencakup komoditas perkebunan utama
kelapa sawit, karet, kakao, peternakan pembibitan sapi potong dan sapi perah dan alatmesin pertanian pompa air dan traktor. Investasi untuk perkebunan
Universitas Sumatera Utara
berupa pembukaan kebun baru dengan rata-rata 1,67 ha untuk kelapa sawit, 1.10 ha untuk karet dan 0,91 ha untuk kakao, yang umumnya dilakukan pada tahun
1997. Investasi tersebut didorong oleh harga komoditas yang tinggi sebagai
akibat krisris ekonomi yang menyebabkan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah melonjak tajam. Investasi untuk peternakan berupa pembelian sapi produk,
pembangunan kandang dan kebun rumput, dengan rata-rata 3 ekor untuk pembibitan sapi potong dan 4 ekor untuk sapi perah. Sementara itu, investasi
untuk pompa air dan traktor tangan masing-masing adalah 1 unit.
2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Investasi
Pendapatan nasional bisa naik atau turun karena perubahan investasi. Kondisi ini tergantung pada perubahan teknologi, penurunan tingkat bunga,
pertumbuhan penduduk, dan faktor-faktor dinamis lainnya Samuelson dalam
Makmun, 2003
Sementara itu, lingkungan domestik masih belum mampu menciptakan iklim investasi yang sehat. Beberapa faktor domestik yang mengahambat iklim
investasi belum mengalami perbaikan yang berarti. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebgain berikut BKPM,2004:
1 Prosedur yang panjang dan berbelit. 2 Tumpang tindihnya kebijakan pusat dan daerah di bidang investasi serta
kebijakan antar sektor. 3 Kurangnya kepastian hukum dengan berlarutnya perumusan RUU Penanama
Modal 4 Kurang kondusifnya pasar tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
5 Stabilitas keamanan secara nasional relatife membaik 6 Kurangnya insentif investasi, termasuk insentif perpajakan dalam menarik
penanaman modal di Indonesia. Faktor penghambat utama investasi adalah kebutuhan modal yang besar
untuk memulai atau perluasan usaha, baik perusahaan besar maupun petani. Meningkatnya harga input, upah tenaga kerja serta kondisi lingkungan dan iklim
yang kurang kondusif menghambat perkembangan usaha. Bagi perusahan besar, otonomi daerah cukup menambah beban finansial dalam bentuk pembayaran
retribusi yang terlalu besar. Untuk sapi potong faktor penghambat utamanya adalah rendahnya harga jual sapi akhir-akhir ini.
2.1.5. Tingkat Bunga dan Investasi
Peningkatan permintaan terhadap dana pinjaman akan mendongkrak tingkat bunga equilibrium. Tingkat bunga yang lebih tinggi akan mengurangi arus
modal neto. Permintaan investasi juga bisa berubah karena pemerintah mendorong atau membatasi investasi melalui undang-undang pajak. Sebagai contoh,
anggaplah pemerintah menaikkan pajak pendapatan perorangan dan menggunakan peneriman tambahan tersebut untuk mengurangi pajak bagi orang-orang yang
menginvestasikan dananya ke modal baru. Perubahan dalam undang-undang pajak seperti itu membuat banyak proyek investasi lebih menguntungkan dan, seperti
inovasi teknologi, meningkatkan permintaan akan barang- barang investasi Mankiw,1999
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Investasi dan GDP
Investasi merupakan unsur GDP yang paling sering berubah. Ketika pengeluaran atas barang dan jasa turun selama resesi, sebagian besar dari
penurunan itu, berkaitan dengan anjloknya pengeluaran investasi. Para ekonomi mempelajari investasi untuk memahami fluktuasi dalam output barang dan jasa
perekonomian dengan lebih baik. Model GDP seperti model IS-LM didasarkan pada fungsi investasi
sederhana yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga riil; I= I r. Fungsi ini mnenyatakan bahwa tingkat bunga riil menurunkan investasi. Ada tiga jenis
pengeluaran investasi, yaitu investasi tetap bisnis, investasi residensial dan investasi persediaan.
Investasi tetap bisnis mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial, mencakup rumah baru
yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di
gudang, termasuk bahan-bahan persediaan, barang dalam proses, dan barang jadi.
Kebijakan Pemerintah kedepan, investasi oleh perusahaan besar baik PMDN dan PMA, maupun rakyat perlu ditempatkan dalam upaya peningkatan
PDRB pertanian, produksi pertanian, pendapatan petani dan penyediaan kesempatan kerja. Namun undang-undang mengenai penanaman modal jangan
sampai lebih mengutamakan investasi PMA tanpa diimbangi investasi PMDN dan rakyat yang memadai.
Hal ini perlu ditekankan jangan sampai lebih banyak Sumber Daya Alam yang dikuasai oleh pengusaha asing sehingga pengusaha nasional dan
Universitas Sumatera Utara
rakyatpetani kehilangan kesempatan untuk berusaha, utamanya di bidang perkebunan.
2.1.7. Investasi dan Penentuan Tingkat Upah
Faktor produksi sering diklasifikasikan menjadi empat, yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan. Pengklasifikasian terhadap keempat faktor
produksi tersebut atas perbedaan elastisitas penawaran parsial, karakteristik yang terkandung pada setiap faktor produksi, dan imbalan yang diterima masing-
masing pemilik faktor produksi. Secara historis, pembedaan ini bersesuaian dengan berkembangnya bargaining position antara tiga kelompok masyarakat,
kapitalis, tuan tanah, dan tenaga kerja. Kekuatan pasarlah yang kemudian menentukan berapa besar imbalan yang
akan diterima masing-masing. Tenaga kerja akan mendapatkan upah, tuan tanah mendapatkan sewa tanah, pemilik modal mendapatkan tingkat bunga Makmun
dan Yasin, 2003. Pandangan ekonomi kapitalis terhadap tenaga kerja tidak terlepas dari
konsep faktor produksi atau input. Perkembangan iklim usaha menentukan adanya penyesuaian perlakuan terhadap tenaga kerja. Pada awalnya ada
kecenderungan tenaga kerja dianggap sebagai suatu faktor produksi lainnya yang memberikan kontribusi relatif tetap terhadap produksi. Pandangan ini yang
menghasilkan sistem pengupahan tetap terhadap tenaga kerja sebagaimana input tanah mendapatkan sewa tetap dan modal mendapatkan bunga.
Adanya ketidakstabilan sifat dan karakter tenaga kerja, mendorong perusahaan untuk memberikan perlakuan lain terhadap tenaga kerja. Jika tanah
dan modal dapat diperjualbelikan di pasar sedangkan tenaga kerja tidak demikian.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, hal ini tidak cukup menjadikan alasan bagi aliran ekonomi utama mainstream economy untuk melakukan pembedaan analisis terhadap
faktor produksi lain. Jika kemudian tenaga kerja dibedakan dengan entrepeuner wirausaha
adalah lebih didasarkan atas perbedaan karakteristik intrinsik yang ada pada kedua faktor produksi tersebut. Entrepreuner dipandang sebagai tenaga kerja yang
berani mengambil resiko, sehingga ia berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan resiko yang diambil dan nilainya belum tentu tetap.
Tenga kerja dipandang sebagai suatu faktor produksi yang mampu untuk meningkatkan daya guna faktor produksi lainnya mengolah tanah, memanfaatkan
modal, dan sebagainya sehingga perusahaan memandang tenaga kerja sebagai investasi dan perusahaan memberikan pendidikan kepada karyawannya sebagai
wujud kapitalisasi tenaga kerja.
2.2. Tenaga Kerja Pertanian 2.2.1. Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti : bersekolah
dan mengurus rumah tangga; walaupun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Secara praktis,
pengertian tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk usia kerja Simanjuntak, 1985.
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tetang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sumarsono 2003 menyatakan tenaga kerja sebagai semua orang yang bersedia untuk bekerja.
Pengertian tenaga kerja tersebut meliputi mereka yang bekerja untuk dirinya sendiri ataupun keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah; atau
mereka yang bersedia bekerja dan mampu untuk bekerja namun tidak ada kesempatan kerja sehingga terpaksa menganggur. Dumairy 1996 mendefinisikan
tenaga kerja adalah penduduk yang berusia dalam batas usia kerja. Sedangkan Badan Pusat Statistik mendefinisikan tenaga kerja manpower
sebagai seluruh penduduk dalam usia kerja 15 tahun keatas yang berpotensi memproduksi barang dan jasa. Sitanggang dan Nachrowi 2004 memberikan ciri-
ciri tenaga kerja yang antara lain : 1. Tenaga kerja umumnya tersedia di pasar tenaga kerja dan biasanya siap untuk
digunakan dalam suatu proses produksi barang dan jasa. Kemudian perusahaan atau penerima tenaga kerja meminta tenaga kerja dari pasar tenaga kerja.
Apabila tenaga kerja tersebut telah bekerja, maka mereka akan menerima imbalan berupa upah atau gaji.
2. Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia SDM yang sangat dibutuhkan pada setiap perusahaan untuk mencapai tujuan. Jumlah
penduduk dan angkatan kerja yang besar di satu sisi merupakan potensi SDM yang dapat diandalkan, tetapi disisi lain juga merupakan masalah besar yang
berdampak pada berbagai sektor Tenaga kerja manpower terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja. Angkatan kerja labor force terdiri dari : golongan yang bekerja dan golongan yang mencari pekerjaan atau menganggur. Sedangkan kelompok yang
Universitas Sumatera Utara
Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja bukan angkatan kerja terdiri dari : golongan yang bersekolah, golongan yang
mengurus rumah tangga dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan. Ketiga kelompok bukan angkatan kerja sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk
bekerja sehingga kelompok ini dinamakan potensial labor force Simanjuntak, 1985.
Gambar 2. Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja.
Penduduk
Tenaga Kerja
Bukan Tenaga Kerja
Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja
Menganggur Bekerja
Sekolah Mengurus
Rumah Tangga Penerima
Pendapatan Setengah
Pengangguran Bekerja
Penuh
Kentara Tidak Kentara
Produktivitas Rendah
Penghasilan Rendah
Sumber : Simanjuntak, 1985
Universitas Sumatera Utara
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan ke dalam persoalan tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan usahatani pertanian rakyat dan
persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Pembedaan ini penting karena apa yang dikenal sebagai tenaga kerja dalam usahatani tidaklah sama pengertiannya secara ekonomis dengan pengertian
tenaga kerja dalam perusahaan-perusahaan dalam perkebunan. Dalam usaha tani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas
ayah sebagai kepala keluarga, isteri, dan anak-anak petani. Anak-anak berumur 12 tahun misalnya sudah sudah dapat merupakan tenaga kerja yang produktif bagi
usaha tani. Mereka dapat membantu mengatur pengairan, mengangkut bibit atau pupuk ke sawah atau membantu penggarapan sawah.
Selain itu anak-anak petani dapat menggembala kambing atau sapi, itik atau menangkap ikan dan lain-lain yang menyumbang pada produksi pertanian
keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah
dinilai dalam uang. Memang usahatani dapat sekali-sekali membayar tenaga kerja tambahan misalnya dalam tahap penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan
ternak maupun tenaga kerja langsung. Bahwa peranan kerja yang berasal dari keluarga petani sendiri memang
peranan yang penting tidaklah hanya khusus kita dapati di Indonesia saja. Juga di negara-negara yang sudah maju pertaniannya, isteri dan anak-anak petani juga
ikut aktif menyumbang pada kegiatan produksi. Kalau seorang petani mengalami kekurangan tenaga pada saat penggarapan tanah sawah maka ia dapat meminta
Universitas Sumatera Utara
tolong pada tetangga dan familinya dengan pengertian ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang lain.
Dengan cara begini tidak ada upah uang yang harus dibayar dan ini dapat menekan ongkos tenaga kerja. Sifat tolong menolong ini ada pada petani dimana
saja, dalam satu desa atau lebih. Kaslan Tohir menunjukkan bahwa di Indonesia tolong menolong ini lebih banyak terdapat pada tanaman padi daripada palawija.
Ini berarti bahwa tolong menolong memang benar-benar lebih banyak terdapat pada tanaman daripada palawija. Ini berarti bahwa tolong menolong memang
benar-benar banyak terdapat pada pekerjaan dimana dimungkinkan pengembalian pekerjaan yang sama pada tanaman yang sama.
Petani yang menanam tembakau misalnya walaupun memerlukan lebih banyak tenaga kerja tidak dapat mengharapkan bantuan tenaga secara gratis.
Pertama-tama ia akan mengerahkan tenaga kerja keluarga sendiri sebanyak- banyaknya, baru setelah itu belum cukup maka diupahnya tenaga kerja tambahan
dari luar keluarga. Tenaga kerja dari luar dapat berupa tenaga kerja harian atau borongan tergantung pada keperluan. Tenaga kerja untuk penggarapan sawah
biasanya diatur secara borongan. 2.2.2. Penawaran Tenaga Kerja.
Penawaran tenaga kerja merupakan suatu hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja. Menurut Ananta 1990 penawaran terhadap pekerja
adalah hubungan antara tingkat upah dengan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensuplai untuk ditawarkan. Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan
tergantung pada beberapa faktor yang antara lain : banyaknya jumlah penduduk, presentase penduduk yang berada dalam angkatan kerja, dan jam kerja yang
Universitas Sumatera Utara
Ht
E
2
E
3
E
4
E
n
ditawarkan oleh angkatan kerja. Simanjuntak 1985 mendefinisikan penawaran tenaga kerja merupakan jumlah usaha atau jasa kerja yang tersedia dalam
masyarakat untuk menghasilkan barang dan jasa. Menurut Arfida 2003 penawaran tenaga kerja adalah menggambarkan
hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Penawaran tenaga kerja dalam jangka pendek merupakan suatu penawaran
tenaga kerja bagi pasar dimana jumlah tenaga kerja keseluruhan yang ditawarkan bagi suatu perekonomian dapat dilihat sebagai hasil pilihan jam kerja dan pilihan
partisipasi oleh individu. Sedangkan penawaran tenaga kerja dalam jangka panjang merupakan konsep penyesuaian yang lebih lengkap terhadap perubahan-
perubahan kendala.
Upah
Gambar 3. Penawaran Tenaga Kerja .
Sumber : Simanjuntak, 1985 Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penawaran tenaga kerja
adalah tingkat upah, Pertambahan tingkat upah akan mengakibatkan pertambahan jam kerja bila substitution effect lebih besar daripada income effect Simanjuntak,
o A
Cl C2
C3 C4
B
Waktu Senggang
Universitas Sumatera Utara
D S
1
E
1
E
2
E
3
E
1
S
2
E
4
E
5
1985. Pada gambar 3 terlihat bahwa besarnya penyediaan waktu bekerja sehubungan dengan peningkatan tingkat upah bila substitution effect lebih besar
daripada income effect akan mendorong tenaga kerja untuk mengurangi waktu senggangnya dan menambah jam kerja, ini dapat dilihat pada pergeseran titik dari
posisi E1 ke E2 dan ke E3 sehingga waktu untuk bekerja bertambah dari HD1 ke HD2 ke HD3. Namun bila substitution effect lebih kecil daripada income effect
kenaikan tingkat upah juga dapat mengakibatkan pengurangan waktu bekerja, yakni dengan perubahan upah dari dari BC3 menjadi BC4 yang menyebabkan
waktu untuk bekerja berkurang dari HD3 ke HD4 .
Upah
H Jumlah jam kerja
Gambar 4. Fungsi Penawaran Tenaga Kerja.
Dalam gambar 4, dijelaskan bahwa pada awalnya jumlah jam kerja akan bertambah saat terjadi kenaikan tingkat upah yang ditunjukan oleh titik E1 E2.
Namun ketika telah mencapai jumlah waktu bekerja sebesar HD jam, tenaga kerja akan mengurangi jam kerja ketika tingkat upah mengalami kenaikan seperti yang
ditunjukan pada titik E3.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian terjadi penurunan jam kerja sehubungan dengan pertambahan tingkat upah seperti yang ditunjukkan pada titik E4 atau pada penggal grafik S2
dan S3. Penurunan jam kerja pada saat terjadi kenaikan upah dinamakan backward-bending.
2.2.3. Tingkat Partisipasi Kerja TPK
Tingkat partisipasi kerja TPK atau Labor Force Participation Rate LFPR adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah
penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. Dalam bentuk persamaan matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :
��� = �����ℎ ��
�����ℎ �� � 100
Semakin besar TPK maka semakin besar angkatan kerja dalam kelompok yang sama dan sebaliknya semakin besar jumlah yang masih bersekolah dan mengurus
rumah tangga maka semakin besar jumlah yang bukan angkatan kerja dan akibatnya semakin kecil TPK. Menurut Simanjuntak 1985 terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi besar kecilnya TPK diantaranya : 1. Jumlah penduduk yang bersekolah
Jumlah angkatan kerja dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang bersekolah dan mengurus rumah tangga. Semakin sedikit jumlah penduduk yang tergolong
angkatan kerja maka semakin rendah tingkat partisipasi kerja 2. Umur
Tingkat partisipasi kerja mula-mula meningkat sesuai dengan pertambahan umur, kemudian menurun lagi menjelang usia pensiun usia tua. Peningkatan
tingkat partisipasi kerja sejalan dengan pertambahan umur ini pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, semakin tinggi tingkat umur maka semakin kecil proporsi penduduk yang bersekolah sehingga tingkat partisipasi kerja
pada kelompok umur dewasa lebih besar dari kelompok umur yang lebih muda. Kedua, semakin tua seseorang maka tanggung jawabnya terhadap keluarga
menjadi semakin besar sehingga tingkat partisipasi kerja menjadi lebih besar. 3. Tingkat upah
Tingkat upah mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui dua daya yang berlawanan. Kenaikan tingkat upah disatu pihak akan meningkatkan
pendapatan income effect yang cenderung mengurangi tingkat partisipasi kerja. Dan dipihak lain peningkatan upah membuat harga waktu senggang
relatif lebih mahal, sehingga pekerjaan menjadi lebih menarik untuk menggantikan waktu senggang substitution effect. Daya subsitusi dari
kenaikan upah akan mendorong kenaikan partisipasi kerja. 4. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja, sehingga akan meningkatkan partisipasi kerja.
5. Kegiatan ekonomi Program pembangunan disatu pihak, menuntut keterlibatan banyak orang.
Dilain pihak program pembangunan membutuhkan harapan-harapan baru, harapan untuk dapat ikut menikmati hasil pembangunan tersebut, maka tingkat
partisipasi kerja akan semakin besar.
2.2.4. Permintaan Tenaga Kerja
Pertambahan permintaan tenaga kerja tergantung pada pertambahan permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
D VMPP
1
Dalam siatem ekonomi pasar diasumsikan bahwa seorang pengusaha tidak dapat mempengaruhi harga.
Disatu pihak, perusahaan bertindak sebagai price taker yaitu pe
rusahaan tidak dapat merubah harga dengan menurunkan maupun menaikan output yang
diproduksi. Dipihak lain pengusaha dapat menjual berapa saja produksinya dengan harga yang berlaku. Dalam hal memaksimumkan laba, pengusaha hanya
dapat mengatur jumlah karyawan yang dapat dipekerjakannya Simanjuntak,
1985.
Dalam hal meminta tambahan tenaga kerja suatu perusahaan akan memperkirakan tambahan output yang akan diperoleh sehubungan dengan
penambahan tenaga kerja tersebut atau yang disebut dengan ����marginal
physical of labor. Selanjutnya pengusaha akan menghitung jumlah uang yang akan diperoleh pengusaha dengan tambahan output marginal tersebut atau disebut
dengan MR marginal revenue. Sehingga MR marginal revenue sama dengan nilai dari
����� yaitu besarnya ���� dikalikan dengan harga per unit
�� = ����� = ������
Dimana MR merupakan penerimaan marginal, ����� merupakan nilai
pertambahan hasil marginal dari karyawan, ���� merupakan marginal physical
of labor dan P merupakan harga jual barang yang diproduksi per unit.
W W
1
Universitas Sumatera Utara
D = MPP
L
x
P
Perempuan
W
2
A N B
Gambar 5. Fungsi Permintaan Terhadap Tenaga Kerja.
Pada gambar 5. garis DD melukiskan besarnya nilai hasil marginal
karyawan ����� - value marginal physical product of labor, pengusaha dapat
terus menambah laba perusahaan dengan memperkerjakan orang hingga ON. Dititik N pengusaha dapat mencapai laba maksimum dan nilai
���� x P sama dengan upah yang dibayarkan kepada karyawan. Dengan kata lain pengusaha
mencapai laba maksimum bila :
MPP
L x
Apabila pengusaha menambah pekerjakaryawan lebih besar dari ON misalnya OB akan mengurangi keuntungan keuntungan pengusaha. Pengusaha
akan membayar upah dalam tingkat yang berlaku W, pada nilai hasil marjinal yang diperolehnya hanya sebesar
�2 yang lebih kecil dari W. Jadi pengusaha akan cenderung untuk menghindari jumlah karyawan yang lebih besar dari ON.
Penambahan karyawan yang lebih besar dari ON dapat dilakukan hanya bila pengusaha yang bersangkutan dapat membayar upah dibawah W danatau
pengusaha mampu menaikan harga jual output yang diproduksinya.
P = W
Aspek lain yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari hubungan tingkat upah,
����, harga barang dan jumlah karyawan yang dapat dipekerjakan adalah bahwa sebagai reaksi terhadap peningkatan upah : i. Pengusaha menuntut
peningkatan produktivitas kerja karyawannya sehingga pertambahan produksi
Universitas Sumatera Utara
yang dihasilkan karyawan senilai dengan pertambahan upah yang diterimanya; atau ii Pengusaha terpaksa menaikan harga jual barang; danatau iii Pengusaha
mengurangi jumlah karyawan yang bekerja; atau iv Pengusaha melakukan kombinasi dari dua diantara ketiga alternatif di atas atau kombinasi dari ketiganya
2.2.5. Angkatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro 2003 pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan Angkatan Kerja AK secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif
yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih
besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju
pertumbuhan penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif dari pembangunan ekonominya. Selanjutnya dikatakan bahwa
pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan secara
produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan
faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi. Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya
pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa
bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja
mengandung elastisitas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja dari sektor tradisional bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern, dengan demikian salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. 1991 bahwa suatu fungsi produksi suatu barang
atau jasa tertentu q adalah q = f K, L dimana k merupakan modal dan L adalah tenaga kerja yang memperlihatkan jumlah maksimal suatu barangjasa yang dapat
diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara K dan L maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya
dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan keluaran yang diproduksi inilah yang disebut dengan produk fisik
marjinal Marginal Physcal Produk. Selanjutnya dikatakan bahwa apabila jumlah tenaga kerja ditambah terus
menerus sedang faktor produksi lain dipertahankan konstan, maka pada awalnya akan menunjukkan peningkatan produktivitas namun pada suatu tingkat tertentu
akan memperlihatkan penurunan produktivitasnya serta setelah mencapai tingkat keluaran maksimal setiap penambahan tenaga kerja akan mengurangi
pengeluaran. Menurut BPS penduduk berumur 15 tahun ke atas terbagi sebagai
Angkatan Kerja AK dan bukan AK. Angkatan Kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 satu jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang
tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang
tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah. Budi Santosa, 2001.
2.2.6. Kesempatan Kerja
Tolak ukur kemajuan ekonomi, meliputi pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga dan posisi pembayaran luar negri
Makmun,2004. Menurunnya laju perekonomian di desa dan bertambahnya jumlah tenaga kerja di desa serta meningkatnya harga konsumsi dan biaya
produksi di bidang pertanian jelas akan mengurangi kapasitas produksi pertanian yang dihasilkan. Menurut Makmun dan Yasin 2003, pergeseran agregat supply,
secara teoritis dapat diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar tenaga kerja, yang secara matematis ditulis:
Y = f N, T, SDM, INF Dimana:
N = produksi T = teknologi
SDM = sumber daya manusia INF = infrastruktur
2.2.7. Kegiatan Pertanian Masih Menjadi Andalan Penampung Tenaga Kerja
Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan dan memiliki kultur budaya kerja keras, sesungguhnya merupakan potensi tenaga
kerja untuk mendukung pengembangan pertanian. Hingga saat ini lebih dari 43
Universitas Sumatera Utara
juta tenaga kerja masih menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Namun besarnya jumlah penduduk tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai
dengan sebaran luas potensi lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mendukung pengembangan pertanian yang
berdaya saing. Apabila keberadaan penduduk yang besar di suatu wilayah dapat
ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya untuk dapat berkerja dan berusaha di sektor produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, maka penduduk
Indonesia yang ada dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka komoditas bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan dunia.
2.2.8. Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bekerja dikegiatan Pertanian
Keputusan individu untuk bekerja ditentukan oleh motivasi individu tersebut, motivasi individu untuk berparsipasi dalam sektor yang diinginkan
diklasifikasikan dalam dua tipe. Tipe pertama demand-pull motivation yang merupakan motivasi untuk mendifersifikasi pekerjaaan, berkaitan dengan upah
dan perbedaan resiko dari masing-masing pekerjaan. Sedangkan tipe kedua adalah distress-push motivation yaitu motivasi yang berkaitan dengan ketidakcukupan
pendapatan yang diterima dan ketiadaan peluang untuk kelancaran konsumsi dan produksi, seperti kredit dan asuransi Davis, 2003.
Kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertanian terkait dengan akses individu atau rumah tangga terhadap aktivitas tersebut. Sehingga antara satu
individu dengan individu lainnya tidak sama.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menentukan jenis pekerjaan, seorang individu disektor pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain : tingkat upah riil, luas tanah
garapan, pendapatan diluar sektor pertanian, status garapan, faktor kelembagaan hubungan kerja dan kondisi agroekosistem Sumaryanto, 1990.
Lebih lanjut menurut Nasir 2005 faktor yang mempengaruhi individu dalam menentukan jenis pekerjaanya meliputi: pendidikan, usia, tingkat melek
huruf dan angka, serta pengalaman kerja dan pelatihan. Sedangkan menurut Susilo faktor penentu pilihan individu untuk bekerja baik disektor pertanian maupun non
pertanian terdiri dari: pendidikan yang telah ditempuh oleh individu, investasi daerah, usia individu, dan jenis kelamin individu tersebut.
Isyanto 2010 menambahkan faktor lain yang mempengaruhi keputusan angkatan kerja untuk bekerja dikegiatan pertanian meliputi faktor individu, faktor
usaha tani dan faktor wilayah. Faktor individu terdiri dari umur dan pendidikan yang telah ditempuh oleh angkatan kerja. Faktor usahatani berkaitan dengan
tingkat pendapatan yang ditawarkan oleh kegiatan pertanian dan luas lahan yang dimiliki dan digunakan untuk melakukan usaha tani tersebut. Sedangkan faktor
wilayah terkait dengan jarak antara kegiatan usaha tani dengan pasar untuk produk pertanian tersebut.
2.3.
Pengertian Produksi dan Fungsi Produksi
Ditinjau dari segi ekonomi pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil yang
baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat diperdagangkan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Joesron dan Suharti 2003, produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau
input. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output.
Secara klasik, biaya produksi hanya dihitung berdasarkan pengeluaran tenaga kerja saja, karena teori klasik belum percaya pada mesinisasi. Masing-
masing faktor mempunyai fungsi yang berbeda dan saling terkait satu sama lain. Jika salah satu faktor tidak tersedia, maka proses produksi tidak akan berjalan,
terutama tiga faktor utama, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, tidak ada yang dapat dilakukan, begitu juga dengan
faktor lainnya, seperti modal. Hubungan antara jumlah output Q dengan jumlah input dalam proses produksi
�
1,
�
2
, �
3
, … . �
�
, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Q = f �
1,
�
2
, �
3
, … . �
�
Dimana : Q = Output
X = input Kajian makroekonomi dan pengembangan secara khusus menggunakan
dua faktor produksi, yaitu modal dan tenaga kerja, yang secara implicit mempersamakan lahan atau tanah dengan modal dapat terakumulasi, sementara
tanah tidak. Untuk menaksir parameter- parameternya harus ditransformasikan dalam
bentuk double logaritme natural ln sehingga merupakan bentuk linier berganda multiple linier yang mengandung kemudian dianalisis dengan metode kuadrat
Universitas Sumatera Utara
terkecil ordinary least square. Ln Y = Ln �
R
+
�
1
Ln �
1
+ �
2
Ln �
2
+ �
3
Ln �
3
+ �
4
Ln �
4
+ �
5
Ln �
5
+ e Rahim, 2007. Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi hasil pertanian diantaranya
: benih, hama dan penyakit, iklim termasuk kecukupan air, pupuk yang diberikan, dan kondisi tanah, permasalah di dalam faktor produksi pertanian
menurut Masyhuri adalah: masalah tanah, tenaga kerja, modal, manajemen dan tanah garapan.
2.4. PDRB Sektor Pertanian
PDRB adalah gambaran perekonomian di suatu wilayah pada periode tertentu. Beberapa kegunaan dari PDBPDRB adalah mengetahui struktur
ekonomi suatu wilayah, mengetahui pertumbuhan ekonomi, perbandingan potensi ekonomi secara regional maupun internasional, analisis ekonomi lebih lanjut dasar
perencanaan dan kebijakan ekonomi. Pendekatan pengukuran PDBPDRB dapat dinyatakan sebagai PDBPDRB
Atas Dasar Harga Berlaku ADHB danPDBPDRB Atas Dasar Harga Konstan ADHK.
Metode Penghitungan PDBPDRB atas dasar harga berlaku ada tiga pendekatan penghitungan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan produksi
PDB-Y, pendekatan pengeluaran PDB-E dan pendekatan pendapatan PDB-I. Teori PDRB atas dasar harga berlaku dengan pendekatan produksi
∑
=
=
jasa ian
per i
NTB PDRB
PDB
tan
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Output
b,t
NTB = Ouputnilai produksi bruto atas dasar harga berlaku tahun t
b,t
Produksi = Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun ke t
t
Harga = Kuantum produksiindikator produksi tahun ke t
t
Rasio NTB = Perbandingan NTB terhadap Output NTBOuput = Harga produksi indikator harga tahun ke t
Rasio NTB
o
Menurut Arsyad 1999 pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Bruto Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah
pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto PDRB menurut harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB akan memperlihatkan proses kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang. = Rasio NTB pada tahun dasar o
Penekanan pada ”proses”, karena mengandung unsur dinamis, perubahan atau perkembangan. Oleh karena itu pemahaman indikator pertumbuhan ekonomi
biasanya akan dilihat dalam kurun waktu tertentu, misalnya tahunan. Aspek tersebut relevan untuk dianalisa sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong aktivitas perekonomian domestik dapat dinilai efektifitasnya.
Output
b, t
= Produksi
t
x Harga
t
NTB
b, t
= Output
b,t
– Biaya Antara
b,t
atau dapat didekati dengan formula NTB
b,t
= Output
b,t
x Rasio NTB
o
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan PDRB berdasarkan Pendekatan Produksi adalah PDRB merupakan jumlah Nilai Tambah Bruto NTB atau nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di suatu wilayahregion dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah Nilai Produksi
Bruto NPBOutput dari barang dan jasa tersebut dikurangi seluruh biaya antara yang dikeluarkan.
PDRB Sektor Pertanian adalah jumlah Nilai Tambahan Bruto dari sub
sektor pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, kehutanan, perternakan, perikanan dan jasa pertanian atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh
unit-unit produksi di suatu wilayah region dalam sektor pertanian pada periode tertentu, biasanya satu tahun.
NTB Sub Sektor Pertanian adalah menggambarkan volume kuantum
produksi yang dihasilkan dan tingkat perubahan harga dari masing – masing kegiatan sub sektor pertanian NPB sub sektor x Biaya Antara sub sektor
NPB Output sub sektor pertanian berdasarkan harga berlaku merupakan
perkalian antara kuantum produksi sub sektor pertanian dengan harga produsen masing – masing komoditi pada tahun yang bersangkutan.
Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu
barang untuk memenuhi kebutuhan. Kita ambil contoh sekarung tepung. Tepung merupakan bahan baku yang manfaatnya baru terasa bila telah diubah menjadi
roti, usaha pembuatan tepung menjadi roti merupakan kegiatan produksi. Tapi, tidaklah mudah mengubah bahan baku mejadi barang siap konsumsi untuk dapat
melakukan kegiatan produksi seorang produsen membutuhkan faktor-faktor produksi. Atau proses mengubah input menjadi output dan produksi meliputi
Universitas Sumatera Utara
semua kegiatan untuk menciptakanmenambah nilaiguna suatu barangjasa. Dalam kegiatan usahatani selalu diperlukan faktor-faktor produksi berupa lahan,
tenaga kerja, dan modal yang dikelola seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya.
Untuk sektor pertanian berupa tanaman produksinya dapat dihitung dari produktifitas subsektor komoditas tanaman contoh kelapa sawit dan lain-lain
dikalikan luas lahan tanaman tersebut sedangkan untuk subsektor peternakan dihitung dari jumlah populasi ternak awal dan akhir serta ternak yang dipotong
ditambah hasil ikutan dari ternak tersebut.
2.5. Penelitian Terdahulu