Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah

pihak lawan, bahkan para sahabat dan kaum Muslim lainnya juga belum menyadarinya akan potensi dan peluang yang demikian itu. Di kalangan para sahabat dan umat Islam lainnya, setelah mendapatkan penjelasan mengenai manfaat jangka panjang serta luasnya orientasi yang dituju, mereka pun baru mengerti juga mengakui betapa cerdiknya langkah yang diambil Rasulullah itu. Dari butir kesepakatan itulah maka Rasulullah kemudian terpikir untuk memperkenalkan Islam dan menyerukannya kepada beberapa pihak di luar Semenanjung Arabia, dalam hal ini para penguasa dan pemimpin dengan melalui media surat seruan. Pada sisi yang lain dari pengiriman surat ini, secara politis Rasulullah juga berkehendak untuk memperkenalkan kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat Islam di Madinah. Pendapat seperti itu diungkapkan oleh Sayyed Hossein Nasr dalam mencermati motif yang menjadi alasan Rasulullah dalam melakukan seruan mengajak para penguasa untuk mengimani ajaran Islam melalui media surat. Hossein Nasr juga sangat sepakat bahwa imbas dari Perjanjian Hudaibiyah-lah yang paling memungkin bagi Rasulullah untuk melakukan hal itu. 72 Dengan kata lain, langkah tersebut merupakan salah satu manuver dan langkah cerdik yang diambil Rasulullah untuk menciptakan peluang agar Islam bisa disiarkan pada kawasan yang lebih luas lagi.

2. Keberhasilan Membentuk Kekuatan di Madinah

72 Sayyed Hossein Nasr, Muhammad Hamba Allah Jakarta: Rajawali Press, 1994, h. 47. Periode Madinah merupakan fase yang sama sekali baru dalam perjalanan siar Islam di Jazirah Arab. Pada periode ini, Rasululah bersama umat Islam telah berhasil membentuk kekuatan untuk mengimbangi kafir Quraish Mekkah. Kepercayaan umat Islam di Madinah, baik dari kalangan Anshar dan Muhajirin, kepada Rasulullah telah memberikan kesempatan yang sangat baik bagi Rasulullah untuk membentuk satu struktur masyarakat baru dan kuat di kota ini. Dalam periode ini Rasulullah tidak hanya memerankan diri sebagai seorang pemimpin agama semata, tapi beliau juga telah ditempatkan masyarakat sebagai pemimpin sosial dan politik. Di Madinah, Rasulullah berhasil menciptakan dan memberlakukan berbagai perangkat yang mendukung kehidupan sosial-kemasyarakatan, diantaranya keberhasilan memberlakukan hukum, administrasi pemerintahan, sistem perekonomian bahkan pembentukan angkatan perang dan sebagainya. 73 Dengan adanya kelengkapan seperti itu sudah pasti jika kedudukan kaum Muslimin Madinah berkembang dan tumbuh menjadi sangat kuat. Rasulullah sendiri kemudian juga ditempatkan penduduk kota ini sebagai pemimpin dalam suatu masyarakat dan pemerintahan di Madinah. Terkait dengan fenomena ini, Amin Ihsan Islahi menyatakan bahwa dengan keberhasilannya beliau dalam membentuk satu sistem kemasyarakatan yang kuat juga dengan kedudukan beliau sebagai pemimpin agama dan politik, hal ini kemudian menjadikan umat Islam di 73 A. Hasjmi, Di mana Letaknya Negara Islam Jakarta: PT. Bina Ilmu, 1994, h. 49. Madinah tidak lagi merasa inferior masyarakat kelas dua. Pada diri kaum Muslimin di Madinah muncul satu rasa kepercayaan diri yang tinggi. 74 Dengan mempertimbangkan bahwa posisinya itu pula, Rasulullah melakukan upaya yang mensinergikan kedua posisinya itu. Dalam hal ini tindakan menulis surat-surat seruan dakwah dapat dikategorikan sebagai upaya untuk mensinergikan dua fungsi yang sedang diembannya saat itu. Dengan tindakan ini Rasulullah telah melakukan fungsinya sebagai utusan Allah yang bertugas menyebarkan ajaran Allah ke bumi, dan dalam waktu bersamaan beliau juga menjalankan fungsi sebagai pemimpin sosial- politik. Tindakan Rasulullah menulis surat yang ditujukan kepada para penguasa itu telah disandarkan pada alasan yang tepat baik dalam pertimbangan ajaran agama maupun dalam pertimbangan yang bersifat diplomatik. Untuk hal ini Rasulullah dan kaum Islam Madinah juga telah mempertimbangkan dan mempersiapkan kemungkinan buruk terkait dengan akibat dari mengirimkan surat-surat tersebut. 75 Dalam hal ini pula selain mengandung misi yang bersifat keagamaan, di dalamnya juga termuat satu keinginan untuk 74 W. Montgemerry Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat P3M, 1988 h. 2 dan H.A.R. Gibb, Islam dalam Lintasan Sejarah Jakarta: Bharata Aksara, 1993, h. 22. 75 Bahwa objek yang menjadi tujuan dari para penguasa ini adalah mereka yang dikenal sebagai penguasa yang disegani saat itu. Sebagai contoh Kaisar Heraclius, penguasa Imperium Romawi Byzantium dan Kisra Eperwiz seorang penguasa pada Kekaisaran Persia. Dua wilayah ini merupakan dua kutub kekuasaan paling besar dan saling bersaing pada saat itu. Sudah pasti Rasulullah telah mempertimbangkan akan munculnya ketidaksukaan dari dua penguasa tersebut, sehingga dimungkinkan keduanya melakukan hal-hal negative terhadap Rasulullah dan umat Islam di Madinah. Mengenai hal ini oleh Amin Ihsan Islahi dikatakan, bahwa Rasulullah beserta pengikutnya telah mempertimbangkan sekaligus mempersiapkan tentang hal ini. Lihat Amin Ihsan Islahi, Serba-serbi Dakwah Bandung: Penerbit Pustaka, 1989 h. 22. memperkenalkan bangsa Arab – yakni umat Islam, sebagai salah satu masyarakat yang terlibat dalam kancah politik dunia saat itu. Terkait dengan tindakan mengirimkan surat seruan itu, dengan mengkombinasikan hipotesis dari Patricia Crone sebagaimana dikutip oleh Faisal Ismail, disebutkan bahwa Rasulullah sebenarnya ingin mencapai tujuan dan misi politiknya untuk mempromosikan Nasionalisme Arab, selain mewartakan ajaran Islam ke berbagai wilayah. Karena misi politik yang berbarengan dengan motif siar Islam inilah yang kemudian menjadi daya pacu dan daya dorong atas tersebarnya Islam secara luas ke Jazirah Arab dan berbagai wilayah lainnya di luar kawasan tersebut. 76

3. Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin