Analisis Kelayakan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP Di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2007-2008

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN RUANG

RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA BANDA ACEH

TAHUN 2007-2008

T E S I S

Oleh

CUT ANA MARTAFARI

067013005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2009


(2)

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN RUANG

RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA BANDA ACEH

TAHUN 2007-2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

CUT ANA MARTAFARI

067013005/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN RUANG RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA BANDA ACEH TAHUN 2007-2008

Nama Mahasiswa : Cut Ana Martafari Nomor Pokok : 067013005

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si) Ketua

(Drs. Amru Nasution, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 19 Januari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, M.Si Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

2. dr. Jules H. Hutagalung, MPH 3. Syahyunan, SE, M.Si


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN RUANG

RAWAT INAP VIP DI RSU MEURAXA BANDA ACEH

TAHUN 2007-2008

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2009


(6)

ABSTRAK

Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) Banda Aceh merupakan rumah sakit tipe C milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang merupakan pusat rujukan bagi puskesmas yang ada di Banda Aceh. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan tahun 2007 jumlah pasien rawat inap RSUM meningkat sebanyak 71 % dari tahun 2006, namun fasilitas ruang rawat inap VIP di RSUM untuk ditawarkan kepada masyarakat menengah ke atas belum ada.

Telah dilakukan penelitian untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal, dan investasi dalam pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM. Penelitian dengan rancangan studi kasus ini menggunakan data sekunder selama 4 tahun (2005-2008). Keputusan pengembangan ruang rawat inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh menggunakan analisis SWOT meliputi analisis kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats), serta analisis investasi/ keuangan dengan cara menghitung NPV (Net Present Value) dan PP (Payback

Period).

Hasil analisis SWOT menunjukkan dari faktor internal dan eksternal, secara keseluruhan mendukung untuk pengembangan ruang rawat inap VIP di RSUM Banda Aceh. Analisis keuangan berpedoman pada aliran kas bersih yang diestimasikan selama 10 tahun (2010-2019), didapatkan nilai NPV sebesar Rp. 292.658.181,- dengan Payback Periode (PP) 5 tahun 3 bulan, di mana investasi dapat dikembalikan selama 5 tahun 8 bulan artinya pengembangan ruang rawat inap VIP di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh layak untuk dilaksanakan.

Disarankan hasil studi keputusan pengembangan ini segera ditindak lanjuti dengan Rencana Induk yang merupakan penjabaran kegiatan selanjutnya dari studi keputusan pengembangan.


(7)

ABSTRACT

General Hospital of Meuraxa (RSUM) of Banda Aceh is a government hospital type C owned by local government of Banda Aceh city as reference hospital of health center (Puskesmas) in Banda Aceh. This research based on a fact that in 2007 the number of inpatient at RSUM was increase to 71% than 2006, but unfortunately there are no VIP inpatient facilities at RSUM could be offered to middle-up social class.

A research was conducted to analyze the internal and external factors, and investment to develop the VIP inpatient RSUM. The research used case study by using the secondary data during 4 years (2005-2008). The decision of the development of VIP RSU Meuraxa Banda Aceh applies SWOT analysis consists of strength, weakness, opportunities and threats. Investment/financial analysis by calculate NPV (Net Present Value) and PP (Payback Period).

The SWOT analysis shows that from the internal and external factors, generally support to development of VIP inpatient at RSU Meuraxa Banda Aceh. Financial analysis which guided by estimated cash flow during 10 years (2010-2019), found that the NPV is IDR 292.658.181,- and Payback Period (PP) is 5 years 3 month, means the investment will return in 5 years and 3 months. It is concluded that the development of VIP inpatient facilities at General Hospital of Meuraxa (RSUM) is feasible.

Based on this study, it is suggested to the RSUM to follow the decision to develop the hospital according to the master plan.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini diselesaikan tidak terlepas dari bantuan dari berbagi pihak, untuk itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, M.Si. dan Bapak Drs. Amru Nasution, M.Kes, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankan juga penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. IdaYustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu dr. Hj. Dewi Lailawati, M.Si selaku Direktur Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh beserta seluruh staf yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Bapak M. Marwan, S.Si selaku Kepala BPS Banda Aceh beserta seluruh staf yang telah memberikan izin dan bantuan bagi penulis sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.


(9)

5. Bapak Bupati dan Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar serta Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah mengizinkan penulis untuk menjalani tugas belajar serta memberikan dukungan moral dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

6. Teman-teman semua mahasiswa/i Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Administrasi Rumah Sakit Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2006 yang telah memberikan bantuan dan motivasi sehingga penulisan tesis ini selesai.

7. Suami tercinta Khairul Huda, S.Kom, M.Si dan anak-anak tersayang Awfi Athiya Salsabila Addini dan Syakhish Ulya Akhira yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya, dalam membantu menyelesaikan pendidikan ini.

8. Ayahanda, ibu mertua dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan dan bantuan dan khususnya bagi almarhumah ibunda tersayang dan almarhum bapak mertua yang telah meninggalkan dunia ini dalam masa pendidikanku, semoga mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Allah SWT. Terima kasih atas do’a dan kasih sayangnya yang telah diberikan dalam menjalani masa pendidikan ini. 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya yang telah

banyak membantu penulis selama dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan berlipat ganda dan senantiasa melimpahkan rahmatnya bagi kita semua.


(10)

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap bahwa tesis ini yang jauh dari kesempurnaan dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Banda Aceh, Desember 2008 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Cut Ana Martafari

Tempat/Tanggal Lahir : Aceh Besar/4 Januari 1974

Agama : Islam

Alamat : Desa Cot Mancang, Kec. Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam.

Riwayat Pendidikan :

1. SDN No. 1 Buengcala Aceh Besar, 1980-1986. 2. SMPN 3 Banda Aceh, 1986-1989.

3. SMAN 3 Banda Aceh, 1989-1992.

4. S-1 Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 1992-1997.

5. Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 1997-2000.

6. S-2 Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006 s/d 2009.

Riwayat Pekerjaan :

1. Dokter PTT di Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, 2001-2002. 2. Kepala Puskesmas Kuta Baro Kabupaten Aceh Besar, 2002-2006.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ...

1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 10 2.1 Pengertian dan Pengembangan Rumah Sakit... 10

2.2 Studi Kelayakan Pengembangan Rumah Rawat Inap VIP Rumah Sakit ... 20

2.3 Landasan Teori... 31

2.4 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN 38 3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 38

3.3 Subyek dan Informan Penelitian ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 39

3.5 Definisi Operasional ... 39

3.6 Metode Pengukuran ... 42

3.7 Metode Analisis Data... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...

48


(13)

4.2 Analisis Situasi Pengembangan Ruang Perawatan VIP

RSUM Banda Aceh... 50 4.3 Keputusan Pengembangan VIP RSU Meuraxa Banda Aceh .. 78 4.4 Hasil Wawancara ... 89 4.5 Keterbatasan Penelitian ... 91

BAB 5 PEMBAHASAN ...

92

5.1 Analisis Faktor Internal terhadap Pengembangan VIP

RSUM ... 92 5.2 Analisis Faktor Eksternal terhadap Pengembangan VIP

RSUM ... 101

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...

108

6.1 Kesimpulan ... 108 6.2 Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA ... 113


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Jumlah tempat Tidur Rumah Sakit

Kelas C ... 21

4.1. Analisis Situasi Ketenagaan di RSU Meuraxa Banda Aceh Sampai Juli 2008... 51

4.2. Perhitungan Investasi Awal Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP di RSU Meuraxa Banda Aceh ... 54

4.3. Data Jumlah Pasien Rawat Inap Selama 4 Tahun Terakhir (2005 s/d 2008) di RSU Meuraxa Banda Aceh... 53

4.4. Penyusutan Aktiva Tetap ... 56

4.5. Perhitungan Nilai NPV dengan DF=16% ... 57

4.6. Perhitungan PP Berdasarkan Kas Bersih Per Tahun ... 58

4.7. Ketersediaan Sarana dan Prasarana di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2007 ... 64

4.8. Kunjungan Pasien Rawat Jalan di RSU Meuraxa Tahun 2005-2008 ... 64

4.9 . Proyeksi Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan RSU Meuraxa Tahun 2009-2012 ... 65

4.10. Nilai BOR (%) Rawat Inap RSUM Tahun 2005-2008 ... 66

4.11. Estimasi Jumlah Kunjungan Rawat Inap VIP RSUM Tahun 2010 – 2019 ...

67 4.12. Sepuluh Penyakit Terbanyak di RSU Meuraxa Banda Aceh Tahun 2005-2008 ... 68

4.13 Luas Daerah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Kota Banda Aceh 2007 ... 70

4.14. Distribusi Tingkat Pendidikan di Kota Banda Aceh Selama Kurun Waktu 2005-2007... 71

4.15. Pendapatan Domestik Bruto Berdasarkan Lapangan Kerja, Usaha dan Harga di Kota Banda Aceh Selama Kurun Waktu 2005 s/d 2007 ... 72


(15)

4.17. Pertumbuhan Angkatan Kerja Penduduk di Kota Banda Aceh tahun

2006-2007 ... 73 4.18. Distribusi Pola Penyakit di Kota Banda Aceh Tahun 2007 ... 74 4.19. Pencarian Pengobatan Berdasarkan Nilai BOR di Rumah Sakit di Kota

Banda Aceh Tahun Selama Tahun 2005 s/d Agustus 2008 ... 75 4.20. Distribusi Tempat Tidur dan Kebutuhan Tempat Tidur pada Rumah

Sakit di Kota Banda Aceh ... 77 4.21. Analisis Situasi SDM Kesehatan di RSUM Kota Banda Aceh Tahun

2008... 79 4.22 Analisis Pesaing dengan 4 RS Lain di Kota Banda Aceh... 85 4.23. Analisis Pencermatan Faktor Strategis Pengembangan VIP RSUM ... 88


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 36 3.1. Diagram Analisis SWOT ... 46 4.1. Grafik Estimasi Jumlah Pasien Rawat Inap selama 5 Tahun ... 54 4.2. Analisis SWOT Berdasarkan Strategi dan Pilihan dalam Upaya


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Pengembangan Ruangan VIP RSUM

Meuraxa Banda Aceh ... 116

2. Tarif Pelayanan Kelas VIP ... 117

3. Perkiraan Pendapatan Unit Rawat Inap ... 118

4. Perkiraan Pendapatan Farmasi dan Bahan Medis Unit Rawat Inap VIP ... 119

5. Perkiraan Pendapatan Radiologi Unit Rawat Inap VIP ... 120

6. Perkiraan Pengeluaran Unit Rawat Inap VIP ... 121

7. Perkiraan Pengeluaran Jasa Medis dan Para Medis Unit Rawat Inap VIP ... 122

8. Proyeksi Laba (Rugi) Rumah Sakit Umum Meuraxa 2010 s/d 2019 .... 123

9. Struktur Organisasi RSUM ... 128

10. Blue Print Rumah Sakit Meuraxa ... 129

11. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 131

12. Surat Keterangan Melakukan Penelitian ... 132


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang optimal dari rumah sakit cenderung terus meningkat. Fenomena ini menuntut pihak rumah sakit untuk terus mengembangkan kualitas pelayanan atau peningkatan kualitas pelayanan diantaranya, melalui pengembangan sarana dan prasarana, sistem manajemen, sumberdaya manusia, dan lain-lainnya.

Rumah sakit menjadi simpul utama yang berfungsi sebagai pusat rujukan dalam jejaring kerja pelayanan kesehatan. Mengelola rumah sakit merupakan tugas yang rumit dan penuh tantangan. Sementara itu, dewasa ini perumahsakitan berkembang menjadi industri jasa rumah sakit sebagai industri jasa mempunyai fungsi sosial dan fungsi ekonomi (Djojodibroto, 1997).

Biaya pengelolaan rumah sakit pemerintah tidak sepenuhnya dapat diandalkan hanya dengan mengharapkan anggaran pemerintah (seperti APBN dan APBD) yang relatif terbatas. Pada sisi lain terjadi peningkatan permintaan pelayanan rumah sakit oleh penduduk. Kondisi ini mendorong rumah sakit mencari solusi lain, diantaranya adalah mendirikan “paviliun swasta”, yaitu ruangan rawat inap yang dilengkapi dengan sarana sangat memadai, dan pasien dipungut bayaran seperti halnya di rumah sakit swasta (Iskandar, 1998).


(19)

Keberadaan ruang perawatan VIP di rumah sakit pemerintah, dapat membuat tenaga kesehatan termotivasi untuk memberikan kinerja terbaik, sebab tenaga kesehatan dapat meningkatkan pendapatannya. Pada sisi lain, sebagian masyarakat percaya mutu merupakan sesuatu yang bersifat luks, mewah, dan mahal (Trisnantoro, 2005; Mukti, 2007).

Berdasarkan pendapat Soejitno (2002) dan Subanegara (2005), dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan dan realisasi ruang perawatan VIP di rumah sakit dapat dikategorikan sebagai upaya mendirikan Business Unit. Upaya mengembangkan sarana fisik rumah sakit, seperti pembangunan ruangan VIP, dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit yang melengkapi keberadaan ruangan VIP, membutuhkan kajian faktor internal rumah sakit dan faktor eksternal rumah sakit.

Menurut Azwar (1996) dan Rangkuti (2006), analisis lingkungan internal dan lingkungan ektsernal merupakan landasan kritis dalam pengembangan ruang perawatan VIP. Metode analisis yang dapat digunakan antara lain adalah analisis

SWOT, yaitu kajian tentang faktor strengths atau kekuatan internal, weakneasses atau

kelemahan internal, opportunitie atau peluang eksternal, threats atau ancaman eksternal.

Menurut Hussey dalam Wibowo (2005), menjelaskan bahwa kebutuhan

perubahan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu external forces (kekuatan eksternal) yang berasal dari luar organisasi, dan internal forces (kekuatan internal) bersumber dari dalam organisasi. Kekuatan eksternal meliputi karakteristik demografis,


(20)

kemajuan teknologi, perubahan pasar, tekanan sosial dan politik. Kekuatan internal, meliputi problem/prospek SDM, dan perilaku serta keputusan manajerial.

Ancaman yang paling menonjol dari lingkungan luar bagi kelangsungan hidup rumah sakit sebagai institusi publik bidang kesehatan, adalah krisis kesehatan, kepercayaan, dan etika sosial. Sebagai suatu sistem dan organisasi rumah sakit terpapar terhadap lingkungan industri maupun lingkungan eksternal yang lebih luas. Secara garis besar, variabel lingkungan yang berpengaruh terhadap rumah sakit dapat dikelompokkan menjadi: lingkungan politik, hukum, perundang-undangan, lingkungan etika, lingkungan sosial, lingkungan ekonomi, dan lingkungan teknologi (Soeroso, 2002; dan Muninjaya, 2004).

Menurut Umar (2005) mengatakan studi kelayakan digunakan untuk memberikan penilaian berupa rekomendasi apakah sebaiknya proyek (pengembangan/pembuatan rumah sakit) layak dikerjakan ataukah sebaiknya ditunda dulu. Studi yang dilakukan tentunya meliputi berbagai aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk memutuskannya. Secara umum aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi aspek-aspek pasar dan aspek-aspek pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen, aspek sumber daya manusia, aspek keuangan/finansial, aspek ekonomi, sosial dan politik, aspek lingkungan industri, aspek yuridis dan aspek lingkungan hidup.

Menurut Neuman dalam Handajani (2003) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi pengembangan rumah sakit adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan adalah demografi,


(21)

epidemilogi, sosio ekonomi, permintaan kelayakan, Trend pelayanan kesehatan dan perkembangan alat, serta kemampuan pembiayaan. Faktor Internal yang mempengaruhi pengembangan adalah analisis mutu pelayanan, karakteristik tenaga medis dan perawat, pasien, keadaan keuangan, efisiensi biaya, organisasi, peningkatan produktifitas, dan penggunaan pelayanan dan fasilitas.

Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) adalah rumah sakit umum rujukan type C, satu-satunya milik Pemerintah Kota Banda Aceh yang mulai beroperasi sejak tahun 1997 dengan tipe D dan pada tahun 2003 menjadi rumah sakit tipe C dengan pengukuhan oleh Menteri Kesehatan RI No.009-E/Menkes/SK/I/2003, dan menjadi pusat rujukan seluruh puskesmas di Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh yaitu 214.850 jiwa (Profil RSUM, 2007).

RSUM dalam rencana strategis menetapkan visi dan misinya dalam pencapaian tujuan dan sasarannya. Visi RSUM adalah menuju pelayanan prima dan profesional bertaraf daerah pada tahun 2010. Misi RSUM adalah meningkatkan pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standard profesional, bermutu dan terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara optimal, meningkatkan manajemen SDM RSUM melalui penjenjangan karier, pendidikan dan pelatihan sesuai profesionalitasnya, menerapkan RSUM sebagai rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan sesuai kebutuhan secara tepat guna dan berdaya guna serta meningkatkan sarana dan prasarana RSUM sesuai dengan standar yang berlaku (Profil RSUM, 2006).


(22)

Tenaga kesehatan yang bekerja di RSUM, adalah: (a) dokter spesialis obgin 1 orang dan THT 1 orang; (b) dokter umum sebanyak 29 orang dan dokter gigi 4 orang; (c) tenaga paramedis sebanyak 172 orang, yang terdiri dari perawat 125 orang, bidan 47 orang. Kebutuhan tenaga spesialis RSUM dipenuhi dari kerjasama dengan RSU Zainoel Abidin (RSUZA), yaitu RSU milik Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah tenaga RSUZA yang dapat bekerja sesuai keperluan RSUM adalah sebanyak 74 dokter dengan berbagai jenis spesialisasi. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga spesialis bagi RSUM, Pemerintah Kota Banda Aceh telah mengirimkan tenaga dokternya untuk melanjutkan pendidikan yaitu sebanyak 14 orang dengan berbagai macam spesialisasinya (Profil RSUM, 2008).

Jumlah tempat tidur yang dimiliki Rumah Sakit Umum Meuraxa saat ini sebanyak 106 unit, dengan perincian sebagai berikut: kelas III sebanyak 88 tempat tidur. Jumlah tempat tidur yang ada untuk kelas II sebanyak 8 tempat tidur, dan untuk kelas I adalah 10 tempat tidur (Bagian Pelayanan RSUM, 2008).

Perkembangan kinerja RSU Meuraxa sejak beroperasinya gedung baru (Oktober 2007) tampak peningkatan dari jumlah kunjungan baik rawat inap maupun rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap RSU Meuraxa terjadi peningkatan sebanyak 3,5 kali sejak pindah ke gedung baru dengan fasilitas dan sarana yang sudah memadai bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan rawat inap pada gedung sementara RSU Meuraxa selama 3 tahun belakangan. Rata-rata kunjungan rawat inap selama beroperasinya gedung RSUM yang baru adalah 269 orang perbulan, sementara sebelumnya hanya rata-rata 76 orang perbulan jadi peningkatan jumlah pasien rawat


(23)

inap pada tahun 2008 sebanyak 71 % bila dibandingkan dengan tahun 2007. Atas dasar pertimbangan ini RSU Meuraxa ingin mengembangkan ruang perawatan untuk VIP (Bagian Rekam Medik RSUM, 2008).

RSUM dalam upaya peningkatan mutu pelayanan juga sedang mempelajari dan persiapan akreditasi untuk tahun 2009 untuk 12 kegiatan pelayanan standar yang mengacu kepada surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 436/MENKES/SK/IV/1993. Hal ini sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai oleh RSUM di masa mendatang dalam rangka memberikan pelayanan sebaik mungkin bagi masyarakat (Wawancara dengan bagian pelayanan RSUM, 2008).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pimpinan RSUM (Maret, 2008) diketahui bahwa salah satu masalah yang dihadapi RSUM yang merupakan satu-satunya rumah sakit milik Pemerintah Kota Banda Aceh adalah terbatasnya sarana pelayanan yang dapat ditawarkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas, yaitu tidak adanya ruangan rawat inap yang baik, dengan kategori ruang VIP, merupakan salah satu alasan RSUM melakukan perencanaan pengembangan ruang rawat inap VIP sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas ekonomi menengah ke atas sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan RSUM yang juga dapat meningkatkan kesejahteraan staf. Jumlah ruangan VIP yang direncanakan sebanyak 12 ruangan dengan lahan yang tersedia seluas 500 m2 yang berada pada bagian belakang RSUM. Luas 1 ruangan direncanakan adalah 5 x 6,5 m2 yang dibangun dalam 2 lantai.


(24)

Profil Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2007), rumah sakit swasta yang ada di Kota Banda Aceh saat ini berjumlah 5 buah yaitu RSU Fakinah, RSU Harapan Bunda, RSU Malahayati, RSU Permata Hati dan Rumah Sakit Bulan Sabit Merah. Tingkat hunian pada rumah sakit swasta Banda Aceh saat ini, khususnya pada ruang VIP selalu dalam keadaan penuh, sehingga pasien sering kali harus menunggu untuk dapat dirawat di ruang VIP. Berdasarkan hasil survey pendahuluan (April, 2008) di Rumah Sakit Tgk. Fakinah yang merupakan salah satu rumah sakit swasta di Kota Banda Aceh yang terdekat dengan RSUM, dalam tahun 2007 dari jumlah pasien yang dirawat sebanyak 5738 orang dijumpai 4738 orang atau 76,4 % menggunakan fasilitas VIP dan ini membuktikan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama untuk kelas VIP cukup tinggi.

Banyak pasien yang berasal dari Kota Banda Aceh berobat ke luar wilayah Banda Aceh seperti Medan, Jakarta bahkan ke luar negeri seperti Malaysia. Pada tahun 2007 penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Banda Aceh per hari rata-rata sebanyak 50 pemohon dengan tujuan ke Malaysia, Mayoritas untuk berobat. Dapat diestimasikan sekitar 1800 paspor yang diterbitkan pada tahun 2007. Sedangkan pada akhir tahun 2007 hingga 2008 sampai bulan Mei jumlah masyarakat Aceh yang ke Malaysia 11.237 orang (Kantor Imigrasi Banda Aceh, 2007; Air Asia, 2008).

Tingkat kepadatan penduduk Kota Banda Aceh yang merupakan ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam cukup tinggi yaitu 3.501,47/km2. Penghasilan perkapita penduduk Kota Banda Aceh tahun 2007 adalah Rp. 3.082.690, rata-rata pekerjaan penduduk adalah PNS dan Swasta (Badan Statistik Banda Aceh, 2007; Profil Dinkes Nanggroe Aceh Darussalam, 2007).


(25)

Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan ruang rawat inap suatu rumah sakit, seperti ruang perawatan VIP, membutuhkan kajian faktor eksternal dan internal rumah sakit. Selaras pendapat para ahli yang telah diuraikan di atas, dan kondisi RSUM yang akan mengembangkan ruang perawatan VIP, maka sangat penting dilakukan analisis faktor internal RSUM (kajian kekuatan dan kelemahan), yang meliputi kondisi: Ketenagaan, Keuangan, Standar kerja, Pola Kunjungan Pasien, dan Struktur Organisasi. Selanjutnya penting dilakukan kajian Faktor eksternal RSUM (kajian peluang dan ancaman), yang meliputi kondisi: Demografi, Sosio Ekonomi, Morbiditas dan Mortalitas Penyakit, Pola Pencarian Pelayanan Kesehatan, Kebijakan dan Peraturan, serta Geografi/Lokasi.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi (kekuatan dan kelemahan), yaitu: faktor internal RSUM, meliputi kondisi: ketenagaan, keuangan, standar kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi dan kondisi (peluang dan ancaman), yaitu: faktor eksternal RSUM, meliputi kondisi: demografi, sosio ekonomi, morbiditas dan mortalitas penyakit, pola pencarian pelayanan kesehatan, kebijakan dan peraturan, geografi/lokasi.

2. Bagaimana penilaian investasi yang dapat menjadi landasan pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM.


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah, sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menganalisis kondisi (kekuatan dan kelemahan) faktor internal RSUM (meliputi kondisi: tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi); dan kondisi (peluang dan ancaman) faktor eksternal RSUM (meliputi kondisi: morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan, geografi/lokasi).

2. Melakukan analisis investasi dalam pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM tahun 2007-2008 .

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. RSU Meuraxa, dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk pengambilan kebijakan pengembangan RSUM termasuk di dalamnya pengembangan ruang rawat inap VIP.

b. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan Ilmu Administrasi Rumah Sakit, khususnya di bidang keuangan dan strategi pengembangan rumah sakit.

c. Bagi peneliti memperoleh pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keahlian khusus mengenai analisis kelayakan yang nantinya dapat digunakan dan dikembangkan bila bekerja di rumah sakit.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Pengembangan Rumah Sakit

Rumah sakit (RS) adalah suatu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, cedera dan melahirkan (Permenkes No. 1045/Menkes/Per/XI/2006).

Rumah sakit menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia adalah suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat (Iskandar, 1998).

Menurut American Hospital Association dalam Aditama (2003) menyatakan rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapetik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.

Rumah sakit umum pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik Pusat, Daerah, Departemen Pertahanan dan Keamanan maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum daerah adalah rumah sakit umum milik pemerintah provinsi, kabupaten/kota yang berlokasi di daerah provinsi, kabupaten dan kota (Departemen Dalam Negeri, 2002).


(28)

Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis minimal 4 spesialistik dasar yaitu penyakit dalam, kesehatan anak, bedah dan obstetri-ginekologi dan ditambah dengan penunjang medik, yaitu: radiologi, anestesi/kamar operasi/ICU, laboratorium, gizi/ dapur, farmasi, IPSRS dan laundry (Depkes, 1992; dan Depkes, 1994).

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri (2002) bahwa rumah sakit daerah mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan yaitu: upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Rumah sakit umum daerah mempunyai fungsi sebagai berikut: (a) Penyelenggaraan pelayanan medis; (b) Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis; (c) Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan; (d) Penyelenggaraan pelayanan upaya rujukan; (e) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; (f) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; (g) Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan (Qanun Walikota Banda Aceh, 2006).

Menurut Permenkes No. 1045/Menkes/Per/XI/2006 bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C terdiri dari 1 Bagian dan paling banyak 2 Bidang, Bagian terdiri paling banyak 3 Sub bagian dan masing-masing Bidang terdiri dari paling banyak 3 Seksi.

Menurut Qanun Walikota Banda Aceh (2006), susunan organisasi RSUM Banda Aceh terdiri dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3) Bidang pelayanan; (4) Bidang keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran; (6) Bidang pendidikan dan pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang; (8) Kelompok jabatan fungsional.


(29)

Menurut Departemen Kesehatan (1998), Ruang rawat inap adalah ruang untuk perawatan pasien yang harus dirawat lebih dari 24 jam dan memerlukan suatu perawatan kesehatan yang intensif baik dalam hal pengobatan, pelayanan, yang sesuai dengan kondisi pasien dengan mempergunakan prasarana dan sarana dari rumah sakit. Ruang rawat inap rumah sakit dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas antara lain: (a) Ruang VIP; (b) Ruang kelas I fasilitas 2 orang, luas kamar kelas I adalah ± 15 m2/tempat tidur, (c) Ruang kelas II fasilitas 3 orang, luas kamar kelas II adalah ± 10 m2/tempat tidur, (d) Ruang kelas III fasilitas 6 sampai dengan 8 orang, luas kamar adalah ± 8 m2/tempat tidur.

Berdasarkan lampiran surat keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI No. 0159/Yan.Med/Keu/1987, pembagian jumlah tempat tidur dan kelas perawatan di rumah sakit, maka dari semua tempat tidur didistribusikan lebih dulu untuk ruang ICU/ICCU, Neonatus Intensive CareUnit (NICU), Perinatologi, Ruang Rawat Intensif di UGD dan Unit Detoksifikasi (High Care Unit), dan selebihnya dibagi untuk ruang perawatan kelas utama, kelas I, kelas II, dan kelas III. Adapun standar luas ruang perawatan, yaitu : (a) Luas kamar VIP ± 21.5 m2/tempat tidur; (b) Luas kamar kelas I ± 15 m2/tempat tidur; (c) Luas kamar kelas II ± 10 m2/tempat tidur; (d) Luas kamar kelas III ± 8 m2/tempat tidur.

Pada suatu rumah sakit dalam merencanakan Unit rawat inap VIP perlu ditetapkan dahulu prinsip dalam perencanaan instalasi rawat inap VIP. Pada perawatan terpadu (integrated care) untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang adapun standar luas ruangan adalah: ruang VIP terletak dalam satu blok, jendela


(30)

kamar berorientasi kepandangan luar yang lapang atau ke arah taman dengan jumlah pasien 1 orang, dengan fasilitas KM/WC di dalam. Luas kamar VIP adalah ± 21,5 m2/tempat tidur (Depkes, 1998).

Menurut Jawes dalam Handajani (2002) menyatakan penggunaan ruang rawat inap di Amerika dengan tipe 1 tempat tidur dengan satu toilet, untuk pasien adalah 18 m2, dan untuk perawat 5 m2, untuk selasar atau koridor 7 m2, dan total kebutuhan ruang rawat inap VIP = 30 m2 per tempat tidur. Loebis dkk (2001) mengatakan Luas kamar untuk 1 orang adalah berukuran 10,00 – 15,00 untuk ruang deluxe dapat dibuat lebih besar, dilengkapi dengan lemari dan perabot seperti televisi, AC, gorden, vas bunga dan kamar mandi.

Ruang VIP perlu dirancang agar mencerminkan suatu gambaran yang baik dari rumah sakit dan pengguna fasilitas VIP dapat merasakan kenyamanan. Ruang VIP dilengkapi dengan permadani, penempatan dari tempat duduk yang ditata untuk pengunjung VIP, tumbuhan hidup, ruang tunggu harus diatur dengan menarik. Ruangan pasien yang dianjurkan adalah ukuran minimum kamar-satu bed pasien tidak kurang dari 11,61 m2, (125 feet2) dengan lebar minimal 3,81 meter. Banyak rumah sakit yang memiliki ruangan VIP cukup luas sehingga dapat menampung 2 tempat tidur; dan kondisi ini juga memberikan keluwesan terhadap penambahan kapasitas tempat tidur mendatang (Kunders, 2004).

Menurut Supriantoro dalam Yudiastuti (2002) menyatakan bahwa rumah sakit

merupakan salah satu bentuk perusahaan yang sangat kompleks, baik ditinjau dari aspek organisasi, tekhnologi maupun SDM rumah sakit pun dari waktu ke waktu


(31)

selalu dihadapkan pada lingkungan usaha yang berubah. Perubahan lingkungan usaha rumah sakit di Indonesia, saat ini dihadapkan pada beberapa kondisi antara lain: (1) Tantangan pasar global yang berdampak pada makin beratnya tingkat kompetisi dalam fasilitas maupun kualitas pelayanan; (2) Krisis multidimensional yang berdampak semakin tingginya tingkat pembiayaan baik untuk operasional maupun investasi dan perubahan pada perilaku konsumen; (3) Perkembangan tekhnologi industri kesehatan yang mengalami kemajuan pesat.

Menurut Siagian (1995); Loebis dkk (2001) mengatakan bahwa rumah sakit adalah fungsi yang selalu berubah dan berkembang, karena tingkat kebutuhan dan kapasitas yang berubah, berkembangnya cara-cara dan alat-alat pengobatan baru, perubahan cara hidup masyarakat, jenis penyakit yang diderita juga berubah. Tuntutan berbagai pihak yang berkepentingan, mengharuskan para manajer dalam dunia bisnis untuk selalu terlibat dalam perubahan. Instrumen ilmiah untuk mewujudkan perubahan tersebut dikenal dengan pengembangan organisasi, yaitu suatu disiplin ilmu baru yang sangat banyak kaitannya dengan masalah-masalah perilaku organisasi.

Perubahan adalah transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan yang

diharapkan di masa yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Pada hakikatnya kehidupan manusia maupun organisasi diliputi oleh perubahan secara berkelanjutan. Di satu sisi karena adanya faktor eksternal yang mendorong terjadinya perubahan, di sisi lainnya justru dirasakan sebagai suatu kebutuhan internal (Wibowo, 2005).


(32)

Menurut Hussey dalam Wibowo (2005) faktor yang menjadi pendorong bagi

kebutuhan akan perubahan, yaitu (a) Perubahan teknologi terus meningkat, (b) Persaingan semakin intensif dan menjadi lebih global, yang menekankan pada pencapaian standar kualitas; (c) Pelanggan semakin banyak tuntutan, yang mengarah pada mutu produk; (d) Profil demografis negara berubah, yang berpengaruh terhadap pola kebutuhan masyarakat.

Robbins (2005) juga mengungkapkan ada 6 faktor yang merupakan kekuatan untuk perubahan, yaitu: sifat tenaga kerja, teknologi, kondisi ekonomi, persaingan, kecendrungan sosial, dan politik. Selanjutnya, menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2005) menjelaskan bahawa kebutuhan akan perubahan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu external forces (kekuatan eksternal) berasal dari luar organisasi dan

internal forces (kekuatan internal) bersumber dari dalam organisasi. Kekuatan

Eksternal meliputi karakteristik demografis (umur pendidikan, tingkat ketrampilan, gender, migrasi, dan lain-lain), kemajuan teknologi, perubahan pasar, tekanan sosial dan politik. Kekuatan internal, meliputi problem/prospek SDM, dan perilaku serta keputusan manajerial. Beberapa faktor yang merupakan kekuatan di belakang kebutuhan perubahan terencana, yaitu: perubahan dalam produk atau jasa, ukuran dan struktur organisasi, sistem organisasi, dan introduksi teknologi baru.

Menurut Kunder (2004), untuk melakukan perubahan rumah sakit perlu dilakukan kajian perencanaan yang dapat membantu lembaga atau badan pengelolanya. Rencana Induk (jangka panjang) rumah sakit mencakup bidang studi/ analisis: (1) Kependudukan dari daerah yang dilayani; (2) Sosial ekonomi


(33)

dan karakteristik perawatan kesehatan; (3) Studi kebutuhan akan perawatan kesehatan;

(4) Kekuatan dan kelemahan organisasi dan kompetensi utamanya; (5) Rencana organisasional; (6) Ukuran dan fasilitas fisik termasuk bangunan dan keterbatasan lahan; dan (7) Kelayakan finansial.

Menurut Umar (2005) mengatakan secara umum aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi: (a) Aspek pasar dan aspek pemasaran, tergantung besar kecil bisnis yang akan dilakukan, umumnya hasil studi kelayakan untuk aspek pemasaran akan memberikan informasi antara lain: bagaimana segmentasi, target dan posisi produk ditetapkan, strategi bersaing, perkiraan penjualan yang bisa dicapai dan market share yang bisa dikuasai; (b) Aspek teknik dan teknologi, meliputi strategi perencanaan dan kualitasnya juga tata letak ruangannya; (c) Aspek manajemen, menyangkut perencanaan dan pengorganisasian seperti rincian pekerjaan yang akan dikerjakan dan pembagian beban kerja dan pembentukan struktur organisasi; (d) Aspek Sumber Daya Manusia, seperti berapa jumlah karyawan yang dibutuhkan, penentuan deskripsi pekerjaan yang jelas, pelatihan dan pengembangan; (e) Aspek keuangan, meliputi penentuan kebutuhan akan dana serta sumbernya, menentukan policy aliran kas, penilaian rencana bisnis terhadap prakiraan pemasukan dan pengeluaran dana investasi dengan metode

Profitability Index (PI), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP) dan Break Event Point (BEP); (f) Aspek ekonomi, sosial dan


(34)

bisnis, kondisi sosial akan saling mempengaruhi rencana bisnis; (g) Aspek lingkungan industri, meliputi: situasi dan kondisi ancaman masuk bagi usaha yang akan dijalankan perlu diketahui kekuatan dan kelemahannya, situasi persaingan bisnis perlu diketahui untuk menentukan kekuatan, kekuatan tawar menawar pengguna jasa dalam mempengaruhi harga produk yang akan ditawarkan; (h) Aspek yuridis yaitu berpedoman pada peraturan-peraturan yang berlaku; dan (i) Aspek lingkungan hidup yaitu menyangkut dengan proses pengelolaan dampak lingkungan dilaksanakan.

Supriono (1998) menyebutkan banyak faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perusahaan/organisasi, yaitu: ekonomi, politik (termasuk pemerintah dan aturan-aturannya), pasar dan persaingan, teknologi, sosial, geografi. Dalam mencapai suatu keberhasilan suatu kegiatan maka perusahaan/organisasi menghadapi tantangan-tantangan lingkungan, mereka harus melaksanakan analisis dan diagnosis lingkungan secara efektif.

Nitisemito dan Burhan (2004), secara konsepsional pola pikir dalam suatu studi kelayakan dicerminkan oleh struktur variabel. Struktur variabel yang mempengaruhi suatu studi kelayakan adalah: (1) Pasar, yang harus diperhatikan antara lain: mutu/kualitas, brand loyalitas atau kefanatikan merek para konsumen, struktur pasar meliputi kekuatan daya saing, organisasi pemasaran, promosi penjualan dan harga; (2) Finansial/keuangan, dukungan modal yang cukup; (3) Pelaksanaan fungsi manajemen yang profesional; (4) Teknis, pemanfaatan teknologi dan jumlah serta mutu SDM; (5) Faktor Lingkungan, meliputi sistem nilai masyarakat, perundang-undangan dan sistem birokrasi; (6) Sosio-politik; dan (7) Aspek yuridis.


(35)

Kasmir dan Jakfar (2007) mengatakan ada beberapa aspek yang perlu dilakukan studi kelayakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Secara umum prioritas aspek-aspek yang diperlukan dilakukan studi kelayakan adalah sebagai berikut: (1) Aspek hukum, masalah kelengkapan dan keabsahan dokumen perusahaan, bentuk badan usaha, izin yang dimiliki; (2) Aspek pasar dan pemasaran, potensi pasar yang ada untuk produk yang ditawarkan, bagaimana strategi pemasaran yang dijalankan, untuk menangkap peluang pasar yang ada; (3) Aspek keuangan, biaya apa saja yang dikeluarkan dan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan, juga seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek ini dijalankan, seberapa lama investasi yang ditanamkan akan kembali; (4) Aspek teknis/operasi, mengenai lokasi usaha; (5) Aspek manajemen/organisasi, para pengelola usaha dan struktur organisasi yang ada; (6) Aspek ekonomi sosial; (7) Aspek dampak lingkungan.

Menurut Neuman dalam Handajani (2003) mengatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi pengembangan rumah sakit adalah Faktor Internal dan Eksternal. Faktor eksternal meliputi: demografi, epidemilogi, sosio ekonomi, permintaan kelayakan, trend pelayanan kesehatan, dan perkembangan alat, kemampuan pembiayaan. Masyarakat cukup puas apabila kebutuhan (need) dalam pelayanan kesehatan diperoleh. Faktor internal meliputi: analisis mutu pelayanan, karakteristik tenaga medis dan perawat, pasien, keadaan keuangan, efisiensi biaya, organisasi, peningkatan produktifitas, penggunaan pelayanan dan fasilitas.


(36)

Rangkuti (2006), analisis lingkungan internal dan lingkungan ektsernal merupakan landasan kritis dalam pengembangan ruang perawatan VIP. Metode analisis yang dapat digunakan antara lain adalah analisis SWOT, yaitu kajian tentang faktor strengths atau kekuatan internal, weakneasses atau kelemahan internal,

opportunitie atau peluang eksternal, threats atau ancaman eksternal. Analisis SWOT

atau analisis situasi adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunitie), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakneasses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan rumah sakit.

Nitisemito dan Burhan (2004) mengatakan pihak yang berkepentingan dalam pembuatan studi kelayakan adalah: (a) Pengusaha: dengan adanya studi kelayakan pengusaha akan mengetahui apakah gagasan usahanya layak untuk dilaksanakan atau tidak sehingga dapat terhindar dari kerugian yang ditimbulkan oleh

kegagalan usaha. (b) Kreditor: bila dari segi studi kelayakan suatu proyek dinyatakan layak untuk dilaksanakan maka dapat meyakinkan pihak kreditor khususnya perbankan untuk memberikan kredit. (c) Penanam modal (Investor): calon investorpun mempunyai kepentingan atas studi kelayakan yaitu untuk


(37)

mengambil keputusan, apakah akan menanamkan modalnya atau tidak. d) Masyarakat/pemerintah: kepentingan studi kelayakan suatu proyek menyangkut eksternal lities yakni efek atau dampak positif dan negatif yang ditimbulkan.

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa sangat penting dilakukan kajian faktor internal dan eksternal rumah sakit sebagai dasar pengambilan keputusan dalam pengembangan rumah sakit, khususnya pengembangan ruang rawat inap.

2.2. Studi Kelayakan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP Rumah Sakit Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan pada Sub Bab 2.1; dapat diketahui bahwa dalam rangka pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit diperlukan studi kelayakan atau studi pendahuluan, dengan fokusnya adalah mengkaji tentang faktor internal dan faktor eksternal rumah sakit.

Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajakan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan (Nitisemito dan Burhan, 2004).

2.2.1. Studi Kelayakan Faktor Internal Rumah Sakit

Studi kelayakan untuk pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit, membutuhkan kajian faktor internal rumah sakit untuk menetapkan faktor kekuatan dan kelemahan, serta merumuskan solusi dari permasalahan yang terjadi. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan pada Sub Bab 2.1;


(38)

dapat ditetapkan aspek yang perlu dikaji dari faktor internal rumah sakit, meliputi: (1) Ketenagaan,

(2) Keuangan, (3) Standar kerja, (4) Pola kunjungan pasien, dan (5) Struktur organisasi.

Menurut Wijono (1999), untuk menentukan jumlah ketenagaan minimum bagi rumah sakit kelas C dapat digunakan angka standar perbandingan antara jumlah tempat tidur yang ada dan jumlah ketenagaan yang diperlukan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur Rumah Sakit Tipe C

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. 262/MEN.KES/Per/VII/1979.

N

o

Jenis Tenaga

Jumlah Tempat Tidur (Unit)

Jumlah Tenaga (Orang)

1 Tenaga Medis 9 1

2 Tenaga Paramedis Perawatan 1 1

3 Tenaga Paramedis Non Perawatan 5 1

4 Non Medis 4 3

Standarisasi tenaga rumah sakit umum kelas C dengan 100 tempat tidur adalah 174 orang dengan perincian sebagai berikut: (1) Dokter umum 2 orang, (2) Dokter gigi 3 orang, (3) Dokter ahli bedah, obgin, penyakit dalam dan kesehatan anak masing-masing 1 orang, (4) Apoteker 1 orang, (5) Penata rawat 5, (6) Perawat 30, (7) Pembantu perawat 90, (8) Bidan 6, (9) Penata rontgen 2, (10) Penata teknik rontgen, (11) Penata gizi, (12) Pengatur gizi dan penata anestesi masing-masing 1, (13) Asisten apoteker 2, (14) Penata analis 2, (15) Penata fisioterapi dan perawat gigi masing-masing 1, (16) Statistisian tenaga terlatih, pengatur teknik dan house keeping


(39)

(SKKA) masing-masing 2, (17) Sanitarian (SPPH) 1, (18) Sopir 4, (19) Planning dan

research dan development 1, (24) Pengawasan 1, (25) Keuangan dan administrasi

masing-masing 5 orang (Wijono, 1999).

Analisis keuangan sangat penting dilakukan dalam upaya pengembangan ruang rawat inap rumah sakit. Dalam aspek keuangan yang harus dilihat adalah: biaya apa saja yang dikeluarkan dan seberapa besar biaya yang akan dikeluarkan, juga seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek ini dijalankan, berapa lama investasi yang ditanamkan akan kembali. Untuk menentukan layak tidaknya suatu investasi ditinjau dari aspek keuangan perlu dilakukan, dapat diukur dengan beberapa kriteria, yang dijalankan tergantung dari kebutuhan masing-masing perusahaan dan metode mana yang akan digunakan. Kriteria untuk mengukur suatu rencana investasi, yaitu: (1) Net Present Value (NPV); (2) Internal Rate of Return (IRR); (3) Profitability Index (PI); (4) Payback Period (PP); (5) Accounting Rate of Return (ARR). Namun yang akan dibahas lebih mendalam hanya PP, NVP dan IRR. Setiap usulan pengeluaran modal (capital expenditure) selalu mengandung dua macam aliran kas (cash flow) yaitu: (a) Aliran kas keluar neto (net outflow of cash) yaitu yang diperlukan dalam investasi baru; (b) Aliran kas masuk netto tahunan (net annual

inflow of cash), yaitu hasil dari investasi baru sering disebut net cash proceeds atau

cukup dengan istilah proceeds (Kasmir dan Jakfar, 2007).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), Penilaian investasi berdasarkan pendapatan bersih dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti: (a) Metode


(40)

yang ditanamkan dalam proyek dapat kembali. Untuk menghitung pengembalian biaya investasi, dapat digunakan 2 macam model perhitungan, sebagai berikut:


(41)

a. Apabila kas bersih setiap tahun sama: PP = Tahun Bersih Kas Investasi

/ x 1 Tahun

b. Apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka PP dapat dicari sebagai berikut: Investasi dikurangi kas bersih tahun pertama, kemudian hasilnya dikurangi kas bersih tahun kedua, dan seterusnya sampai sisanya tidak dapat dikurangi lagi. Selanjutnya sisa kas bersih tersebut dibagi dengan kas bersih tahun berikutnya lalu dikalikan dengan 1 tahun.

Semakin pendek waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi, rencana investasi tersebut semakin menguntungkan atau semakin kecil waktu

payback period, proyek tersebut semakin baik; (b) Metode Net Present Value atau

nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi.

NPV = n

r n Bersih Kas r Bersih Kas r Bersih Kas ) 1 ( ... ) 1 ( 2 ) 1 ( 1

2 + + +

+ +

+ - Investasi

NPV positif, maka investasi diterima; dan jika NPV negatif, sebaiknya investasi ditolak

c. Internal Rate of Return, IRR adalah alat untuk mengukur tingkat pengembalian

hasil intern. Ada dua cara yang digunakan untuk mencari IRR. Cara pertama dengan menggunakan rumus:

IRR = i1 +

2 1 1 NPV NPV NPV


(42)

Keterangan:

i1 = Tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1) i2 = Tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2) NPV1 = Net Present value 1

NPV2 = Net Present value 2

Cara kedua dengan menggunakan rumus:

IRR = P1 – C1 x

1 2 1 2 C C P P − − Di mana:

P1 = Tingkat Bunga I P2 = Tingkat Bunga 2 C1 = NPV1

C2 = NPV2

Kesimpulan: (1) Jika IRR lebih besar (>) dari bunga pinjaman, maka diterima; dan (2) Jika IRR lebih kecil (<) dari bunga pinjaman, maka ditolak.

Analisis investasi diperlukan guna pengambilan keputusan investasi yang paling tepat dan sesuai serta menguntungkan bagi rumah sakit. Pengambilan keputusan investasi lebih dikenal dengan istilah Capital Budgeting atau pengambilan keputusan untuk alokasi modal (Rangkuti, 2006).

Menurut Keputusan Menteri kesehatan RI No. 582/MENKES/SK/VI/1997 bahwa pola tarif adalah pedoman dasar dalam pengaturan dan perhitungan besaran tarif rumah sakit. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan di rumah sakit, yang dibebankan kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya. Tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar unit

cost dengan memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, rumah sakit setempat


(43)

utama ditetapkan oleh direktur rumah sakit setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor wilayah Departemen Kesehatan Provinsi setempat.

Tarif tidak hanya digunakan sebagai indikator biaya yang harus dibayar oleh pembeli, tetapi juga merupakan suatu tanda dari kualitas produk. Untuk banyak pembeli, aspek penting dari tarif konotasi dari kualitas. Tarif yang terbaik adalah tahu biaya yang dikeluarkan, tahu kemampuan masyarakat membayar, tahu tarif dari Rumah sakit yang lain. Secara teoritis tarif harus memperhatikan: biaya, perilaku pesaing, kemampuan pasien (Sabarguna, 2003).

Kajian tentang Peralatan, sarana dan prasarana medis dan non medis, perlu dilakukan dalam pengembangan ruangan perawatan rumah sakit di samping kajian tentang biaya. Departemen Kesehatan (2007), menetapkan peralatan baik medis maupun non medis, sarana dan prasarana yang menunjang fungsi rumah sakit harus memenuhi persyaratan sesuai dengan standar yang berlaku, untuk menjadi pedoman teknis sarana, prasarana dan peralatan kesehatan rumah sakit kelas C, yang digunakan dalam proses perencanaan pengembangan rumah sakit.

Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit, antara lain adalah: pergantian peralatan medik yang lama dengan teknologi yang lebih baru,

perluasan perlengkapan modal yang sudah ada misalnya penambahan kapasitas dengan menambah ruangan bangsal, perluasan atau penambahan produk baru dengan pembelian mesin atau peralatan baru yang belum pernah dimiliki, sewa peralatan baru


(44)

dan pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang lebih baik keadaan keuangannya (Trisnantoro, 2005).

Menurut Departemen Kesehatan (1992), Data Sarana dan Prasarana, yaitu: jumlah rumah sakit, rata-rata puskesmas non tempat tidur dan tempat tidur dengan rumah sakit, jumlah tempat tidur. Untuk melakukan perhitungan kebutuhan jumlah tempat tidur dapat dirumuskan sebagai berikut, dapat digunakan rumus dari Griffith (1987), yaitu:

KT =

365

x TH

P x H x R

Di mana:

KT = Kebutuhan tempat tidur

R = Jumlah penderita dirawat/1000 penduduk H = Rata-rata lama hari rawat penderita (ALOS) P = Jumlah penduduk

TH = Tingkat hunian tempat tidur (BOR)

Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan angka-angka R, H, P dan TH, angka kebutuhan tempat tidur ini hasil perhitungan proyeksi 5 tahun kedepan, untuk selanjut ditentukan rencana investasi.

Menurut Wiyono (1999) yang mengutip ketentuan Departemen Kesehatan, standar pelayanan rumah sakit, berisi kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit, sesuai Surat Keputusan No. 436/Menkes/SK/VI/1993. Setiap jenis pelayanan memuat sebagian atau keseluruhan standar, yaitu: standar falsafah dan tujuan,


(45)

administrasi dan manajemen, staf dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan staf dan program pendidikan, serta evaluasi dan pengendalian mutu.

Data penampilan kerja rumah sakit per tahun yang mencakup data penderita rawat jalan yaitu data kunjungan pasien ke rawat jalan atau poliklinik, data kunjungan pasien ke instalasi gawat darurat (IGD), data kunjungan pasien yang masuk ke rawat inap dan jumlah hari rawat, BOR/pemanfaatan tempat tidur yang dipergunakan untuk melihat berapa banyak tempat tidur di rumah sakit yang digunakan pasien dalam jangka waktu tertentu nilai ideal BOR adalah 60 – 85 %, LOS/lama rata-rata hari rawat pasien nilai ideal LOS adalah 6 – 9 hari; sebagai bagian dari upaya pengembangan ruang rawat inap rumah sakit (Departemen Kesehatan, 1992).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), struktur organisasi menggambarkan tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap bagian atau unit organisasi, sehingga akan mempermudah dalam melakukan pengendalian, pendelegasian/pembagian tugas dan wewenang dalam organisasi.

Menurut Qanun Walikota Banda Aceh (2006), Susunan Organisasi RSUM Banda Aceh terdiri dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3) Bidang pelayanan; (4) Bidang keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran; (6) Bidang pendidikan dan pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang; (8) Kelompok jabatan fungsional. Rincian tugas dan fungsi sesuai struktur organisasi.


(46)

2.2.2. Studi Kelayakan Faktor Eksternal Rumah Sakit

Kajian faktor eksternal rumah sakit merupakan komponen dari studi kelayakan untuk pengembangan ruang perawatan rumah sakit. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan pada Sub Bab 2.1, dapat diketahui berbagai faktor eksternal rumah sakit yang perlu dikaji sebagai faktor ancaman dan peluang dalam pengembangan ruangan rawat inap di rumah sakit, diantaranya, adalah faktor morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan, kebijakan dan peraturan, lokasi, dan geografi.

Perlu dilakukan pengkajian morbiditas dan mortalitas penyakit sebagai salah satu pertimbangan eksternal pengembangan ruang rawat inap rumah sakit. Data morbiditas dan mortalitas mencakup angka kesakitan dan kematian per tahun di rumah sakit yaitu: angka kesakitan 10 penyakit utama rawat jalan, angka kesakitan 10 penyakit utama rawat inap, angka kesakitan 10 penyakit utama penderita gawat darurat, angka kematian kotor dan angka kematian bersih di rumah sakit (Departemen Kesehatan, 1992).

Faktor demografi merupakan salah satu faktor eksternal rumah sakit yang harus dianalisis sebagai komponen pengembangan rumah sakit. Departemen Kesehatan (1992), menetapkan bahwa data demografi yang harus dipahami untuk pengembangan fasilitas kesehatran, seperti rumah sakit, yaitu: luas wilayah, jumlah


(47)

penduduk, angka kepadatan penduduk, distribusi penduduk menurut umur, jenis kelamin, perkawinan, dan lainnya yang berkaitan dengan kependudukan.

Faktor sosio ekonomi perlu dikaji dalam upaya pengembangan rumah sakit. Komponen penting yang perlu dikaji dari aspek sosio ekonomi, meliputi: tingkat pendidikan, variasi pekerjaan, pendapatan per kapita dari penduduk yang akan dikembangkan dan kecenderungan pertumbuhan untuk memperkirakan

kemampuan biaya kesehatan (Departemen Kesehatan, 1992).

Menurut Trisnantoro (2005), faktor sosio ekonomi masyarakat erat kaitannya dengan pola pencarian pelayanan kesehatan. Dalam analisis faktor eksternal, mengetahui kemampuan masyarakat membayar pelayanan kesehatan dilakukan melalui analisis demand (permintaan). Rumah sakit harus memperhatikan keadaan masyarakat, tingkat ekonomi atau penghasilan masyarakat, berpengaruh akan permintaan pelayanan kesehatan, terutama terhadap pelayanan bermutu dan tidak harus menunggu lama (antrian); dan kondisi ini menjadi peluang untuk meningkatkan pendapatan, sekaligus menjadi ancaman bagi rumah sakit pemerintah dengan adanya rumah sakit swasta yang menyediakan pelayanan yang lebih baik.

Pengkajian pola pencarian pelayanan kesehatan atau kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan di rumah sakit pemerintah dan swasta, dukun, dan rumah sakit di luar negeri, juga perlu dilakukan dalam pengembangan ruang rawat inap VIP di rumah sakit; selaras kondisi sosio ekonomi dan perkembangan morbiditas dan mortalitas (Trisnantoro, 2005).


(48)

Rancangan Qanun Kota Banda Aceh (2007), Pasal 26, mengatur tentang pelayanan kesehatan, yaitu: pemanfaatan atau pengembangan ruang untuk pelayanan kesehatan, dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan penduduk dan juga wajib memperhatikan aspek aksesibilitas masyarakat, suasana aman, nyaman dan sejuk dengan mengedepankan penetapan dan penataan ruang yang tertib dan teratur.

Depkes (2007), dalam pengembangan ruang rawat di rumah sakit juga perlu memperhatikan kondisi geografi atau lokasi setempat yang sesuai dengan standar persyaratan, yang meliputi:

1. Letak yang strategis yaitu letak geografi rumah sakit harus mempunyai lokasi yang mudah di jangkau oleh masyarakat, dari pencemaran, banjir dan tidak berdekatan dengan rel kereta api, tempat bongkar muat barang, tempat bermain anak, pabrik industri dan limbah pabrik (tidak tercemar oleh lingkungan luar rumah sakit) dan jauh dari kebisingan, tidak boleh berada satu gedung/satu halaman dengan pasar, toko, supermarket, hotel, bioskop dan sebagainya (lokasi rumah sakit harus sesuai dengan tata kota); dan tersedianya lahan parkir yang memadai, dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitarnya.

2. Tersedianya infrastruktur dan fasilitas dengan mudah (instalasi air bersih, instalasi listrik, instalasi air kotoran, instalasi komunikasi, dan lain-lain).

3. Semua area rumah sakit harus mempunyai pencahayaan yang cukup untuk mendukung kenyamanan dan penyembuhan pasien. Unit rawat inap harus berlokasi di daerah yang tenang, aman dan nyaman (Depkes RI, 2007).


(49)

Kasmir dan Jakfar (2007) menjelaskan tujuan utama dilakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran atau resiko kerugian investasi yang menggunakan dana relatif besar. Sedangkan Departemen Kesehatan (1992), mengatakan tujuan suatu studi kelayakan adalah: (a) Untuk mendapatkan proyeksi kebutuhan (need) dan permintaan (demand) terhadap jumlah dan jenis pelayanan medik di rumah sakit untuk jangka waktu tertentu; (b) Untuk mendapatkan proyeksi kebutuhan akan jumlah dan jenis sarana/fasilitas dan peralatan, tenaga dan dana yang diperlukan untuk jangka waktu tertentu; (c) Untuk mendapatkan proyeksi secara umum kemampuan pembiayaan yang ada untuk melaksanakan rencana pengembangan.

Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui kondisi kekuatan dan kelemahan (faktor internal) dan kondisi peluang dan ancaman (faktor eksternal) rumah sakit sebagai aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan pengembangan rumah sakit, khususnya pengembangan ruang rawat inap VIP RSUM tahun 2008.

2.3. Landasan Teori

Berdasarkan pendapat para ahli (seperti Kreitner, dkk dalam wibowo, 2005; Kunder, 2004; Suratman, 2002; Nitisemito dan Burhan, 2004; Supriono, 1998; Kasmir dan Jakfar, 2007) dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit, diperlukan studi kelayakan dengan fokusnya adalah mengkaji tentang faktor internal dan faktor eksternal rumah sakit. Kajian faktor internal (menetapkan kekuatan dan kelemahan) rumah sakit, meliputi faktor:


(50)

(1) Ketenagaan, (2) Keuangan, (3) Peralatan, (4) Standar kerja, (5) Pola kunjungan pasien, dan (6) Struktur organisasi; yang ditujukan untuk merumuskan solusi dari permasalahan yang terjadi.

Kajian tenaga kesehatan menggunakan standar ketenagaan minimum bagi rumah sakit kelas C; dengan membandingkan jumlah tempat tidur dan tenaga, sesuai keputusan Departemen Kesehatan. Adapun pengukuran kebutuhan jumlah tempat tidur digunakan rumus Griffith (1987), yaitu:

KT =

365

x TH

P X H x R

Menghitung penggunaan dana investasi pengembangan ruang rawat inap rumah sakit, digunakan pendapat Kasmir dan Jakfar (2007), untuk mengukur rencana investasi, yaitu: (1) Net Present Value atau NPV; (2) Internal Rate of Return atau IRR; (3) Profitability Index atau PI; (4) Payback Period atau PP; (5) Accounting

Rate of Return atau ARR. Namun yang akan dibahas lebih mendalam hanya PP, NVP

dan IRR.

Analisis prosedur kerja dilakukan dengan berpedoman pada surat keputusan Menteri Kesehatan No. 436/Menkes/SK/VI/1999, yang menetapkan indikator setiap jenis pelayanan harus memuat sebagian atau keseluruhan standar, yaitu: (1) Standar falsafah dan tujuan, (2) Administrasi dan manajemen, (3) Staf dan pimpinan, (4) Fasilitas dan peralatan, (5) Kebijakan dan prosedur, (6) Pengembangan staf dan Program pendidikan, dan (7) Evaluasi dan pengendalian mutu.


(51)

Kajian tentang penampilan kerja rumah sakit, khususnya pemanfaatan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) dan lama rata-rata hari rawat pasien atau

Lenght of Stay (LOS) per tahun, yang mencakup penderita rawat jalan, kunjungan

pasien ke IGD, data rawat inap serta hari rawat, menggunakan stadar Depkes (1992), yaitu: nilai ideal BOR = 60 – 85 %, dan nilai ideal LOS = 6 – 9 hari.

Kajian tentang struktur organisasi difokuskan pada ketentuan Qanun Walikota Banda Aceh (2006), yang menetapkan struktur organisasi RSUM Banda Aceh terdiri dari: (1) Direktur; (2) Sekretariat dan administrasi; (3) Bidang pelayanan; (4) Bidang keperawatan; (5) Bidang perencanaan dan anggaran; (6) Bidang pendidikan dan pengembangan; (7) Sub bagian dan sub bidang; (8) Kelompok jabatan fungsional.

Berdasarkan hasil studi kepustakaan yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pengembangan ruang perawatan VIP rumah sakit, juga diperlukan kajian tentang faktor eksternal (merumuskan ancaman dan peluang) rumah sakit, meliputi faktor: morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan, dan geografi/lokasi yang sesuai dengan standar persyaratan yang berlaku.

Kajian morbiditas dan mortalitas penyakit ditujukan untuk memperhitungkan jumlah dan jenis penyakit serta jumlah dan sebab kematian; yang terkait dengan tugas pokok rumah sakit. Yang mencakup angka kesakitan dan

kematian per tahun di rumah sakit, yaitu: Angka kesakitan 10 penyakit utama rawat jalan di rumah sakit,


(52)

penyakit utama penderita gawat darurat, Angka kematian kotor, Angka kematian bersih.

Departemen Kesehatan (1992), faktor demografi yang penting dianalisis untuk pengembangan rumah sakit, yaitu: luas wilayah, jumlah penduduk, angka kepadatan penduduk, distribusi penduduk menurut umur, jenis kelamin,


(53)

lainnya yang berkaitan dengan kependudukan yang berpengaruh dalam pengembangan penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk masyarakat di suatu wilayah.

Kajian faktor sosio ekonomi meliputi: tingkat pendidikan, variasi pekerjaan, pendapatan per kapita dari penduduk yang akan dikembangkan dan kecenderungan pertumbuhan untuk memperkirakan kemampuan biaya kesehatan. Faktor sosio ekonomi dikaji berkaitan dengan pola pencarian pelayanan kesehatan. Tingkat ekonomi atau penghasilan masyarakat yang meningkat diasumsikan berpengaruh akan permintaan pelayanan kesehatan, terutama terhadap pelayanan bermutu dan tidak harus menunggu lama (antrian). Kajian status ekonomi dan pencarian pelayanan kesehatan merupakan peluang untuk meningkatkan pendapatan dan juga sekaligus menjadi ancaman bagi rumah sakit pemerintah dengan adanya rumah sakit swasta yang menyediakan pelayanan yang lebih baik (Depkes, 1992; Trisnantoro, 2005).

Pelayanan kesehatan rumah sakit berpedoman pada Qanun Kota Banda Aceh (2007), Pasal 26, yaitu: pemanfaatan atau pengembangan ruang untuk pelayanan kesehatan, dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan penduduk dan wajib memperhatikan aspek aksesibilitas masyarakat, suasana aman, nyaman dan sejuk dengan mengedepankan penetapan dan penataan ruang yang tertib dan teratur.

Pengembangan rumah sakit perlu memperhatikan kondisi geografi atau lokasi setempat sesuai dengan ketetapan Depkes (2007), yaitu: lokasi rumah sakit harus mudah dijangkau oleh masyarakat dan harus sesuai dengan tata kota yang berlaku


(54)

juga tersedianya lahan parkir yang memadai, dan tidak menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitarnya, selain itu harus tersedianya infrastruktur dan fasilitas dengan mudah, serta area rumah sakit harus mempunyai pencahayaan yang cukup untuk mendukung kenyamanan dan penyembuhan pasien. Unit rawat inap harus berlokasi di daerah yang tenang, aman dan nyaman.

Rangkuti (2006), metode analisis yang dapat digunakan antara lain adalah analisis SWOT, yaitu kajian tentang faktor strengths atau kekuatan internal,

weakneasses atau kelemahan internal, opportunitie atau peluang eksternal, threats

atau ancaman eksternal. Analisis SWOT atau analisis situasi adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan rumah rakit.

Berdasarkan uraian di atas, maka kajian kondisi rumah sakit dalam rangka pengembangan ruang rawat VIP, menggunakan variabel: (1) Faktor internal untuk kajian kekuatan dan kelemahan, meliputi kondisi tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi; dan (2) Faktor eksternal untuk kajian peluang dan ancaman, meliputi: morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan


(55)

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori yang mengutip pendapat para ahli (seperti Kreitner, dkk dalam wibowo, 2005; Kunder, 2004; Suratman, 2002; Nitisemito dan Burhan, 2004; Supriono, 1998; Kasmir dan Jakfar, 2007), dapat disusun kerangka konsep penelitian yang dapat dirinci (Gambar 2.1) sebagai berikut:

INPUT HASIL

Keputusan Pengembangan

VIP RSUM 1. Kondisi Internal RS:

a. Kondisi tenaga kesehatan b. Keuangan

c. Peralatan d. Prosedur kerja

e. Pola kunjungan pasien g. Struktur organisasi 2. Kondisi Eksternal RS: a. Morbiditas dan mortalitas penyakit

b. Demografi c. Sosio ekonomi

d. Pola pencarian pelayanan kesehatan

e. Geografi/lokasi

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, dapat didefinisikan konsep penelitian sebagai berikut:

1. Rumah sakit adalah suatu institusi atau sarana pelayanan yang fungsi utamanya memberi pelayanan, diagnostik, dan terapeutik kepada pasien; yang dalam penelitian ukuran rumah sakit ditetapkan adalah Tipe C.


(56)

2. Rumah sakit Tipe C adalah sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis, minimal 4 spesialistik dasar (penyakit dalam, kesehatan anal, bedah, dan obgin); dan memiliki ruang rawat inap untuk merawat pasien.

3. Kondisi internal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang dimiliki rumah sakit yang bersifat material maupun non material, yang dalam penelitian ini diukur dari aspek tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi.

4. Kondisi eksternal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang berada pada lingkungan luar rumah sakit dan dapat mempengaruhi kondisi rumah sakit; yang dalam penelitian ini diukur dari aspek morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan, kesehatan, dan geografi/ lokasi.


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh dengan menggunakan analisis trend pada faktor internal dan eksternal serta analisis pembiayaan untuk menentukan kelayakan pengembangan ruang rawat inap VIP.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSU Meuraxa Kota Banda Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta Desa Mibo Kecamatan Banda Raya Banda Aceh. Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran literatur, survey awal, konsultasi judul dengan ketua program, konsultasi dengan dosen pembimbing, mempersiapkan proposal penelitian, seminar proposal, pengumpulan data, melakukan pengolahan dan analisis data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif. Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan terhitung Maret 2008 sampai dengan Desember 2008.

3.3. Subyek dan Informan Penelitian

Subyek penelitian ini adalah data dan informasi tentang kondisi internal dan eksternal dalam pengembangan ruang VIP berupa laporan tahunan, kunjungan pasien, ketersediaan dana dan fasilitas serta SDM di RSU Meuraxa.


(58)

Selain itu guna mendukung pelaksanaan penelitian, maka informan dalam penelitian ini adalah direktur RSU Meuraxa Banda Aceh

3.4. Metode Pengumpulan Data

Peneliti untuk mendapatkan informasi dalam penelitian ini melakukan pengumpulan data sekunder, yaitu: pengumpulan data internal melalui laporan tahunan ataupun bulanan yang ada kaitannya dengan rawat jalan dan rawat inap juga data pendukung lainnya dari bagian keuangan berupa informasi pendapatan dan pengeluaran serta tarif maupun biaya di rumah sakit.

Pengumpulan data eksternal yang berhubungan dengan data demografi, sosio ekonomi masyarakat di wilayah rumah sakit bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam kurun waktu 4 tahun (2005 – 2008), pendukung data lain yaitu morbiditas dan mortalitas penyakit di rumah sakit.

Selain itu dalam penelitian ini juga mewawancarai direktur RSU Meuraxa untuk memperoleh informasi tentang pengembangan ruangan VIP RSU Meuraxa Banda Aceh.

3.5. Definisi Operasional

1. Kondisi internal rumah sakit adalah keadaan segala sesuatu yang dimiliki rumah sakit yang bersifat material maupun non material, yang dalam penelitian ini diukur dari aspek tenaga kesehatan, keuangan, peralatan, prosedur kerja, pola kunjungan pasien, dan struktur organisasi.


(59)

2. Kondisi eksternal adalah keadaan segala sesuatu yang berada pada lingkungan luar rumah sakit dan dapat mempengaruhi kondisi rumah sakit; yang dalam penelitian ini diukur dari aspek morbiditas dan mortalitas penyakit, demografi, sosio ekonomi, pola pencarian pelayanan kesehatan dan geografi/lokasi.

3. Kunjungan rawat jalan: adalah kunjungan pasien baru dan lama yang datang di poliklinik rawat jalan yang tercatat direkam medik selama satu tahun yang membutuhkan pelayanan singkat dalam penyembuhan suatu penyakit yang dideritanya, dan tidak memerlukan rawat inap.

4. Kunjungan rawat inap: adalah kunjungan pasien baru dan lama yang datang dirawat inap yang tercatat direkam medik selama satu tahun yang membutuhkan pelayanan rawat inap.

5. Ruang rawat inap VIP adalah tempat yang digunakan untuk pasien rawat inap yang memerlukan suatu perawatan kesehatan untuk pengobatan, pelayanan, yang sesuai dengan kondisi pasien dengan mempergunakan prasarana dan sarana dari rumah sakit khususnya di ruang VIP.

6. Keuangan, kemampuan rumah sakit dalam menyediakan dana yang digunakan untuk pengembangan ruang rawat inap VIP yang dapat berupa investasi (gedung, peralatan medis, peralatan non medis, operasional dan pemeliharaan).

7. Demografi adalah data dan informasi mengenai kependudukan dilihat dari rata-rata pertahun yang meliputi: jumlah penduduk, luas wilayah, distribusi penduduk menurut pendidikan dan status pekerjaan.


(60)

8. Morbiditas dan mortalitas adalah angka kesakitan dan angka kematian baik rawat jalan dan rawat inap yang ada di masyarakat yang diperoleh dari laporan kesehatan kabupaten yang digunakan untuk melihat pola penyakit yang banyak terjadi di masyarakat.

9. Sosio ekonomi adalah kemampuan sosial dan ekonomi masyarakat yang digunakan untuk memperkirakan kemampuan pembiayaan terhadap layanan kesehatan yang dihitung dari perkapita penduduk di daerah Banda Aceh.

10.Fasilitas ruang rawat inap VIP adalah barang dan perlengkapan yang disediakan di ruangan VIP rumah sakit.

11.Analisis tempat tidur adalah analisis kebutuhan tempat tidur yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus J.R.Griffith (1987).

12.Analisis trend adalah analisis yang dilakukan untuk memproyeksikan dalam kurun waktu sepuluh tahun, yaitu: jumlah kunjungan rawat jalan, rawat inap, serta sumber dana, data demografi, morbiditas, sosio ekonomi dan fasilitas rumah sakit, dari hasil ini didapatkan gambaran mengenai masalah yang ada di masyarakat. 13.Analisis kemampuan pembiayaan adalah analisis yang digunakan untuk

menghitung investasi dengan cara menghitung NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return) dan PP (Payback Period) dengan menggunakan rumus yang berlaku.

14.NPV (Net Present Value), yaitu nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi.


(61)

15.IRR (Internal Rate of Return) adalah alat untuk mengukur tingkat pengembalian

hasil intern.

16.PP (Payback Period) adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam proyek dapat kembali/pengembalian biaya investasi. Dalam menghitung PP dapat menggunakan 2 macam model perhitungan yaitu model dengan kas bersih setiap tahunnya sama dan kas bersih setiap tahunnya tidak sama/berbeda.

17.Pengembangan VIP adalah keputusan akhir yang diperoleh dari hasil analisis trend, analisis kebutuhan tempat tidur dan analisis pembiayaan.

3.6. Metode Pengukuran

1. Analisis faktor internal adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor di dalam organisasi dengan indikator sarana-prasarana, yang berhubungan dengan pola kunjungan pasien yang berobat dan di rawat di RSU Meuraxa, organisasi dan manajemen RSUM meliputi SDM dan keuangan

a. Cara Ukur : Melihat data laporan tahunan RSU Meuraxa dan tahun 2005 s/d 2008, menghubungi dan melakukan wawancara dengan beberapa pihak terkait.

b. Alat Ukur : Pemeriksaan hasil data yang diperoleh dan data sekunder RSUM dan hasil wawancara.

c. Hasil Ukur : 1) Jenis pelayanan kesehatan yang dilakukan di RSUM saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun ke depan.


(62)

2) Pendapat mengenai baik/kurangnya penyelenggaraan. 3) Daftar susunan jumlah SDM.

4) Laporan keuangan.

5) Jumlah tempat tidur di RSUM. 6) Struktur organisasi.

2. Analisis faktor eksternal adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan demografi, morbiditas, peningkatan demand/sosio ekonomi dan supply tempat tidur ruang perawatan terutama VIP di rumah sakit sekitar RSU Meuraxa. Faktor ini untuk mendapatkan gambaran pengaruh dari lingkungan luar penelitian.

a. Cara Ukur : Mengutip data BPS untuk wilayah Banda Aceh dan buku profil kesehatan Banda Aceh tahun 2005 sd 2008 serta profil kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam 2006-2007 mengutip data rumah sakit pesaing dari profil kesehatan.

b. Alat Ukur : Pemeriksaan buku-buku dan BPS maupun profil kesehatan serta hasil data dan rumah sakit pesaing.

c. Hasil Ukur : 1) Jumlah penduduk Banda Aceh menurut jenis kelamin, kelompok umur, jenis penyakit/morbiditas.

2) Daftar pendapatan perkapita penduduk Banda Aceh.

3) Cakupan pelayanan ruang perawatan VIP rumah sakit pesaing (BOR masing-masing ruang perawatan VIP).

3. Proyeksi kebutuhan tempat tidur ruang perawatan adalah menghitung kebutuhan tempat tidur ruang perawatan berdasarkan rumus J.R. Griffith (1987).

a. Cara Ukur : Menghitung kebutuhan tempat tidur. b. Alat Ukur : Menggunakan rumus J R Griffith.


(63)

c. Hasil Ukur : Jumah kebutuhan tempat tidur di RSUM dan di ruang perawatan VIP.

4. Rencana pengembangan adalah menghitung kebutuhan peralatan medis dan non medis sesuai dengan jumlah kebutuhan tempat tidur yang diputuskan oleh RSUM. a. Cara Ukur : Menghitung kebutuhan peralatan medis dan non medis. b. Alat Ukur : Dengan cara memperkirakan dan membandingkan

kebutuhan berdasarkan standar departemen kesehatan untuk rumah sakit kelas C dan berdasarkan kebutuhan RSU Meuraxa.

c. Hasil Ukur : Peralatan RSUM sesuai standar rumah sakit tipe C atau tidak.

5. Perhitungan proyeksi keuangan adalah menghitung investasi untuk penambahan ruang perawatan berdasarkan asumsi.

a. Cara Ukur : Menghitung investasi.

b. Alat Ukur : Asumsi dari perhitungan jumlah ruangan, luas bangunan dan kebutuhan alat medik serta non medik.

c. Hasil Ukur : Dengan cara menghitung:

1) Net Present Value (NPV)

2) Internal Rate of Return (IRR).


(64)

Untuk menghitung proyeksi keuangan ini asumsi yang akan digunakan untuk mendapatkan kas bersih pertahun adalah dengan asumsi pendapatan yang tidak sama untuk setiap tahunnya. Dalam menghitung estimasi pendapatan untuk ruang VIP adalah berdasarkan tarif pertahun dengan rata-rata lama tinggal pasien (LOS) di RSUM dengan asumsi peningkatan tarif setiap 3 tahunnya berdasarkan rata-rata nilai tumbuh pasien dan mengikuti tingkat pendapatan masyarakat.

6. Keputusan layak atau tidak layak adalah keputusan yang diambil dari hasil semua perhitungan dan penilaian kelayakan secara ekonomis.

a. Cara ukur : Menganalisis hasil perhitungan keuangan.

b. Alat Ukur : Hasil perhitungan proyeksi keuangan (NPV, IRR, dan PP). c. Hasil Ukur : Rumusan akan keputusan layak/tidak layak secara ekonomis.

3.7. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis secara kuantitatif dalam bentuk trend selama empat tahun (tahun 2005 s/d 2008) dengan cara membuat analisis situasi rumah sakit menggunakan analisis SWOT yaitu kombinasi dan membandingkan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang berpedoman pada diagram SWOT (Rangkuti, 2008), sebagai berikut:


(65)

Gambar 3.1. Diagram Analisis SWOT BERBAGAI PELUANG

KELEMAHAN INTERNAL

KEKUATAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN

3. Mendukung strategi

turn-around

1. Mendukung strategi agresif

4. Mendukung strategi 2. Mendukung strategi diversifikasi

Keterangan :

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan

tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth

oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih

memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain


(66)

strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan


(67)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Meuraxa (RSUM) pada awalnya merupakan rumah sakit milik Yayasan Meuraxa yang didirikan oleh tokoh-tokoh masyarakat Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, yang kemudian secara resmi menyerahkan rumah sakit kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Aceh melalui Gubernur Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 26 April 1997 dengan Surat Nomor 15/PKS/1997.

Sejalan dengan perubahan waktu sampai pada tahun 2003 RSUM ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Kelas C berdasarkan Surat Keputusan Walikota Banda Aceh Nomor 474/10009/2003 tanggal 08 Oktober 2003, serta pengukuhan Menteri Kesehatan pada tanggal 19 Desember 2003 menjadi rumah sakit rujukan kelas C milik Pemerintah Kota Banda Aceh.

Secara struktural sampai tahun 2007 yang mengacu pada Peraturan Daerah No. 07 Tahun 2006, tata kerja dan organisasi RSUM terdiri dari: (1) Direktur rumah sakit; (2) Kepala sub bagian sekretariatan dan rekam medik; (3) Kepala sub bagian keuangan dan program; (4) Kepala seksi keperawatan dan (5) Kepala seksi pelayanan. Selain itu dibawahi oleh enam kepala sub seksi dan delapan kaur, yaitu kasubsie pelayanan I, pelayanan II, pelayanan III, asuhan keperawatan, mutu dan etika keperawatan, dan kasubsie logistik keperawatan, selain itu terdiri dari kaur, tata


(68)

usaha, kepegawaian, rumah tangga, program dan anggaran, akuntansi, mobilisasi dana, kaur perbendaharaan dan rekam medik.

Berdasarkan rencana strategis RSUM Banda Aceh, berikut dapat dijabarkan visi, misi, tujuan, dan sasaran RSUM.

(1)Visi RSUM

“Menuju Pelayanan Prima dan Profesional Bertaraf Daerah pada Tahun 2010” (2)Misi RSUM

a. Meningkatkan pelayanan kesehatan secara paripurna, sesuai standar profesional, bermutu dan terjangkau dalam rangka pencapaian dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

b. Meningkatkan manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) RSUM melalui penjenjangan karir, pendidikan, dan pelatihan sesuai profesionalitasnya.

c. Menerapkan RSUM sebagai rumah sakit rujukan, sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan kesehatan sesuai dengan kebutuhan, secara tepat guna dan berdaya guna.

d. Meningkatkan sarana dan prasarana RSUM sesuai dengan standar yang berlaku.

(3) Tujuan RSUM

a. Mewujudkan pelayanan RSUM dengan kualitas dan kuantitas yang prima dan sesuai dengan standar profesional, cepat, tepat dan terjangkau.

b. Memberikan pelayanan kesehatan yang bernuansa Islami dalam bentuk pengobatan, penyuluhan dan rehabilitasi melalui pendekatan kemitraan, pembinaan dan bimbingan kekeluargaan.


(69)

c. Meningkatkan dan memberdayakan SDM RSUM secara proporsional, handal dan sesuai dengan kebutuhan melalui pendidikan, pembinaan, dan pengembangan profesi.

d. Mendorong dan mendukung peran serta masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan secara optimal baik langsung maupun tidak langsung.

e. RSUM secara proaktif ikut serta memperluas jaringan kerja sama lintas sektoral untuk mewujudkan masyarakat sehat 2010.

(4) Sasaran RSUM

a. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan berkualitas prima sesuai dengan standar profesional, cepat, tepat dan terjangkau.

b. Terwujudnya pelayanan kesehatan bernuansa Islami.

c. Terwujudnya kebutuhan SDM proporsional dan profesional secara maksimal. d. Terwujudnya peran aktif masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan

secara optimal dan berkesinambungan.

e. Terciptanya jaringan kerja sama lintas sektoral secara erat dan berkesinambungan dalam upaya mendukung pelayanan kesehatan.

4.2. Analisis Situasi Pengembangan Ruang Perawatan VIP RSUM Banda Aceh

Analisis pengembangan ruangan VIP RSUM didasarkan pada kondisi internal dan eksternal melalui analisis Streght, Weakneasess, Opportunitie, dan Threats (SWOT)


(1)

Lampiran 9.

Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum

Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2007

Berdasarkan Perda Kota Banda Aceh Nomor 7 Tahun 2000 Tanggal

23 Agustus 2000

DIREKTUR

dr.Hj.Dewi Lailawati, M.Si

NIP 140 241 992 (IV/b)

Ka.Sub.Bag.Keua

ngan

Drs Iskandar TA

Ka.Sie Pelayanan

dr.Suriatu Laila,

M Kes

Bidang

Pendudukan dan

P

b

Komite Medis

dr.Ery Ananda,

Sp THT

Ka.Sie

Hj Rosn

Ka.Su

Mutu

Iga Herlita

NIP. 140 2

Ka.Ur.Program & Anggaran

Juleka, S.ST. M.Kes

NIP. 140 329 815 (III/b)

Ka.Sub.Sie Pelayanan I

dr.Herlina Z, MARS

NIP. 140 350 861 (IV/a)

Ka.Ur.Perbendaharaan

Yuli Masrida, SKM

NIP. 140 279 625 (III/a)

Ka.Ur.Akuntansi

Muhammad Nur, SE

NIP 140 211 963

Ka.Ur.Mobilisasi

Dana

Fatira ati

Ka.Su

Ke

Intan Indri

NIP. 390 0

Ka.Sub.Sie Pelayanan II

Drg.Juwairiyah Nst, M.Kes

NIP. 140 345 991 (III/d)

Ka

L

Kep

Asna i ah

Ka.Sub.Sie

Pelayanan III

Drg Eka Darma Putra MARS

Instalasi/SMF :

Laboratorium, Radiologi,

Farmasi, Gizi, IPSRS, IPSLS

Dan Lain-Lain


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)