Artinya : “Talak yang dapat dirujuki adalah dua kali, setelah itu boleh dirujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikannya
dengan cara yang baik …” QS. Al-Baqarah 2:229
Ayat yang diturunkan mengenai disyari’atkannya talak semuanya adalah mutlak, dan yang mutlak itu menjadi hujjah selama tidak ada dalil lain
yang shahih. Ayat di atas tidak membedakan talak yang langsung atau yang di
taklikkan. Dalam KHI, taklik talak dimasukkan dalam bentuk-bentuk pejanjian perkawinan KHI Pasal 45. Perjanjian yang mengikat menurut
lazimnya mencakup semua yang mengikat dan taklik talak merupakan bentuk perjanjian. Jadi dalam hal ini taklik talak adalah sebuah perjanjian yang
mengikat di antara para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut Allah SWT berfirman:
ی Wی
یN 8ﻡ 7
P …
Lﺉ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah semua perjanjian yang mengikat
”. QS. Al-Maidah, 5:1
B. Sejarah Perkembangan Taklik Talak Di Indonesia.
Sesuai dengan pengertian taklik talak itu sendiri, yaitu suatu rangkaian talak yang diucapkan oleh suami yang digantungkan oleh suatu syarat pembuktian
yang dimungkinkan terjadi pada waktu yang akan datang, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa bentuk kepentingan dari isi shigat taklik talak
tersebut ada dua macam:
1. Shigat taklik talak yang berupa kepentingan dari hak suami, misalnya ucapan suami: “jika engkau pergi kerumah si fulan, maka engkau tertalak”. Isi dari
shigat taklik talak tersebut adalah kepentingan untuk mentaati perintah suami dan tidak ada hubungannya dengan hak isteri.
2. Shigat taklik talak yang berupa kepentingan hak isteri, misalnya ucapan suami kepada isterinya: “jika aku tidak menafkahi engkau selama tiga bulan, maka
engkau tertalak”. Isi dari shigat taklik talak kedua ini adalah menyangkut hak isteri.
Tetapi perkembangannya yang terjadi kemudian, khususnya di Indonesia, shigat taklik talak adalah shigat yang berisi kepentingan untuk menjaga atau
menjamin hak-hak isteri. Menurut catatan sejarah, perkembangan taklik talak di Indonesia dimulai pada masa Kerajaan Islam Mataram, tepatnya pada masa Sultan
Agung Hanyakrukusuma 1630 M. Pada saat itu sultan mengeluarkan sebuah titah atau perintah berupa keharusan untuk melakukan taklik talak kepada setiap
mempelai pria yang melangsungkan pernikahan
51
. Taklik talak itu dikenal dengan “taklik janji dalem” atau “taklik janji ning
ratu”, yang berarti taklik talak dalam kaitan dengan tugas Negara
52
. Perintah taklik talak itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi seorang wanita
isteri untuk dapat melepaskan ikatan perkawinan dari suami yang telah meninggalkan pergi dalam jangka waktu tertentu, artinya hak isteri diperteguh,
51
Zaini Ahmad Noeh, Pembacaan Shigat Taklik Talak Sesudah Akad Nikah, Mimbar Hukum, Jakarta : Ditbinbapera no. 30 Th. VII, 1997, h. 64
52
Peunoh Dally, Talak, Rujuk, Hadhonah Dan Nafkah Kerabat Dalam Naskah Mir’at al- Thullab: Suatu Studi Perbandingan Hukum Isteri Menurut Ahlussunnah, Disertasi Provendus Doctor
, Jakarta: Perpustakaan Syari’ah UIN Syahid, 1983 h. 85
dan sekaligus memberikan kemudahan bagi sang hakim dalam menjatuhkan talak yang digantungkan. Selain itu pelembagaan taklik talak waktu itu dimaksudkan
untuk memberikan jaminan bagi seorang suami apabila kepergiannya dalam menjalankan tugas Negara, artinya suami dilindungi dan kepergiannya menjadi
udzur syar’i. Adapun bunyi taklik talaknya adalah sebagai berikut:
“Mas penganten, pakenira tompo taklik janji dalem, samongso pakenira nambang ninggal rabi pakenira… lawase pitung saso lakon daratan,
hutawa nyabrang sagara rong tahun, saliyane ngelakoni hayahan dalem, tan taimane rabi pakenira nganti darbe hatur rapak sawan hing pengadilan
hukum, sawuse terang papriksane runtuh talak paprikane sawiji”
53
.
Wahai pengantin pria, engkau menerima taklik janji dalem, sewaktu- waktu engkau menambang meninggalkan pergi isterimu bernama… selama
tujuh bulan perjalanan darat, atau menyebrang lautan selama dua tahun, kecuali dalam menjalankan tugas Negara, dan isterimu tidak rela sehingga mengajukan
rapak menghadap ke pengadilan hukum, setelah pemeriksaannya, maka jatuhlah talak satu untukmu
Pada waktu itu shigat taklik talak diucapkan oleh penghulu naib, bukan oleh mempelai pria. Mempelai pria hanya cukup menjawab dengan jawaban
“hinggi sandika” ya, saya bersedia. Bentuk taklik talak semacam ini, pada
waktu itu berlaku di daerah Surakarta dan berjalan sangat lama hingga menjelang kemerdekaan.
53
Moh. Adnan Dan Mardi Kintoko, Buku Tata Cara Islam, Surakarta : tpn., 1924, h. 70
Sedangkan menurut C. Von Vollenhoven, pelaksanaan taklik talak yang dalam bahasa Belanda disebut voorwaardelijke verstoting adalah diungkap oleh
Snouck Hurgronje dalam pembahasan hukum adat. Dalam suasana Hindia Belanda, sejak Deandels mengeluarkan instruksi
bagi Bupati 1808, maka timbul gagasan para penghulu dan ulama dengan persetujuan untuk melembagakan taklik talak sebagai sarana pendidikan bagi
suami agar lebih mengerti kewajibannya terhadap isteri, yaitu dengan tambahan rumusan shigat tentang kewajiban pemberian nafkah dan tentang penganiayaan
jasmani. Sesuai dengan pengertian talak, maka taklik talak tidak lagi diucapkan oleh pegawai pencatat nikah, akan tetapi dibaca sendiri oleh suami sesudah akad
nikah. Melihat bahwa format taklik talak di Jawa itu bermanfaat dalam
menyelesaikan perselisihan antara suami isteri, maka banyak penguasa dari luar Jawa dan Madura memberlakukannya di daerahnya masing-masing. Ini menjadi
lebih merata dengan berlakunya Ordonansi pencatatan nikah untuk luar Jawa dan Madura, yakni melalui Stbl 1932 No. 482. Ini terbukti dengan berlakunya taklik
talak di daerah Minang Kabau 1925 bahkan di Muara Tembusi 1910, begitu pula di daerah Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Selatan, serta Sulawesi
Selatan
54
. Para ulama kemudian menyarankan agar dalam shigat taklik talak
ditambahkan ketentuan tentang pemberian iwadh uang pengganti. Ini dimaksudkan untuk menjamin agar jatuhnya talak karena pelanggaran taklik talak
54
Ibid, h. 66
menjadi talak ba’in atau talak khul’i sehingga seorang suami yang mempunyai niat buruk tidak dapat serta merta merujuk kembali terhadap bekas isterinya yang
selama itu telah menderita akibat perbuatan suami. Adapun usulan penambahan redaksi dalam format taklik talak dengan
ketentuan memberi iwadh dipelopori oleh ulama dari daerah Banten dan menjadi pembahasan yang ramai di kalangan ulama Sumatra Selatan pada tahun 1970-an.
Format taklik talak yang mengandung unsur-unsur : 1 meninggalkan pergi, 2 tidak memberi nafkah, 3 penganiayaan jasmani, dan 4 isteri
membayar uang iwadh, berkembang menjadi pola umum yang berlaku diseluruh daerah sekalipun rumusannya berbeda-beda sesuai dengan bahasa daerah masing-
masing. Dalam suasana kemerdekaan, dengan berlakunya Undang-Undang No.
22 Tahun 1946, jo. Undang-Undang No. 32 Tahun 1952, maka ketentuan tentang shigat taklik talak diberlakukan seragam di seluruh Indonesia, dengan pola
diambil dari saran sidang khusus Biro Peradilan Agama pada Konferensi Kementrian Agama di Tretes-Malang 1956
55
, dan terakhir setelah Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dengan shigat taklik talak yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 1990.
C. Shigat Taklik Talak dan Akibat Hukumnya