Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Sebelumnya, masyarakat lebih dulu mengenal bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah. Namun ternyata bank syariah belum sepenuhnya menjangkau
masyarakat di kalangan bawah. Akses penyaluran dan prosedur yang cukup sulit membuat masyarakat kecil sulit untuk menggunakan jasa penyaluran dana dari
bank syariah. Skala peminjaman bank juga terbilang sangat besar dibandingkan dengan lembaga keuangan mikro seperti BMT yang masih memiliki skala
peminjaman di bawah Rp.5 juta. Bahkan masih banyak dari beberapa bank syariah lebih mengedepankan produk konsumtif ketimbang produktif, seperti
Kredit Kepemilikan Rumah KPR. Baitul Maal wa Tamwil BMT adalah lembaga swadaya masyarakat
didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Pendirian BMT memang cukup banyak dibantu oleh banyak pihak luar, walaupun bantuan tersebut hanya bersifat
teknis. Sejak berdirinya, BMT-BMT dirancang sebagai lembaga ekonomi. Dapat dikatakan bahwa BMT merupakan suatu lembaga ekonomi rakyat, yang secara
konsepsi memang lebih fokus kepada masyarakat bawah yang miskin dan nyaris miskin poor and near poor.
3
Sejarah gerakan BMT telah dimulai pada era 1980-an antara lain dengan upaya penggiat Masjid Salman ITB di Bandung menggagas lembaga Teknosa,
lembaga semacam BMT. Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia. Menurut perkiraan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil PINBUK,
sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3.200 BMT yang
3
Euis Amalia, Keadilam Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm. 82-83.
beroperasi di Inonesia.
4
Induk Koperasi Syariah Inkopsyah BMT juga membukukan aset sebesar Rp. 158 miliar pada akhir 2012, tumbuh 54
dibandingkan dengan setahun yang lalu. Ketua Inkopsyah BMT Abdullah Yazid mengatakan pihaknya memiliki obesesi menjadi salah satu koperasi syariah
terbesar di Indonesia, seperti Induk koperasi kredit Inkopdit yang saat ini asetnya sudah mencapai Rp 15 triliun.
5
Menanggapi aspirasi masyarakat mengenai upaya pengembangan BMT ini, Kementrian Koperasi dan UMKM mengeluarkan Keputusan Menteri Negara
Koperasi dan UKM No. 91 Tahun 2004 yang mengatur tentang Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syariah melalui koperasi. Melalui peraturan tersebut, BMT yang
semula adalah lembaga non formal dapat berubah menjadi lembaga formal berbadan hukum koperasi dengan nama Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
6
Perkembangan pertumbuhan BMT atau KJKS ini menggambarkan bahwa lembaga keuangan mikro ini mampu memfasilitasi rakyat kecil untuk
keberlangsungan hidupnya melalui pembiayaan yang bersifat produktif sehingga masyarakat dapat secara mandiri memperbaiki taraf hidupnya pada aspek
ekonomi. Selain itu, sebuah penelitian menyebutkan bahwa sebuah negara akan dikatakan maju jika terdapat 2 dari total penduduknya yang berkerja sebagai
wirausaha. Maka itu, pembiayaan modal kerja dipilih sebagai variabel independen
4
Euis Amalia, Keadilam Distributif dalam Ekonomi Islam , hlm. 90.
5
http:www.inkopsyahbmt.co.id diakses pada tanggal 30 April 2014 bertempat di Serpong
6
E-journal IPB. Diakses dari http:repository.ipb.ac.id pada tanggal 01 Mei 2014 bertempat di Serpong.
penulis. Tingkat pendapatan para mitra KJKS pun akan menjadi tolak ukur yang akan ditinjau oleh penulis.
Maka dari permasalahan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tetang pengaruh pembiayan modal kerja terhadap tingkat pendapatan
mitra. Oleh karena itu penulis memilih judul
“Pengaruh Pembiayaan Modal Kerja Terhadap Tingkat Pendapatan Mitra Koperasi Jasa Keuangan Syariah
KJKS Ibu Mandiri Serpong”