Hasil Wawancara HASIL PENELITIAN

4.5. Hasil Wawancara

1. Bidan Desa Puskesmas Batangberuh

Berdasarkan wawancara dengan bidan desa yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Batangberuh, penyakit yang paling sering terjadi di Kelurahan Batangberuh adalah ISPA dan banyak di antaranya sampai pada keadaan pneumonia. Penyakit pneumonia masih saja menjadi penyakit yang menduduki posisi tertinggi pada 10 penyakit yang sering terjadi. Banyak masyarakat yang pengetahuannya tentang pneumonia sangat minim sehingga ketika terjadi gejala pneumonia pada balitanya banyak kaum ibu yang menganggap hal tersebut hanya batuk biasa saja yang terjadi karena iklim yang dingin sehingga mereka sering hanya membeli obat dari apotek saja dan mengobati sendiri dirumah tanpa memeriksakan balitanya ke sarana kesehatan atau bahkan mereka lebih memilih pengobatan alternatif yang tidak lain adalah kerabat mereka sendiri. Pengetahuan yang rendah tentang pneumonia tidak bisa dipungkiri terjadi karena pendidikan ibu masih banyak yang tergolong rendah. Selain itu di Kelurahan Batangberuh belum pernah dilakukan penyuluhan secara massal kepada masyarakat khususnya penyuluhan tentang pneumonia. Beberapa ibu mendapatkan sedikit informasi tentang pneumonia dari petugas kesehatan hanya ketika mereka terpaksa mengunjungi sarana kesehatan karena balita mereka sakit parah. Kondisi ini diperparah lagi dengan rendahnya kesadaran mereka tentang pentingnya imunisasi dasar yang lengkap untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi sehingga masih banyak kaum ibu yang tidak memberikan imunisasi yang lengkap pada balitanya.

2. Lurah Batangberuh

Berdasarkan wawancara dengan Lurah Batangberuh pada umumnya masyarakat mayoritas tergolong memiliki pendidikan yang rendah. Penduduk asli masih banyak terdapat hanya tamat SD sehingga pengetahuan masyarakat juga cenderung masih rendah terhadap penyakit pneumonia dan pencegahannya. Tetapi, untuk masyarakat pendatang, ada beberapa yang lulusan akademi dan SLTA. Sehingga kesenjangan pengetahuan masyarakat asli dan pendatang di Kelurahan Batangberuh tersebut terlihat dengan jelas. Mata pencaharian penduduk mayoritas bertani dan berdagang meskipun ada sebagian kecil sebagai PNS dan wiraswasta sehingga pendapatan masyarakat masih banyak tergolong rendah. Kondisi pendapatan yang rendah ini mengakibatkan jika sakit mereka jarang menggunakan fasilitas kesehatan dengan alasan biaya yang mahal. Mereka lebih memilih mengobati sendiri anggota keluarga yang sakit di rumah dan jika tidak sembuh juga mereka akan memilih berobat kepada dukun yang tidak lain adalah kerabat mereka sendiri. Di samping hal itu ada beberapa rumah penduduk yang jauh masuk ke perkampungan, hal ini membuat mereka sulit untuk menjangkau fasilitas kesehatan.

3. Penduduk di Kelurahan Batangberuh

Berdasarkan wawancara dengan beberapa ibu yang memiliki balita di Kelurahan Batangberuh banyak dari mereka yang mengaku sudah pernah mendengar tentang pneumonia sesak napas akan tetapi setelah wawancara lebih dalam lagi ternyata banyak dari mereka yang memiliki pengetahuan tang masuh rendah tentang pneumonia. Mereka mengatakan pneumonia adalah radang pernapasan yang mengakibatkan batuk dan sesak akan tetapi mereka tidak mengetahui dengan pasti apa penyebab, gejala dan tindakan apa yang harus mereka lakukan ketika mengetahui terjadi gejala pneumonia pada balita mereka. Banyak faktor yang mengakibatkan tingginya kejadian pneumonia pada balita mereka. Faktor kebiasaan yang paling besar memberi peran terjadinya pneumonia pada balita seperti pada saat melahirkan kebiasaan menghangatkan tubuh dengan meletakkan arang perapian di bawah tempat tidur ibu selama 1 bulan penuh karena mereka yakin dengan cara ini akan mempercepat pulihnya kondisi tubuh ibu seperti semula, jadi sejak hari pertama lahir bayi sudah diperkenalkan dengan asap. Selain itu masih banyak penduduk yang memasak menggunakan kayu bakar dan mereka menggendong balitanya ketika memasak di dapur dengan alasan takut menangis jika ditinggal. Kondisi ini diperparah lagi dengan kebiasaan kepala rumah tangga merokok di dalam rumah dan mereka jarang menjauhkan balitanya dari paparan asap rokok, bahkan kadang-kadang mereka membiarkan balitanya digendong oleh ayahnya yang sedang merokok. Selain itu dikarenakan berada di daerah pegunungan suhu udara dingin pada malam hari hal ini mengakibatkan kebiasaan ibu untuk menghangatkan diri dan balitanya dengan duduk di dekat tungku perapian bersama anggota keluarga. Banyak dari mereka mengaku sering menggunakan anti nyamuk bakar ketika balita sedang tidur. Kondisi perumahan yang sempit terbuat dari dinding papan dan dihuni oleh banyak anggota keluarga juga mengakibatkan cepatnya penularan penyakit infeksi pernapasan pada balita yang daya tahan tubuhnya masih rendah.

BAB V PEMBAHASAN

Hasil uji statistik regresi linear berganda yang menjelaskan pengaruh faktor predisposing, enabling dan reinforcing terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap pencegahan adalah variabel tingkat pendidikan, pengetahuan, jarak sarana kesehatan serta dukungan dari petugas kesehatan. Variabel pekerjaan, penghasilan keluarga dan ketersediaan sarana kesehatan tidak berpengaruh terhadap pencegahan pneumonia pada balita.

5.1. Pengaruh Faktor Predisposing

Terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia

5.1.1. Tingkat Pendidikan

Hasil analisis statistik dengan uji regresi berganda, menunjukkan bahwa pendidikan resp onden pada α = 0,05 mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap pencegahan penyakit pneumonia pada balita ρ = 0,0000,05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Notosiswoyo, dkk 2003, bahwa pendidikan terakhir mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap pencegahan ibu dalam kaitannya dengan penyakit pneumonia. Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang pada orang terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi dan mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit serta mempunyai

Dokumen yang terkait

Pengaruh Predisposing Factor, Enabling Factor dan Reinforcing Factor Terhadap Penggunaan Jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

0 68 162

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

1 62 115

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, Reinforcing Terhadap Pemanfaatan Buku KIA Di Puskesmas Kota Alam Banda Aceh

2 82 95

Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

1 43 78

Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010

2 41 80

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING,ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PEMAKAIN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER DI CV.KALIMA ART JEPARA TAHUN 2013.

0 3 15

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PNEUMONIA PADA BALITA DAN PENCEGAHANNYA DI KELURAHAN BULAKAN KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO.

2 4 11

LEMBAR KUESIONER PENGARUH FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES MELALUI GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DI KECAMATAN TARUTUNG KABUPATEN TAPANULI UTARA Penjelasan Umum

1 1 28

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18