Konsep Balita Pencegahan Pendidikan

f. Memberikan penyuluhan kesehatan. Masalah yang menjadi prioritas untuk ditanggulangi adalah pneumonia beserta komplikasinya. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus kegiatan program P2ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan pneumonia Sibarani, 1996.

2.2. Konsep Balita

Perkembangan seorang anak secara umum digambarkan melalui periode- periode. Salah satunya adalah periode Bawah Lima Tahun BALITA merupakan salah satu periode manusia setelah bayi sebelum anak-anak awal. Rentang usia balita dimulai dari 1 sampai 5 tahun. Periode usia ini disebut juga periode usia prasekolah. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang memengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya Djaeni, 2000.

2.3. Pencegahan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2007, pencegahan adalah proses, cara, tindakan mencegah atau menahan agar sesuatu tidak terjadi. Dengan kata lain pencegahan merupakan tindakan. Maka pencegahan identik dengan perilaku. 2.4. Perilaku 2.4.1. Batasan Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis, semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dengan demikian yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar Notoatmodjo, 2007. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif tanpa tindakan yaitu: berpikir, berpendapat, bersikap maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan Sarwono, 1997.

2.4.2. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku Skiner dalam Notoatmodjo 2007, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan health maintanance Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek yaitu: a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman juga dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut Notoatmodjo, 2003. 2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan Sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behaviour. Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri self treatment sampai mencari pengobatan ke luar negeri Notoatmodjo, 2003. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah dan sebagainya Notoatmodjo, 2003. Becker dalam Notoatmodjo 2003 membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu : a. Perilaku hidup sehat healthy behaviour Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. b. Perilaku sakit illness behaviour Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab, gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya. c. Perilaku peran sakit the sick role behaviour Dari segi sosiologi, orang sakit pasien mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit right dan kewajiban sebagai orang sakit obligation. Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain terutama keluarganya, yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit the sick role. Menurut Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo 2003, perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkannya dan kurang berdasarkan pada pengetahuan biologis. Memang kenyataannya demikian, tiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan berbeda, meskipun gangguan kesehatannya sama.

2.4.3. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda- beda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dibedakan atas: 1. Determinan atau faktor internal Yaitu karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal Yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Menurut Blum dalam Notoatmodjo 2003, perilaku manusia merupakan faktor yang memengaruhi status kesehatan individu selain faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan herediter. Selanjutnya teori Green dalam Notoatmodjo 2007 menyebutkan perilaku dilatarbelakangi oleh 3 faktor utama yakni: faktor predisposing faktor pemudah, enabling faktor pendukung dan reinforcing faktor penguat. Dari kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut : Keturunan Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungan Perilaku Proses Perubahan Faktor Predisposing Faktor Enabling Faktor Reinforcing Komunikasi Penyuluhan Pemberdayaan Masyarakat Training Pemberdayaan Sosial Pendidikan Kesehatan Promosi Kesehatan Gambar 2.1 Hubungan Status Kesehatan, Perilaku dan Pendidikan Kesehatan.

2.4.4. Faktor Predisposing Faktor Pemudah

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan, misalnya dalam pencegahan penyakit pneumonia diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tentang penyakit pneumonia. Di samping itu, kepercayaan dari tradisi dapat menghambat ibu untuk memeriksakan anak ke sarana kesehatan. Karena faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku maka sering disebut faktor pemudah Notoatmodjo, 2007.

a. Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama long lasting dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Memang kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama Notoatmodjo, 2005. Menurut Notoatmodjo 2003, orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut Feldstein dalam Nainggolan 2008, bahwa tingkat pendidikan dipercaya memengaruhi permintaan akan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan seseorang untuk mengetahui dan mengenal gejala- gejala awal. Kunjungan ke dokter yang rendah adalah sebagai akibat rendahnya pendidikan dan sikap yang masa bodoh terhadap pelayanan kesehatan.

b. Pekerjaan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Predisposing Factor, Enabling Factor dan Reinforcing Factor Terhadap Penggunaan Jamban di Desa Gunungtua Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014

0 68 162

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

3 60 154

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling dan Reinforcing Terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada bayi di Puskesmas Bagan Batu Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir

1 62 115

Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, Reinforcing Terhadap Pemanfaatan Buku KIA Di Puskesmas Kota Alam Banda Aceh

2 82 95

Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

1 43 78

Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2010

2 41 80

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING,ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP PEMAKAIN ALAT PELINDUNG DIRI MASKER DI CV.KALIMA ART JEPARA TAHUN 2013.

0 3 15

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PNEUMONIA PADA BALITA DAN PENCEGAHANNYA DI KELURAHAN BULAKAN KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO.

2 4 11

LEMBAR KUESIONER PENGARUH FAKTOR PREDISPOSING, ENABLING DAN REINFORCING TERHADAP TINDAKAN PEMILIK ANJING DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT RABIES MELALUI GIGITAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DI KECAMATAN TARUTUNG KABUPATEN TAPANULI UTARA Penjelasan Umum

1 1 28

Analisis Faktor Predisposing, Enabling Dan Reinforcing Terhadap Tindakan Pemilik Anjing Dalam Pencegahan Penyakit Rabies Melalui Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) Di Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 18