Sedangkan mengenai penerbit dan pencetak ketentuannya dapat dilihat di dalam KUHP. Dalam KUHP, disediakan posisi tersendiri bagi penerbit dan pencetak
pasal 61 dan 62 KUHP, yang mempunyai sangkut-paut dengan pasal-pasal 483 dan 484 KUHP.
178
1. Nama dan tempat tinggal dari penerbit dan pencetak
Ada beberapa persyaratan apabila diketahui bahwa penerbit dan pencetak tersebut tidak menghindarkan diri dari penuntutan, yaitu:
2. Pembuat penulis dikenal
3. Pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh penerbit
pencetak.
179
D. Tanggung Jawab Hukum Perdata Media Cetak Akibat Memuat Berita yang Salah
Meskipun kebebasan pers dijamin oleh undang-undang, namun tidak ada satu pun surat kabar atau majalah, bahkan media massa yang bebas melakukan
suatu kesalahan, kejahatan, atau penghinaan dan pencemaran nama terhadap seseorang, kelompok, organisasi, atau instansi tertentu, baik disengaja maupun
tidak, karena kelalaian ataupun kesembronoan.
180
Kesalahan yang terjadi dalam suatu pemberitaan tidak dapat dipandang ringan karena dapat menimbulkan fitnah
dan spekulasi.
181
177
Bambang Sadono, Penyelesaian Delik Pers Secara Politis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993, hal 24
178
Oemar Seno Adji, Op. Cit., hal 27
179
Ibid.,
180
Kustadi Suhandang, Op. Cit., hal 205
181
Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 115
Jurnalisme diwajibkan untuk menghadirkan fakta apa adanya, sebagai keburukan maupun sebagai kebaikan namun perlu diketahui bahwa berita
Universitas Sumatera Utara
yang negatif belum tentu merupakan kesalahan jurnalistik.
182
Berita negatif, sejauh ditulis berdasarkan fakta dan sumber yang berkompeten dan telah memenuhi etika
jurnalistik bukanlah suatu kesalahan.
183
Dengan kata lain, yang perlu dipersoalkan bukanlah berita-berita negatif, tetapi berita-berita yang melanggar KEJ.
184
Etika menulis di media massa sering kali disebut juga dengan etika jurnalistik atau KEJ, yaitu etika yang mengatur para perlaku media massa termasuk
wartawan dan juga penulis ketika menulis di media massa.
185
Etika bahasa jurnalistik menjadi pedoman setiap jurnalis atau para pengelola media massa untuk
memperhatikan serta tunduk kepada kaidah bahasa media massa.
186
Etika dalam bidang jurnalistik menjadi penting karena berkaitan dengan tolak ukur kegiatan
jurnalistik yang baik dan tidak baik, jurnalistik yang dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh masyarakat.
187
Etika pers adalah kesadaran moral. Kesadaran moral pers adalah pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan
tidak tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers.
188
Pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dan fakta yang benar dari berbagai sumber
berita sehingga khalayak dapat melihat sendiri informasi tersebut.
189
Oleh karena itulah wartawan sebagai profesional dalam menjalankan tugasnya dibimbing oleh
kode etik.
190
182
Agus Sudibyo, Op. Cit., hal 5
183
Ibid., hal 7
184
Ibid., hal 6
185
Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 18
186
Haris AS Sumadiria 1, Bahasa Jurnalistik, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2008, hal 191
187
Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 105
188
Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Op. Cit., hal 192
189
Ibid., hal 206
190
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Op. Cit., hal 116
Profesionalisasi dalam pemberitaan ditunjukkan dengan kaidah- kaidah atau adab-adab yang harus diikuti wartawan dalam pemberitaan mereka di
Universitas Sumatera Utara
bidang hukum.
191
Dalam halnya wartawan Indonesia, kode etik yang saat ini dikenal adalah Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan
Indonesia PWI.
192
Pemahaman yang mendalam dari para penegak hukum tentang mekanisme hubungan yang lazim antara khalayak dan media pers sangatlah penting dalam
upaya mengembangkan kebebasan dan tanggungjawab pers di negara demokrasi.
E. Penyelesaian Sengketa Gugatan Atas Berita yang Salah