kebebasan.
118
Tanpa mengurangi kehebatan dan kualitas media massa pada era orde baru, momentum berkembangnya jurnalistik dan media massa di Indonesia
dapat dikatakan terjadi para era reformasi, setelah tahun 1998.
119
Berita adalah sebuah laporan atau pemberitahuan mengenai terjadinya sebuah peristiwa atau keadaan yang bersifat umum dan baru saja terjadi yang
disampaikan oleh wartawan di media massa.
B. Pengaturan dan Standar Pemuatan Berita di Media Cetak
120
Dari segi etimologis, berita sering disebut juga dengan warta. Warta berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “vrit” atau
“vritta”, yang berarti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. Persamaan dalam bahasa Inggris dapat dimaknakan dengan “write”.
121
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat tentang suatu peristiwa, fakta,
atau hal yang baru, menarik dan perlu diketahui oleh masyarakat umum.
122
Seorang wartawan dalam penulisan berita bukanlah sekadar mencurahkan isi hati, melainkan harus memperhatikan anatomi berita. Sebuah berita ditulis
dalam bentuk piramida terbalik inverted pyramid yang merupakan kebalikan dari literary form bentuk cerita.
123
118
Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 6
119
Ibid., hal 7
120
Husnun N. Djuraid, Panduan Menulis Berita, UMM Press, Malang, 2009, hal 9
121
Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 46
122
Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 76
123
Hasan Asy’ari Oramahi, Jurnalistik Radio, Kiat Menulis Berita Radio, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal 44
Pola penulisan dalam ilmu jurnalistik teknik piramida terbalik menekankan pada cara menulis berita yang menempatkan berita
yang terpenting pada bagian akhir. Urut-urutan dalam sistem piramida terbalik, informasi berita tersusun dari yang sangat penting, penting, kurang penting, dan
Universitas Sumatera Utara
tidak penting mengerucut ke bawah.
124
Dalam ilmu jurnalistik dapat diringkas dengan istilah 5 W + 1 H What, Where, Who, When, Why + How, atau Apa,
Dimana, Siapa, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana.
125
Pola piramida terbalik itu mengisyaratkan bahwa bagian terpenting dari peristiwa, pendapat, dan masalah
langsung ditulis dalam alinea pertama dan sedapat mungkin menjawab kata tanya 5 W + 1 .
126
Secara garis besar, berita sebagai sajian pers berproses melalui tahapan- tahapan tertentu. Dalam tahapan ini pulalah, yang nantinya perlu disesuaikan
dengan kondisi setempat.
127
1. Kejadian atau peristiwa sampai ke reporter.
Tahapan suatu berita dari reporter sampai dengan tersaji dalam bentuk informasi tercetak adalah:
Di ruang pemberitan, pembuatan berita diawali oleh wartawan yang menyusunnya menjadi sebuah naskah berita. Berbagai redaktur
mengolahnya. Pemimpin redaksi, walau tidak ikut di dalam detil-detil pembuatan berita, menjadi pengontrol dan penanggungjawab.
128
2. Reporter memeriksa apakah kejadian itu benar-benar fakta. Jika
bukan fakta maka akan dibuang dan jika fakta maka akan naik kepada tahap selanjutnya.
Aturan pertama yang harus tetap diingat ialah jangan pernah menerima suatu informasi atau keterangan begitu saja, alias menelan
mentah-mentah take everything for granted, tapi check and recheck.
124
Paryati Sudarman, Op. Cit., hal 89
125
Nurudin, Op. Cit., hal 64
126
Andi Baso Mappatoto, Op. Cit., hal 88
127
Samsul Wahidin, Op. Cit., hal 132
128
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005, hal 197
Universitas Sumatera Utara
Meskipun begitu, penafsiran tetap merupakan bagian penting dari laporan.
129
3. Reporter kemudian menimbang apakah fakta tersebut mempunyai
nilai berita. Nilai berita adalah seperangkat kriteria untuk menilai apakah sebuah kejadian cukup penting untuk diliput. Apabila tidak
ada maka dibuang, dan apabila ada maka lanjut kepada tahap empat. Dalam kaitan cara pandang reporter suatu fakta atau peristiwa yang
layak menjadi berita, diperlukan beberapa indikator sebagai pijakannya, yang terdiri atas:
a. Aspek lokalitas berita yang mengacu pada jauh dekatnya lokasi
dan sifat faktaperistiwa; b.
Aspek dampak berita yang mengacu pada seberapa besar dampak faktaperistiwa tersebut bagi masyarakat;
c. Aspek ketertarikan yang mengacu pada daya tarik yang
ditimbulkan faktaperistiwa terhadap masyarakat; d.
Aspek keterlibatan yang mengacu pada banyak tidaknya orang yang terlibat dalam faktaperistiwa;
e. Aspek kebaruan yang mengacu pada baru atau tidaknya orang
yang terlibat dalam faktaperistiwa.
130
4. Reporter menilai fakta yang memiliki nilai berita tersebut fit to print
layak untuk dicetak atau tidak. Apabila tidak maka disimpan dahulu di arsip, dan apabila layak maka lanjut ke tahap lima.
129
Hasan Asy’ari Oramahi, Op. Cit., hal 51
130
Syarifudin Yunus, Op. Cit., hal 71
Universitas Sumatera Utara
Disini kriteria kelayakan berita diuji. Kriteria kelayakan berita merupakan tolak ukur suatu fakta atau peristiwa dinilai layak menjadi
berita.
131
a. Berita harus penting dan memberikan dampak langsung pada
kehidupan bermasyarakat. Untuk menentukan layak atau tidak suatu berita untuk
dipublikasikan maka ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan, antara lain:
b. Berita harus aktual, dalam artian bahwa berita tersebut belum
lama terjadi dan masih menjadi pembicaraan yang hangat di masyarakat.
c. Berita harus memuat hal yang bersifat unik dan khas.
132
5. Pada tahap ini, fakta yang memiliki nilai berita serta fit to print
disusun untuk dimuat di surat kabar ataupun disiarkan di televisi dan radio.
Disini dilakukan tahap yang dinamakan dengan penyuntingan berita atau yang sering disebut dengan editing. Dalam dunia jurnalistik,
proses editing dapat dilakukan oleh jurnalis itu sendiri atau oleh seorang editor yang mempunyai tugas khusus untuk melakukan
penyuntingan terhadap naskah berita sebelum naik cetak.
133
131
Ibid., hal 73
132
Ibid., hal 74
133
Ibid., hal 86
Kegiatan penyuntingan atau editing berita dapat pula dilakukan dengan
melakukan berbagai tahapan sebelum berita disajikan, yang terdiri atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual;
b. Menghindari kontradiksi dan memperbaiki berita;
c. Memperbaiki kesalahan ejaan tanda baca dan tata bahasa;
d. Menyesuaikan gaya bahasa dengan gaya bahasa surat kabar
yang bersangkutan; e.
Meringkas berita agar memiliki kejelasan makna; f.
Menghindari pemakaian bahasa yang negatif bad taste dan bermakna ganda;
g. Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi subjudul;
h. Menemukan judul yang menarik;
i. Membuat keterangan gambar caption;
j. Mengecek berita yang tercetak.
134
Untuk menyiasati kelemahan wartawan dalam menggambarkan sebuah peristiwa melalui tulisan, diperlukan peran seorang redaktur.
Redaktur tidak hanya berperan menyunting kalimat dalam berita yang dibuat wartawan, tetapi juga mempunyai peranan penting sebagai
pembimbing dan pendamping dalam menuliskan berita.
135
6. Setelah berita rampung dan siap untuk dicetak maka dimulailah
proses pencetakan. Percetakan merupakan unit kerja dimana naskah yang akan
diterbitkan dicetak. Adapun proses pencetakannya merupakan metode pembuatan bentuk-bentu huruf dan gambar. Pencetakan merupakan
134
Ibid., hal 87
135
Husnun N Djuraid, Op. Cit., hal 38
Universitas Sumatera Utara
karya yang menampilkan pengetahuan dimana setiap orang bisa membacanya. Melalui karya tersebut disuguhkan fakta dan ide-ide
dalam bentuk yang bagus dan permanen.
136
Proses kerja unit percetakan dimulai dengan menerima order cetak yang sudah jadi, artinya order percetakan koran atau majalah diterima
dalam bentuk sudah selesai layout.
137
Itu sebabnya semua penerbitan pers baik yang memiliki percetakan sendiri maupun yang
mencetakkan pada penerbitan lain harus mengelola penerbitannya itu sampai selesai proses layout.
138
Semua isi dari penerbitan pers tersebut adalah tanggungjawab dari penerbitannya sendiri, yang
artinya pihak percetakan tidak bertanggungjawab terhadap isi penerbitannya.
139
7. Surat kabar yang telah selesai dicetak kemudian ditangani oleh bagian
sirkulasi yang akan mendistribusikannya. 8.
Pada akhirnya surat kabar sampai kepada tangan pembaca.
140
C. Struktur Organisasi Media Cetak