Inseminasi Buatan Pada Manusia Menurut Hukum Perdata di Indonesia

Dalam hukum Islam AID inseminasi buatan oleh donor diharamkan, karena dilakukan oleh seorang donor dan bukan oleh suami si wanita. Apabila seorang wanita melahirkan seorang anak melalui AID, maka anak tersebut bernasab hanya kepada ibunya saja. Tentang hubungan nasab antara anak dan ayah, kebanyakan ulama mutakhir menyatakan dengan jelas bahwa anak itu dipandang sebagai anak yang punya donor tersebut, anak itu menjadi ahli warisnya dan bermahram dengan isterinya dan anak-anak yang lain. 9

B. Inseminasi Buatan Pada Manusia Menurut Hukum Perdata di Indonesia

Upaya inseminasi buatan yang merupakan bukti adanya kemajuan dalam ilmu kedokteran, selalu memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tata aturan yang hidup dan senantiasa dijalankan oleh masyarakat Indonesia. 10 Di dalam Hukum Perdata BW memang tidak ada suatu ketentuan yang mengatur secara khusus tentang praktek dilakukannya inseminasi buatan yang melahirkan seorang anak melalui proses bayi tabung, tetapi yang ada hanyalah mengatur tentang kedudukan anak yang dilahirkan secara alamiah. Namun tidak berarti bahwa ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan terhadap anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung yang menggunakan sperma suami. Caranya yaitu dengan mengkaitkan dengan kedudukan yuridis anak tersebut. 9 Sayyid Muhammad Ridwi, Perkawinan dan Seks dalam Islam, cet. II, Jakarta:Lentera, 1996, h. 123. 10 Safiuddin Shidik, Hukum Islam Tentang Berbagai Persoalan Kontemporer, Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara, 1978, h. 142. Karena kedudukan yuridis mempunyai pengaruh dalam menentukan berhak atau tidaknya seorang anak memperoleh haknya yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Inseminasi buatan menurut hukum perdata memiliki pemberlakuan hukum sendiri. Di antaranya jika inseminasi buatan sumber benihnya berasal dari suami isteri, dan dilakukan proses fertilisasi in vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim isteri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah keturunan genetik dari pasangan tersebut. Lain halnya jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya, maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Hal ini telah ditentukan sesuai dengan dasar hukumnya pada Pasal 255 KUH Perdata, “Anak yang dilahirkan 300 hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah”. Jika suami mandul dan istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur istri akan di buahi dengan sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim isteri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukumnya tertuang pada pasal 250 KUH Perdata yaitu, “Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya”. Apabila penggunaan sperma donor itu tidak mendapat izin dari suaminya, maka suami dapat menyangkal keabsahan anak yang dilahirkan oleh isterinya. Di dalam pasal 44 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebutkan juga bahwa: a. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu sebagai akibat dari perzinahan. b. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah tidaknya anak yang dilahirkan atas permintaan yang berkepentingan. 11 Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukumnya tertera pada pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 250 KUH Perdata. Sel sperma maupun sel telurnya yang berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan suami istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah. 11 M. Darudin, Reproduksi Bayi Tabung Ditinjau dari Hukum Kedokteran, Hukum Perdata, dan Hukum Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1997, h. 119. Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologisnya sebagai anaknya. Di dalam Teknik Reproduksi Buatan atau Inseminasi Buatan di Indonesia juga diatur dalam pasal 16 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, yang menyebutkan: 1 Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu pasangan suami isteri mendapatkan keturunan. 2 Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan ketentuan: a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan, ditanam dalam rahim isteri dari mana ovum berasal. b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. c. Pada sarana kesehatan tertentu. 3 Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara alami sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selain dari Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang mengatur teknik inseminasi buatan, ada juga dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 72MenkesPerII1999 tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan, yang berisikan tentang: ketentuan umum, perizinan, pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan di atas, maka dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit oleh direktorat khusus dan swasta, departemen kesehatan RI yang menyatakan bahwa: a. Pelayanan teknologi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur dan sperma suami yang bersangkutan. b. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertile, sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan infertilitas secara keseluruhan. c. Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim isteri tidak lebih dari tiga; boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan: 1 Rumah sakit memiliki tiga tingkat peralatan intensif BBL 2 Pasangan Suami isteri sebelumnya sudah mengalami sekurang- kurangnya 2 kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal 3 Isteri berumur lebih dari 35 tahun d. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun e. Dilarang melakukan jual beli embrio ovum dan spermatozoa f. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan penelitiannya dirumuskan dengan sangat jelas. g. Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi. h. Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh di biak invitro lebih dari 14 hari tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang sangat rendah atau simpan beku. i. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan menggunakan embrio, ovum atau spermatozoa manusia tanpa izin khusus dari siapa telur atau spermatozoa itu diperoleh. j. Dilarang melakukan fertilisasi transpesies kecuali apabila fertilisasi transpesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fertilisasi transpesies harus segera diakhiri pertumbuhannya pada tahap biasa. 12

C. Dampak Perkembangan Bioteknologi dalam Inseminasi Buatan