Dampak Inseminasi Buatan Terhadap Perwalian Anak Perempuan

seorang laki-laki sebagai seorang ayah, anak atau suami untuk memenuhi kepentingan hajat hidup anak, isteri, ibu ataupun saudara permpuannya. 14 Oleh karena itulah nilai moral mulia yang hendak dicapai dalam kehidupan manusia ini sedikit terusik dengan terciptanya teknologi-teknologi baru yang diciptakan oleh manusia, yang sedikit banyak telah merusak tatanan moral kehidupan manusia, seperti dalam hal terciptanya teknologi inseminasi buatan pada manusia ini untuk menghasilkan manusia dengan jalan pintas yaitu tanpa melalui proses hubungan seks yang halal antara laki-laki dan perempuan. Seiring perkembangan inseminasi buatan ini, selalu timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak, karena tujuannya yang mulia menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. 15 Dari permasalahan yang ditimbulkan dalam inseminasi buatan, penulis akan membahasnya mengenai aspek hukum perdata dan aspek hukum Islam yang menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat ataupun dampak yang mengikutinya.

1. Dampak Inseminasi Buatan Terhadap Perwalian Anak Perempuan

14 Muhammad Al-Bani, Langkah Wanita Islam Masa Kini; Gejala-gejala dan Sejumlah Jawaban, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, h. 39. 15 Sthefany Avonina, Perkembangan Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan Bayi Tabung Di Tinjau Dari Hukum Perdata Di Indonesia , artikel diakses pada 31 Juli 2004 dari http:ikht.netartikel_lengkap.php?Id=2-25k. h. 3. Inseminasi buatan sebagaimana telah dikemukakan di atas, pokok permasalahan yang harus dibedakan bila nasab atau keturunan anak yang lahir nanti harus disesuaikan dengan asal spermanya. Apakah sperma tersebut berasal dari sperma suami sendiri atau berasal dari sperma donor. Jika wanita yang menerima sperma donor itu kelak benar-benar melahirkan anak, maka dengan sendirinya status anak itu menjadi masalah yang musykil. Masyarakat luas, apalagi yang tidak mengetahui asal muasal anak itu tentu akan mengira anak itu adalah anak sah dari suami isteri, akan tetapi hukum akan menilai bukan hanya apa yang tampak mata, melainkan apa dan bagaimana sesungguhnya yang terjadi. Untuk mengetahui status anak hasil sperma donor itu perlu dikemukakan lebih lanjut bentuk inseminasi dengan sperma laki-laki donor itu sesuai dengan fakta yang telah terjadi. Sperma yang berasal bersumber dari orang lain donor, bukan dari suami sendiri, status anak hasil inseminasi itu sama dengan anak zina, yaitu bernasab kepada ibunya saja. Status anak dari sperma donor dipandang sebagai anak zina, bukan karena cara yang dilakukan sebagai suami isteri. Tetapi dilihat dari segi kekaburan keturunan anak itu, yang sama sekali tidak dapat diketahui siapa bapaknya donor karena donor itu mesti dirahasiakan. Kalau kita perhatikan, nasab anak hasil inseminasi adalah lebih kabur dari pada anak zina. Anak hasil inseminasi, tidak dapat diketahui laki-laki donor itu dan memang harus tetap dirahasiakan, dan hanya dokter saja yang mengetahuinya. 16 Ketika anak yang lahir hasil inseminasi buatan dari sperma donor adalah perempuan, jika anak tersebut sudah beranjak dewasa dan ingin melangsungkan pernikahan maka harus memenuhi rukun dan syaratnya, di antaranya adanya seorang wali yang akan menikahkannya. Seorang bapak tidak berhak menikahkan atau menjadi wali anak perempuannya, apabila anak tersebut adalah anak tidak sah, yaitu anak hasil hubungan zina ataupun anak hasil dari sperma yang tidak sah selain bapak kandungnya. Penguasa adalah wali nikah bagi perempuan yang tidak memiliki wali nikah. HR. Abu Daud. Karena inseminasi buatan dari sperma donor dapat dikatakan sebagai perzinahan, maka anak yang lahir pun dapat dikatakan sebagai anak zina. Dan anak zina tersebut hanya bernasab kepada ibunya saja, maka yang akan menjadi wali dalam pernikahannya nanti adalah wali hakim, bapak atau kakek atau seterusnya ke atas tidak berhak menikahkannya. Namun sebaliknya, apabila anak perempuan tersebut terlahir dari sperma yang berasal dari sperma bapaknya atau suami dari ibu dengan perkawinan yang sah, maka tidak ada masalah dalam perwaliannya yaitu yang berhak mewalikan menikahkan adalah bapak dan seterusnya ke atas, karena anak tersebut bernasab ke bapak dan ibunya. 16 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah Al-Haditsah,. h. 84

2. Dampak Inseminasi Buatan Terhadap Kewarisan