ANAK JALANAN LANDASAN TEORI

45 sebagian besar waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. 45 Hasil study Soedijar dan Putranto tentang profil anak jalanan di Jakarta memberikan definisi anak jalanan sebagai anak yang berusia 7 hingga 15 tahun yang bekerja di jalanan dan tempat umum lainnya yang dapat menggangu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya sendiri. Putranto menambahkan bahwa tipe lain dari anak jalanan adalah mereka yang melarikan diri dari keluarga bahagia atau bermasalah dan mereka biasanya tidak terlalu di dorong oleh motivasi ekonomi. 46 Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-tempat umum lainnya baik untuk mencari nafkah maupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah, ada beberapa anak yang rela melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan kesadaran sendiri, namun banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan mengemis, mengamen, menjadi penyemir sepatu, dan lain-lain oleh orang-orang di sekitar mereka, entah itu orang tua atau pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang rendah. Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6-18 tahun, berada di jalanan lebih dari 4 jam 45 Intervensi Psikososial, Departemen Sosial, Direktorat kesejahteraan Anak Keluarga dan Lanjut Usia Jakarta: Depsos, 2001 h. 30 46 Irwanto, dkk. Pekerja Anak di Tiga Kota Besar: Jakarta, Surabaya, Medan UNICEF, 1997 h. 59 46 dalam satu hari, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi. 2. Faktor Penarik dan Pendorong Anak Turun ke Jalan Menurut Shalahudin, beberapa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalanan adalah: 47 a. Keluarga miskin Hampir seluruh anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Sebagian besar dari mereka berasal dari perkampungan-perkampungan urban yang tidak jarang menduduki lahan-lahan milik negara dengan membangun rumah-rumah petak yang sempit yang sewaktu-waktu dapat digusur. Anak jalanan yang berasal dari luar kota, sebagian besar berasal dari desa-desa miskin. Kemiskinan merupakan faktor dominan yang medorong anak-anak menjadi anak jalanan. Anak dari keluarga miskin, karena kondisi kemiskinan kerap kali kurang terlindungi sehingga menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi anak jalanan. b. Kekerasan keluarga Kekerasan keluarga merupakan faktor risiko yang paling banyak dihadapi oleh anak-anak sehingga mereka memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup di jalanan. Berbagai faktor risiko lainnya yang berkaitan dengan hubungan antara anak dengan keluarga, tidak lepas 47 Shalahudin, Anak Jalanan Perempuan Semarang: Yayasan Setara, 2000 hal. 10- 15 47 dari persoalan kekerasan. Seperti kasus eksploitasi ekonomi terhadap anak yang dipaksa menyerahkan sejumlah uang tertentu setiap harinya, akan menghadapi risiko menjadi korban kekerasan apabila tidak memenuhi target tersebut. Kekerasan dalam keluarga tidak hanya bersifat fisik saja, melainkan juga bersifat mental dan seksual. c. Eksploitasi ekonomi Anak-anak yang turun ke jalan karena didorong oleh orang tua atau keluarganya sendiri atau biasanya bersifat eksploratif. Anak ditempatkan sebagai sosok yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Eksploitasi ekonomi oleh orang tua mulai marak terjadi ketika pada masa krisis, dimana anak-anak yang masih aktif bersekolah didorong oleh orang tuanya mencari uang dan ditargetkan memberikan sejumlah uang yang ditentukan oleh orang tua mereka. d. Impian bebas Dunia jalanan dianggap enak sehingga menjadi alternatif termudah untuk mendapat kebebasan sebagai wujud pencarian jalan keluar dari masalah yang ada di rumah. e. Ingin punya uang sendiri Anak ingin punya uang sendiri untuk memenuhi keperluan dan keinginan pribadi. f. Pengaruh teman Usia bermain dan usia lanil menyebabkan anak mudah terpengaruh terutama terhadap teman sebaya. 48 3. Kategori dan Karakteristik Anak Jalanan Menurut Surbakti, berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: Pertama, Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi –sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. 48 Kedua, Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak- anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional,fisik maupun seksual. Ketiga, Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan 48 Departemen Sosial: Modul Pendampingan Anak Jalanan Semarang: Departemen Sosial, 1997 49 kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti. Berdasarkan beberapa pengelompokan yang sudah dipaparkan di atas, maka karakteristik anak jalanan berdasarkan pengelompokan anak jalanan sebagai berikut: 49 a. Kelompok anak yang hidup di jalanan. Karakteristiknya: Menghabiskan seluruh waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun menggelandang atau tidur, hidup dalam kelompok kecil atau perorangan, hubungan dengan orang tuanya biasanya sudah putus, bekerja sebagai pemulung, pengamen, pengemis, penyemir sepatu, kuli angkut barang, berpindah-pindah tempat. b. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan masih pulang ke rumah orang tua mereka setiap hari. Karekteristiknya: Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan, hubungan dengan orang tua masih ada tetapi tidak harmonis, sebagian besar dari mereka telah putus sekolah dan sisanya rawan untuk meninggalkan bangku sekolah, c. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan pulang ke desanya antara 1 hingga 2 bulan sekali. Karekteristiknya: bekerja di jalanan sebagai pedagang asongan, menjual makanan keliling, kuli angkut 49 Hendriyati, Ringkasan Analisis Situasi Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus, Jakarta: Atmajaya, 1998. Hal. 5 50 barang, hidup berkelompok bersama orang-orang yang berasal dari satu daerah dengan cara mengontrak rumah atau tinggal di sarana- sarana umum, pulang antara 1 hingga 3 bulan sekali, ikut membiayai keluarga di desanya, putus sekolah. d. Kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria: Bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur dengan keluarganya, 4 –5 jam bekerja di jalanan, masih bersekolah, pekerjaan penjual koran, penyemir sepatu, pengamen, usia rata-rata di bawah 14 tahun. e. Kelompok anak remaja jalanan bermasalah ABG. Karekteristiknya: Menghabiskan sebagian waktunya di jalanan, sebagian sudah putus sekolah, terlibat masalah narkotika dan obat-obatan lainnya, sebagian dari mereka melakukan pergaulan seks bebas. 4. Gaya Hidup Anak Jalan Kehidupan anak jalanan tidak hanya saling percaya, melindungi dan setia kawan, tetapi bagaimana mereka menjalani kehidupan dengan gaya hidup mereka sendiri. Adapun gaya hidup anak jalanan meliputi: 50 a. Makan dan tempat tidur Makanan dan tempat tidur merupakan faktor penting bagi anak jalanan. Banyak anak jalanan yang tidak mendapat makanan yang cukup untuk mengisi perut dan tempat tidur yang layak. 50 Irwanto, dkk. Pekerja Anak di Kota Besar, UNICEF, 2000 hal.112-115 51 b. Viktimasi Viktimasi diperlukan ketika anak jalanan di perlukan di luar proporsi tanpa mempertimbangkan keadaan yang dihadapi seperti berbagai aksi kekerasan. c. Penyalahgunaan zat atau obat terlarang dan bermain game Anak jalanan biasanya menghabiskan sebagian penghasilannya untuk membeli obat-obatan terlarang, miras, lem, bensin dan sebagian waktunya dihabiskan untuk bermain video game. Tampaknya hal ini akan memberikan rasa damai yang lebih ditengah kerasnya kehidupan jalanan. d. Seks Hubungan seksual yang dilakukan anak jalanan terjadi pada sesama anak jalanan maupun dengan pekerja seks komersial PSK. 52

BAB III GAMBARAN UMUM DILTS FOUNDATION

A. Sejarah Dilts Foundation

Dilts Foundation adalah suatu yayasan sosial yang berdiri pada 1 Mei 2000 diprakarsai oleh DR.Russel Dilts beserta istri Wahyu Setyowati. Namun kegiatan pasangan Dilts sendiri telah dilakukan sejak 1996 karena kepeduliannya terhadap nasib anak-anak jalanan, anak terlantar, pemulung kecil, anak yatimpiatu dan anak-anak dari kalangan keluarga prasejahtera dengan dibantu oleh rekan-rekan sukarelawan baik secara material maupun immaterial. 51 Dalam kegiatannya selain peduli terhadap pendidikan dan kesehatan, Dilts Foundation DF juga ikut berperan dalam penyampaian informasi kepada masyarakat, pendistribusian bantuan-bantuan bagi korban bencana di berbagai daerah baik berupa bahan makanan, pakaian, obat-obatan maupun penyuluhan-penyuluhan yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 52 Tujuan dari layanan Dilts Foundation bidang kesehatan dan pendidikan adalah: Menjembatani antara para penderita dengan lembaga-lembaga pelayanan, terutama yayasan sosial dan profesional di bidang medis baik instansi pemerintah maupun swasta. Mendidik warga masyarakat umum agar dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, sebagai salah satu solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan secara bersama. Merubah kebiasaan- 51 Study dokumentasi brosur Dilts Foundation 52 Wawancara peneliti dengan dierektur manager Dilts Foundation 53 kebiasaan dan norma-norma yang negatif, birokratik dan pasrah, agar “Harapan“ menjadi suatu budaya baru yang dapat mereka pahami. Memberdayakan lembagainstansiyayasan terkait, dermawan donatur serta masyarakat umum agar permasalahan pendidikan dan kesehatan anak-anak dapat dilihat secara jelas dan ditangani sepenuhnya secara profesional. Memberi contoh serta arah kepada para masyarakat umum, profesional dibidang media, dan para pekerja sosial bahwa setiap orang dapat menyalurkan kepedulian sosial mereka secara nyata. 53 Yayasan Dilts mempunyai tempat kegiatan belajar yang berlokasi di Wisma Danapati Jl. Raya Pasar Minggu No 103 AB, Teluk Bone Komp. AL Pasar Minggu. Pelayanan pendidikan dan kesehatan meliputi area Pasar Minggu, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Pondok Pinang dan Pondok Indah.

B. Sejarah Musik Sampah

Yayasan Dilts Fondation sebagai salah satu lembaga yang konsen di anak jalanan memiliki program art therapy yang bertujuan untuk memberikan rasa keceriaan, ketenangan, dan kebahagiaan bagi anak jalanan. Art Therapy yang ada di Dilts Foundation memiliki beberapa macam, seperti melukis, menggambar, theater, dan musik sampah perkusi. Musik sampah terbentuk pada tahun 2007 atas saran dari seorang relawan Dilts Foundation yang juga merupakan mahasiswa jurusan musik di Institut Kesenian Jakarta yaitu Raden Agung H. F. 53 Study dokumentasi brosur Dilts Foundation