Abdul Rahim Siregar : Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Deli Di Kelurahan Aur Medan Maimun, 2010.
4.4.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai DAS dengan pendekatan baru
Dalam banyak literatur sudah sangat banyak kita membaca tentang metode, sistem dan mekanisme untuk mengelola DAS, tapi kenyataanya di lapangan masih banyak
persoalan-persoalan serius yang segera ditangani, oleh karenanya jika kita sepakat bahwa persoalan DAS merupakan persoalan luar biasa, dan sudah barang tentu solusi
yang dilakukan harus dengan pengelolaan luar biasa dan dengan pendekatan baru. Oleh karenanya perlu disampaikan beberapa fakta dan data dilapangan yang menjadi
referensi bagi kita untuk mengelola DAS dengan pendekatan baru : 1.
Dari hasil kondisi faktual Sungai Deli ditahun 2008 Terjadi krisis hutanlahan kawasan Hijau yang seharusnya 30 kenyataanya hanya tersisa 7,59 , dan juga
terjadi defisit air Sungai Deli ± 2,5 m3, seharusnya hal ini sesuatu yang tidak boleh terjadi. Hal ini menunjukan ketidak seriusan Pemerintah kota untuk
mengurusi persoalan DAS. Dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat sepanjang DAS Deli sudah diluar toleransi kesabaran, dikarenakan pada saat
mulai hujan turun maka masyarakat sudah dihatui perasaan akan adanya banjir yang sampai rumah-rumah mereka tenggelam dan mereka mendapatkan kerugian
moril dan materil. Jika kita kembali kebelakang, dulu Sungai Deli dijadikan salah satu lalulintas air yang dilewati kapal para saudagar kaya yang ingin memasuki
inti kota. 2.
Fakta berikutnya adalah sudah menjamurnya bangunanrumah disepanjang DAS Deli, apakah yang legal dan illegal? Apakah mengekspliotasi jalur hijau DAS
Abdul Rahim Siregar : Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Deli Di Kelurahan Aur Medan Maimun, 2010.
Deli atau tidak, Apakah sudah memiliki Amdal atau Tidak? Apakah sudah dapat izin menimbun lahan atau tidak?. Sederetan pertanyaan diatas menunjukkan
potret bangunan di sepanjang DAS Deli. Bangunan-bangunan ini terkesan dibiarkan dan hingga saat ini belum ada penertiban dan solusi memindahkan
masyarakatnya ke lokasi yang lebih repsentatif. 3.
Fakta lain juga kita jumpai terjadi penyempitan dan pelurusan Sungai Deli, yang hal ini juga akan menjadi pemicu terjadinya banjir dengan debit yang lebih besar.
Logika sederhana bahwa alur sungai diciptakan berliku – liku sehingga ada penahan jika terjadi debit air, dan kalau kita berani melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kondisi alami, sudah barang tentu akan ada konsekuensi negatif yang akan dihadapakan kepada kita. Kebijakan ini harus ditinjau ulang
sehingga tidak memperikan damapak negatif yang lebih besar lagi. Bahkan memunculkan pertanyaan, Sebenarnya unutk kepentingan siapa pelurusan dan
penyempitan suangai Deli dilakukan? 4.
Pengawasan yang lemah dari instansi yang diberikan mandat oleh peraturan, jika pengawasan ini hanya dilakukan setengah hati, maka penertiban dan pengelolaan
DAS yang dilakukan hanya akan memunculkan masalah – masalah baru. Setiap kali pengawasan dilakukan tidak optimal maka aan melahiran permasalahan yang
destruktif, seharunya pengawasan dilakukan atas tanggungjawab kepada publikmasyarakat bukan hanya kepada atasan. Pengawasan yang lemah ini tidak
boleh dibiarkan, hal ini akan menghambat pembangunan SDM dan Infrastruktur kota.
Abdul Rahim Siregar : Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Medan Studi Kasus: Daerah Aliran Sungai Deli Di Kelurahan Aur Medan Maimun, 2010.
5. Sering sekali ide, gagasan dan argumentasi yang disampaikan oleh para pakar
tehadap penyelesaian darurat jalur hijau DAS Deli, hanya menjadi wacana dan teoritis saja. Sehingga Konsep yang diusulkan tidak sama sekali menjadi bagian
dari agenda pembangunan kota. Konsep Water front City dan Konsep Zero Delta Q belum pernah diterapkan. Kalau Konsep ini memiliki konsideran hukum dan
bagian dari isu peraturan atau paling tidak dalam SK Kepala Daerah. Maka akan kita pastikan dapat dijalankan secara optimal dan akhirnya dapat mereduksi
persoalan tentang DAS Deli.
4.4.2 Law EnforcementPenegakan Hukum