dan anak-anaknya. Tentu saja hal ini juga dapat memicu timbulnya stres, tidak hanya stres fisik tapi juga berlanjut dengan stres emosional yang ditandai dengan
perasaan takut, cemas, marah bahkan depresi yang akhirnya mengarah pada dampak stres terhadap perilaku yang muncul seperti tidak sanggup lagi melakukan
tugasnya sebagai isteri maupun ibu rumah tangga. Jadi dapat disimpulkan bahwa isteri karyawan perkebunan kelapa sawit adalah
isteri yang suaminya bekerja sebagai karyawan di perkebunan kelapa sawit yang membantu suaminya bekerja di lapangan dengan tidak menerima upah.
E. HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTERI KARYAWAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Isteri yang bekerja memegang banyak peran dan berbagai tuntutan yang memungkinkan terjadinya tekanan dan ketegangan. Terkadang, tekanan yang
dihadapi dapat menambah kegembiraan dan minat pada kehidupan, tetapi sering juga merupakan masalah. isteri selain bekerja juga memiliki peran sebagai ibu
rumah tangga yang harus mengurus suami dan anak-anaknya. Stres yang dialami oleh wanita yang bekerja lebih besar dari pada yang dialami wanita yang tidak
bekerja, sebab wanita yang bekerja memiliki stress yang khas seperti hal-hal yang berkaitan dengan masalah perkawinan, pekerjaan, isolasi sosial, diskriminasi serta
adanya konflik peran ganda Wolfman, 1989. Fenomena di lapangan menggambarkan para isteri karyawan yang membantu
suaminya bekerja diperkebunan kelapa sawit dihadapkan pada beban pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
yang sangat berat. Beban kerja yang terlalu berat dapat menjadi penyebab munculnya stres stressor.
Bagi wanita yang bekerja di perkebunan kelapa sawit dapat mengalami stress secara fisiologis. Beban kerja yang terlalu berat menjadi stressor yang akan
mengakibatkan dampak stres terhadap fisik dan kesehatan. Sistem kekebalan tergangggu sehingga badan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Kondisi
lingkungan kerja yang kurang mendukung seperti banyak nyamuk, ulat, ular atau binatang lainnya, begitu juga jarak yang jauh dari rumah terkadang ditempuh
hanya dengan berjalan kaki dari pagi hari hingga siang saat pulang kerja. Belum lagi peran isteri yang harus disibukkan dengan kegiatan megurus rumah tangga
dan anak-anaknya. Tentu saja hal ini juga dapat memicu timbulnya stres, tidak hanya stres fisik tapi juga berlanjut dengan stres emosional yang ditandai dengan
perasaan takut, cemas, marah bahkan depresi yang akhirnya mengarah pada dampak stres terhadap perilaku yang muncul seperti tidak sanggup lagi melakukan
tugasnya sebagai isteri maupun ibu rumah tangga. Witkil Lanoil 1986, menyatakan bahwa wanita pekerja menderita stres
yang lebih besar dibanding dengan pria pekerja atau pria dan wanita yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena kondisi fisiologis wanita itu sendiri serta
adanya konflik peran, yakni sebagai wanita yang bekerja, sebagai isteri, sebagai ibu dan sebagai anggota suatu perkumpulan tertentu. Wanita pekerja mengalami
stres yang lebih besar karena harus menjalankan tugas ditempat kerja dan dirumah. Akibatnya, wanita tersebut menderita gejala-gejala pusing, sakit
punggung, radang usus besar dan ketegangan pada masa pra menstruasi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya Atkinson 2000, mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis
seseorang. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai
aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari Warr, dikutip oleh Ryff, 1995.
Bradburn, dkk dalam Ryff, 1989 mengatakan kebahagiaan atau kesejahteraan psikologis dapat disebut juga dengan Psychological Well-Being PWB.
Selanjutnya Ryff dalam Keyes, 1995 sebagai penggagas teori Psychological Well-Being menyebutkan bahwa PWB dapat ditandai dengan diperolehnya
kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi. Ryff, 1989 menyebutkan kebahagian hapiness merupakan hasil dari kesejahteraan
psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Isteri yang rela membantu suaminya berarti ia bisa menerima dirinya dan
kondisi pekerjaan suaminya dari sekedar perasaan terpaksa ataupun tertekan dengan beban pekerjaan yang berat. Tidak hanya itu, jika isteri mampu menguasai
lingkungan mereka mampu melihat peluang yang dapat dijadikan sebagai tambahan penghasilan seperti memelihara ternak ayam, kambing atau sapi dan
mereka bisa lebih sejahtera secara ekonomi maupun psikologis. Townsend et al 2000, menyatakan bahwa banyaknya peran yang dimiliki
seorang wanita dihubungkan dengan semakin baiknya PWB wanita tersebut, namun disisi lain peran yang besar dapat menimbulkan efek-efek negatif yang
Universitas Sumatera Utara
akan memicu stress seperti berkurangnya kepuasan hidup, stress di lingkungan kerja bahkan munculnya symptom-simptom depresif.
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, terlihat adanya suatu benang merah antara stres dengan Psychological Well-Being pada isteri karyawan
perkebunan kelapa sawit.
F. HIPOTESIS PENELITIAN