PEMBAHASAN Hasil penelitian pada sampel isteri karyawan perkebunan kelapa sawit yang

C. PEMBAHASAN Hasil penelitian pada sampel isteri karyawan perkebunan kelapa sawit yang

membantu suaminya bekerja di lapangan menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara stres dengan PWB. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat stresnya maka semakin rendah PWB subjek dan sebaliknya semakin rendah tingkat stresnya maka semakin tinggi PWB subjek. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiara Ruini,et al 2003, menemukan bahwa ada hubungan yang negatif antara psychological well- being terhadap distress stres yang memberi dampak buruk. Jadi semakin tinggi PWB maka semakin rendah distress orang tersebut. Sebaliknya semakin rendah PWB maka semakin tinggi distress orang tersebut Sebagian besar individu merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang negatif, yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik, mental ataupun perilaku yang tidak wajar. Adapun penyebab terjadinya stres di dalam diri seseorang disebabkan karena adanya stimulus yang membawa dan membangkitkannya yang disebut sebagai stressor. Bentuk dari stressor tersebut berupa situasi, kejadian atau objek yang dapat membawa pengaruh pada tubuh dan menyebabkan reaksi bagi diri seseorang Selye, 1982. Stres yang dimiliki oleh subjek dalam penelitian ini berada pada ketegori sedang. Hal ini terlihat ketika mereka stres cenderung ada yang menarik diri dari lingkungan namun ada juga yang melampiaskannya dengan marah-marah terhadap orang-orang yang ada dilingkungannya. Senada dengan penuturan Sarafino 2006 bahwa stres muncul akibat terjadinya kesenjangan antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan Universitas Sumatera Utara dengan sumber daya biologis, psikologis atau sistem sosial yang dimiliki individu tersebut sehingga berpengaruh terhadap kognisi, emosi dan perilaku sosialnya. Penelitian yang dilakukan Townsend et al 2000, menyatakan bahwa banyaknya peran yang dimiliki seorang wanita dihubungkan dengan semakin baiknya PWB wanita tersebut, namun disisi lain peran yang besar dapat menimbulkan efek-efek negatif yang akan memicu stres seperti berkurangnya kepuasan hidup, stres di lingkungan kerja bahkan munculnya simptom-simptom depresif. Selanjutnya Atkinson 2000, mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Kesejahteraan fisik berkaitan dengan kesehatan jasmani sedangkan kesejahteraan psikologis merupakan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari Warr, dikutip oleh Ryff, 1995. Hal ini menunjukkan kesesuaian dengan hasil dalam penelitian ini, dimana ada tujuh subjek penelitian yang memiliki stres rendah maka kesejahteraan psikologis yang dimilikinya tinggi. Perempuan dalam pandangan Ryff dalam Keyes, 1995, tidak mencari penderitaan dan selanjutnya pasif menikmati penderitaan itu. Dengan konsepnya mengenai reinterpretasi, Ryff justru melihat perempuan sebagai pribadi sejahtera yang mampu mengendalikan lingkungannya. Perempuan seperti ini mampu melakukan sesuatu yang bermakna dalam tekanan sekalipun. Hal ini senada dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan ada tujuh isteri karyawan yang memiliki PWB tinggi sehingga stres yang dialaminya cenderung rendah. Isteri Universitas Sumatera Utara karyawan perkebunan kelapa sawit sudah bisa menerima keadaan dirinya dan suaminya apa adanya. Mereka memberikan peranan sebagai seorang isteri, sebagai seorang pekerja yang rela membantu suami bekerja di lapangan tanpa dibayar agar beban suami berkurang dan mendapatkan penghasilan yang lumayan. Berdasarkan kategorisasi data empirik pada variabel stres, subjek penelitian secara umum tergolong memiliki stres yang sedang. Selye dalam Rice 1992 menyatakan pada tingkat stres yang tinggi, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah dan mudah emosi. Hal ini Sejalan dengan penelitian ini terlihat ketika mereka stres cenderung ada yang menarik diri dari lingkungan namun ada juga yang melampiaskannya dengan marah-marah terhadap orang-orang yang ada dilingkungannya. Berdasarkan kategorisasi data empirik pada variabel PWB, subjek penelitian secara umum tergolong memiliki PWB sedang. Ryff 1989 menyebutkan bahwa individu yang memiliki PWB yang baik adalah individu yang mampu menerima dirinya apa adanya, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki kemandirian, pengguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan. Skor sedang menunjukkan keadaan subjek yang sudah mampu untuk menerima dirinya apa adanya, mampu memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki otonomi atau kemandirian, mengetahui tujuan hidupnya, melakukan pertumbuhan Universitas Sumatera Utara atau perkembangan potensi diri, dan menguasai keadaan lingkungannya namun belum maksimal. Berdasarkan matriks kategorisasi diperoleh sebanyak tiga puluh satu subjek dengan stres sedang dan PWB sedang merupakan hasil mayoritas dari penelitian ini. Empat orang subjek yang masing-masing berusia 24, 23, 43 dan 50 tahun yang telah bekerja selama 8, 7, 12, dan 20 tahun dengan satu orang berlatar pendidikan SMP dan ketiganya SD memiliki stres sedang namun PWB tinggi. Enam orang subjek yang berusia 30, 42, 48, 42, 46, 27, yang telah bekerja selama 10, 24, 25, 13, 12 dan 10 tahun yang keempatnya berlatar belakang pendidikan SD dan satu orang SMP memiliki stres tinggi namun PWB sedang. Sesuai dengan hasil penelitian Ryff 1989 yang menemukan bahwa individu yang berada dalam usia dewasa menengah memiliki skor PWB yang lebih tinggi dalam dimensi otonomi dan tujuan hidup, individu yang berada dalam usia menengah dan akhir memilliki skor PWB yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan. Hasil tambahan dalam penelitian ini ditemukan bahwa dari ketiga aspek stres, aspek emosi memiliki hubungan yang signifikan, aspek perilaku sosial memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan PWB sedangkan aspek kognisi tidak memiliki hubungan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kendler dalam Kumolohadi, 2001, yang menyatakan bahwa wanita secara konsisten dilaporkan memiliki tingkat stres tertentu terhadap peristiwa-peristiwa hidup seperti masalah-masalah rumah tangga, kehilangan kepercayaan , krisis dan masalah-masalah yang berkaitan dengan individu dalam kaitannya dengan jalinan dengan hubungan orang lain, namun hal ini tidak berarti dalm hal kognisi. Universitas Sumatera Utara Tiap orang berbeda penyesuaian dirinya terhadap stres karena penilaiannya terhadap stres pun berbeda, lagi pula karena tuntutan terhadap tiap individu berbeda pula, tergantung pada umur, sex, kepribadian, inteligensi, emosi, status sosial atau pekerjaan individu itu Maramis dalam Kumolohadi, 2001. Berdasarkan usia, subjek penelitian yang berada dalam rentang usia 20-29 tahun, 30-39 tahun dan 40-49 tahun menunjukkan adanya hubungan antara stres dengan PWB, namun subjek yang berada pada usia 50-59 tahun tidak menunjukkan adanya hubungan antara stres dan PWB. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa umur Freese Gibson dalam Rachmaningrum, 1999 adalah salah satu faktor penting, semakin bertambah usia seseorang semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ryff 1989 ditemukan adanya perbedaan tingkat PWB pada orang dari berbagai kelompok usia. Dalam dimensi penguasaan lingkungan terlihat profil meningkat seiring dengan pertambahan usia. Semakin bertambah usia seseorang, ia semakin mengetahui kondisi yang terbaik bagi dirinya. Oleh karenanya, ia semakin dapat pula mengatur lingkungannya menjadi yang terbaik sesuai dengan keadaan dirinya. Berdasarkan latar belakang pendidikan, subjek penelitian yang berlatar belakang SMP dan SMA menunjukkan adanya hubungan antara stres dan PWB. Akan tetapi hal ini tidak berarti pada subjek yang berlatar belakang pendidikan SD. Hal ini senada dengan hasil penelitian Wisconsin Longitudinal Study WLS Universitas Sumatera Utara pada tahun 1957, menunjukkan banwa tingkat PWB seseorang meningkat seiring dengan meningkatnya dengan tingkat pendidikan seseorang Ryff Singer dalam Tenggara, 2008 Berdasarkan lama kerja, subjek penelitian yang telah bekerja selama 5-15 tahun dan 16-25 tahun menunjukkan adanya hubungan antara stres dan PWB. Akan tetapi tidak berarti pada subjek yang telah bekerja selama 26-30 tahun. Hal ini berarti semakin lama subjek bekerja maka semakin rendah hubungan antara stres dengan PWB. Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih tahan terhadap tekenan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman Koch Dipboye, dalam Rachmaningrum, 1999 Penelitian ini tidak berjalan tanpa kendala. Terdapat beberapa hal yang terjadi diluar perkiraan peneliti, diantaranya adalah kesulitan untuk mencari subjek penelitian yaitu isteri karyawan perkebunan kelapa sawit yang membantu suaminya bekerja dilapangan. Ketika meminta kesediaan subjek penelitian untuk mengisi skala yang diberikan, pada awalnya mereka banyak yang menolak dengan alasan masih sibuk bekerja, ditambah lagi ternyata mereka tidak bisa membaca, ataupun sudah rabun dekat karena jarang membaca tidak dapat melihat dengan jelas pernyataan-pernyataan yang tertulis dalam skala. Belum lagi aitem yang cukup banyak, bagi para responden yang rata-rata sudah sulit untuk membaca karena tingkat pendidikannya rendah hanya tamat SD dan jarang sekali berinteraksi dengan kegiatan baca tulis. Sehingga peneliti terkadang harus membacakan satu persatu soal kepada subjek tersebut. Universitas Sumatera Utara Kekurangan lainnya dalam penelitian ini adalah jumlah subjek penelitian yang kecil. Pada penelitian ini hanya melibatkan subjek penelitian di beberapa Afdeling perkebunan dikarenakan antara satu Afdeling dengan Afdeling lainnya cukup jauh dengan uji coba sebanyak 90 sampel dan 60 untuk sampel penelitian. Hal ini membuat hasil penelitian tidak bisa digeneralisasikan pada seluruh isteri karyawan perkebunan kelapa sawit, belum lagi ternyata mereka sulit untuk memahami pernyataan-pernyataan yang tertera dalam skala dikarenakan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga peneliti seharusnya membuat aitem-aitem yang lebih sederhana dan mudah dipahami oleh mereka. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan data yang telah diuraikan pada bab sebelumnya.

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian dan analisis data, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hipotesa penelitian diterima, bahwa ada hubungan negatif antara stres dengan PWB pada subjek penelitian. Semakin tinggi tingkat stres seseorang maka semakin rendah PWB-nya. Sebaliknya semakin rendah tingkat stres seseorang maka semakin tinggi PWB-nya. 2. Berdasarkan data empirik, mayoritas subjek penelitian tergolong kedalam kategori stres sedang dan PWB sedang. Stres kategori sedang menunjukkan subjek penelitian masih kurang dalam mengelola kognisinya, emosi dan perilaku sosialnya sehingga tingkat stresnya masih tinggi. PWB kategori sedang menunjukkan kemampuan subjek masih kurang, baik dalam hal penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, tujuan hidup, perkembangan peribadi dan penguasaan terhadap lingkungan. Tidak ada satupun subjek yang memiliki stres rendah dan PWB rendah. Tidak ada satupun subjek yang memiliki stress tinggi PWB tinggi. Universitas Sumatera Utara