orangtua yang sangat minim namun ingin mengikuti alur kehidupan kota yang notabene diperlukan biaya yang sangat besar, ia pun memilih untuk terjun ke dunia aib tersebut
dimana menjadi ayam kampus adalah jalan untuk mendapatkan biaya hidup dengan cepat, singkat dan tepat. Namun ia sudah pasti tahu, bahwa menjadi seorang ayam kampus
adalah aib baginya terutama keluarganya. Proses subyektif ini akan beralih menjadi obyektif saat ia menjalani peran yang dipilihnya tersebut . Misalnya, yang ia ambil adalah
pasrah menjadi ayam kampus karena ia takut kalu ia keluar dari dunia aib tersebut konsekuensinya akan lebih parah, atau ia tetap menggantungkan diri di dunia aib tersebut
dan mengkhawatirkan kehidupan dirinya bila ia keluar. Maka setelah itu ia akan menjalani perannya sebagai korban. Secara naluriah ia akan menutup jati dirinya, atau ia
berusaha untuk menutupi telinganya untuk melindungi mental psikologisnya terhadap cemoohan orang sekelilingnya. Itulah mengapa dramaturgi di sebut memiliki muatan
objektif. Karena pelakunya, menjalankan perannya secara natural, alamiah mengetahui langkah-langkah yang harus dijalani. Seperti telah dijabarkan diatas.
Dramaturgis merupakan teori yang mempelajari proses dari perilaku dan bukan hasil dari perilaku. Obyektifitas yang digunakan disini adalah karena institusi tempat
dramaturgi berperan adalah memang institusi yang terukur dan membutuhkan peran- peran yang sesuai dengan semangat institusi tersebut.
2.2. Penyimpangan Sosial Deviasi Sosial
Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi James vander Zanden, 1979.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun dalam tiap masyarakat kita selalu menjumpai adanya
anggota yang menyimpang--menjumpai adanya penyimpangan atau nonkonformitas. Menurut Korblum 1989:202-204 disamping penyimpangan dan penyimpang,
kita menjumpai pula institusi menyimpang deviant institution. Contohnya ialah kejahatan terorganisasi pencurian yang telah direncanakan, dan bentuk institusi
menyimpang lain adalah seperti bisnis seks, sindikat bordil, sindikat narkotika, sindikat pemalsu paspor. Kasus “ayam kampus” ini termasuk di dalamnya. Dimana menjadi
seorang pelacur dalam sebuah universitas merupakan institusi penyimpangan. Kecenderungan perilaku seks yang bebas, terutama komersialisasi seks di kalangan
mahasiswa, merupakan akibat dari adanya pertentangan dan norma dalam hubungan lawan jenis. Di satu sisi, hubungan yang lebih longgar atau bebas yang sering
dipertunjukkan oleh media massa kita, dianggap sebagai nilai yang up to date. Sementara di lain pihak hubungan yang lebih kaku melalui pembatasan-pembatasan moral atau
agama, masih diakui secara luas sebagai nilai yang paling baik. Situasi sosial semacam ini akhirnya membuat para remaja, khususnya mahasiswa terombang-ambing dalam
mencari pegangan nilai yang benar, sehingga dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang. Konsep seperti ini dalam kajian Sosiologi sering disebut sebagai anomi.
Konsep anomi dikembangkan oleh seorang sosiolog dari Prancis Emile Durkheim
. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lainnya kontradiktif. Tidak terdapat
seperangkat norma yang dipatuhi secara teguh dan diterima secara luas yang mampu mengikat masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Lebih lanjut, fenomena komersialisasi seks di kalangan remaja dapat dijelaskan juga dengan teori pengendalian. Menurut teori itu, masyarakat memiliki kesepakatan
mengenai nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Orang pada dasarnya akan selalu menyesuaikan perilakunya
dengan nilai-nilai yang telah disepakati atau dapat disebut nilai dominan. Dengan kata lain, perilaku seseorang sebenarnya selalu dikendalikan oleh nilai-nilai dominan tersebut.
Teori tersebut menekankan bahwa sebenarnya ada ikatan antara individu dengan masyarakat luas. Paling tidak, terdapat empat unsur dalam ikatan tersebut yakni
kepercayaan, keterkaitan, ketanggapan dan keterlibatan. Semakin tinggi tingkat kesadaran orang akan salah satu unsur ikatan tersebut, semakin kecil pula kemungkinan
bagi dirinya untuk melakukan penyimpangan. Sebagai contoh, jika para remaja memiliki hubungan kekerabatan, lingkungan sosial, pendidikan di keluarga dan sekolah yang baik,
mereka akan terbina untuk mematuhi nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Sebaliknya, jika ia mempunyai hubungan kekerabatan yang tidak
harmonis, lingkungan sosial yang kacau, lembaga pendidikan yang tidak terorganisasi secara baik, besar kemungkinan mereka akan melakukan tindakan yang menyimpang.
Dengan demikian, kampus sebagai sebuah lembaga pendidikan akan memiliki peranan yang signifikan dalam menumbuhkan kesadaran dan moralitas mahasiswanya, di
samping keluarga dan lingkungan masyarakat. Sudah saatnya pendidikan dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan moralitas bangsa, bukan sekadar mentransfer ilmu
pengetahuan belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Jaringan Sosial