dibanding yang lain tidak hanya berdasarkan kalkulasi angka yang dilihat secara kasat mata tetapi mereka memiliki ilmu ekonomi yang tinggi sehingga mampu melakukan
negosiasi yang baik, demikian juga dengan kemampuan mereka mendobrak harga jual. Suatu kenyataan yang tidak bisa dilihat secara mata telanjang tetapi harus diteliti secara
mendalam. “keberhasilan seorang mahasiswa dalam perkuliahan tidak selalu harus
dinilai dengan tinggi rendahnya IP yang di dapat tetapi ditentukan juga oleh sepintar apa seorang mahasiswa dalam membentuk relasi yang kuat
dan luas”
Demikian pembelaan seorang informan kepada penulis pada saat wawancara. Seorang informan yang tidak terlalu memusingkan indeks prestasinya, ia merasa sebuah
prestasi tidak slalu berdasarkan angka-angka yang didapat seorang mahasiswa, tetapi prestasi itu akan lebih tinggi nilainya bila itu dibuktikan dilapangan. Penulis hanya
berusaha mengamati bagaimana pekerjaan seorang mahasiswa memberikan suatu hal yang baru bagi prestasi yang diraihnya.
4.3.5. Medan metropolitan dan keberadaan ayam kampus.
Istilah “kota metropolitan” belakangan ini benar-benar mewabah di Indonesia. Diawali dari Jakarta, sampai yang terakhir terdengar adalah rencana merubah Kota
Medan. Ungkapan Medan Kota Metropolitan adalah harapan yang diusung para pejabat Pemko Medan. Sejak itu, pembangunan di Kota Medan semakin menjadi-jadi. Gedung-
gedung tinggi susul-menyusul dibangun untuk mewujudkan semboyan Medan Metropolitan. Tapi lucunya, kebanyakan orang di Indonesia cenderung mengartikan
istilah metropolitan sebagai kota yang memiliki banyak gedung-gedung tinggi, mall,
Universitas Sumatera Utara
kehadiran hotel bintang lima, dan kota yang hidup 24 jam. Hal itu jelas bertentangan dengan pengertian metropolitan di mata dunia.
Kota metropolitan adalah sebuah kota yang memiliki sistem transportasi modern yang mampu mengangkut orang dalam jumlah banyak sekaligus dengan cepat mass
rapid, dan saling berhubungan satu sama lain. Dari kota Paris lah istilah “metropolitan” berasal, yaitu sebuah moda angkutan yang bernama Metropolitan yang akhirnya disingkat
menjadi Metro. Bila merujuk pada konsep tersebut, rasanya kita akan malu telah salah mengartikan dan menyebut Kota Medan sebagai kota metropolitan.
www.insidesumatera.com Satu-satunya modal kita mau “main-main” dengan istilah metropolitan adalah
kehadiran gedung-gedung bertingkat, plaza, mall, hotel bintang lima, budaya kebarat- baratan, dunia malam yang gemerlap, keadaan kota Medan yang tidak pernah tidur, dan
kebutuhan hidup yang semakin mahal. Dengan pengertian metropolitan yang salah tersebut, semakin hari akan semakin banyak kita temui manusiamasyarakat Medan
yang ingin mengikuti arus tersebut. Kita sebut saja keberadaan ayam kampus di Medan yang semakin lama semakin
mewabah di setiap kampus – kampus di Medan yang akhirnya memberi stereotype negatif pada pemikiran khalayak ramai tentang mahasiswa. Tidak hanya di Medan,
mahasiswi ayam kampus akan banyak kita temui di kota – kota besar. Seorang mahasiswi mana mungkin mau dirinya menjadi ayam
kampus tanpa ada alasan–alasan tertentu. Masalah ekonomilah yang menjadi masalah terbesar yang menjadikan mereka berprofesi seperti
itu. Keberadaan mereka lebih kepada ingin menikmati kota yang metropolitan, mengikuti
Universitas Sumatera Utara
trend, dimana untuk menikmati kesenangan-kesenangan yang tersedia di Kota Medan dan menutupi biaya kehidupan mereka sehari - hari di kota metropolitan ini, yang dibutuhkan
adalah uang. Mulai dari membiayai perkuliahannya yang semakin hari semakin mahal, keperluan kuliah, ingin berpenampilan lebih trendy yang memerlukan uang banyak dan
ada juga dengan alasan tidak ingin susah. Disini kita melihat bagaimana peran uang terhadap wanita yang dalam kasus penelitian ini adalah ayam kampus. Seperti yang
penulis baca dari salah satu blog milik seorang novelis Djenar Maesa Ayu : Sejak lahir,
laki-laki dibekali pengetahuan bahwa mereka harus pintar mencari uang sementara wanita dibekali pengetahuan bahwa mereka harus pintar mencari laki-laki yang punya
uang. Dengan kata lain, peran uang yang di sini bisa diartikan sebagai bentuk kekuasaan ada di tangan laki-laki dan wanita secara langsung maupun tidak langsung “terbiasa”
dengan keadaan ini. Laki – laki pun tidak lepas dari kesalahan mendefinisikan kota metropolitan. Mereka mengikuti budaya barat sebagai contoh, mereka mengilhami
bagaimana kehidupan seks bebas, kumpul kebo yang sering kita lihat pada kehidupan masyarakat barat. Kesalahan yang turun – temurun inilah membuat lemahnya kesadaran
perempuan terhadap haknya sebagai manusia Kebutuhan akan uang di Kota metropolitan dan laki – laki yang sadar dirinya di atas anginlah yang menjadi salah satu faktor
penyebab mewabahnya ayam kampus di Medan. Hingga mereka ayam kampus yang kekurangan dalam perekonomian mencari jalan pintas mendapatkan uang cepat dengan
cara menjual diri pada laki – laki yang ber-uang dan berminat dengan jasa yang mereka tawarkan.
Tidak beda jauh dengan mahasiswi ayam kampus yang mau menjadi budak seks hanya karena keinginan seks dan pergaulan. Di Medan yang metropolitan ini sudah tidak
Universitas Sumatera Utara
susah mendapatkan informasi tentang seks, salah satunya melalui VCD porno yang dijual bebas di Medan. Tidak hanya di Medan, sekarang saja industri perfilman nasional sudah
banyak memproduksi film yang berbau pornografi yang sepertinya sudah tidak pada koridornya lagi, yang berdalih pada pembelajaran pengetahuan seks. Hal ini juga
termasuk salah unsur kota menjadi kota metropolitan yaitu mengikuti budaya kebarat - baratan. Semakin banyak kita mengetahui apa dan bagaimana seks itu, maka dari situlah
anda di ukur se-metropolitan apakah anda. Dari 11 mahasiswi ayam kampus yang telah di teliti oleh peneliti, 9 dari mereka
menyadari bahwa mereka membutuhkan uang untuk semua kehidupan mereka. Baik itu untuk pergaulan, ataupun untuk menutupi semua biaya hidup mereka di kota metropolitan
ini. Uang tidak dengan gampang diraih oleh mereka, dikarenakan faktor susahnya mencari pekerjaan yang layak dan halal dengan ijazah SMA dan status kuliah aktif,
membuat mereka harus terjun ke dunia ayam kampus yang bisa memberi mereka uang banyak dan cepat. Dan selebihnya mereka hanya menyukai kehidupan kota Medan
metropolitan. Kehidupan dan gaya hidup para mahasiswi pun seiring jaman terus berubah demi
mengikuti perkembangan kota yang metropolitan. Seperti yang telah dipaparkan oleh peneliti bahwa kota metropolitan diartikan sebagai kota yang memiliki banyak gedung-
gedung tinggi, mall, plaza, dunia malam yang gemerlap dan kota yang tak pernah mati, sangat dimanfaat kan oleh mereka. Keadaan seperti ini yang merubah gaya hidup mereka
sebagai orang – orang yang konsumtif atau sering juga disebut sebagai kalangan jetset. Sosialita elit yang mereka jalani adalah agar bisa mengikuti semua perkembangan jaman
Universitas Sumatera Utara
dan juga tidak dianggap rendah oleh sesama mereka ayam kampus. Dari salah satu informan, peneliti mendapati suatu pernyataan
“gak gaul artinya gak banyak kawan dan gak punya duit. Mana ada yang mau temenan sama org kek gt. Apalagi klo dah dapat free-pass diskotik.
Temen bakal dtg sendirinya”
4.3.6. Agama, Moral dan Kultur.