Frekuensi Makan Anak Usia 0-24 bulan

sedikit dijumpai keluarga yang memperhatikan aspek gizi dari makanan yang diberikan kepada anaknya. Sementara menurut pendapat Roesli, bahwa sikap ketidak pedulian ibu terhadap gizi dan kesehatan anak juga dapat mempengaruhi status gizi anak sehingga anak tidak mendapat makanan yang jumlahnya cukup, beragam dan seimbang Roesli, 2005.

5.2. Frekuensi Makan Anak Usia 0-24 bulan

Dalam pemberian Makanan Pendamping ASI MP-ASI, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah frekuensi makan. Frekuensi MP-ASI yang kurang dalam sehari akan berakibat kebutuhan anak tidak terpenuhi dan apabila berlangsung lama akan mengakibatkan penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan kekurangan gizi Depke RI, 2000. Pemberian makanan pada anak usia 0-24 bulan di Desa Ginolat dilihat dari segi frekuensi yang diberikan serta cara pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan si anak menurut usianya. Akan tetapi dari hasil penelitian masih dijumpai adanya frekuensi makan yang tidak baik yaitu 4 anak 10,0 pada anak usia 7-12 bulan dan 13-24 bulan. Hal ini terjadi karena si ibu bekerja dan meninggalkan anaknya di rumah dengan saudaranya yang juga masih kecil. Di Desa Ginolat, sebagian besar responden bekerja sebagai petani, sehingga anak yang masih kecil biasanya dibawa si ibu ke sawah. Saat ibu bekerja, ibu terlebih dahulu menidurkan anak di ayunan yang dibuat di pematang sawah, bila anaknya menangis si ibu kembali menyusui anak agar tiur kembali. Si ibu yang berkeringat langsung memberikan ASI kepada anaknya tanpa membersihkan puting dari keringat terlebih dahulu. Pada siang hari ibu kembali Universitas Sumatera Utara ke rumah untuk makan siang, setelah makan siang anak ditinggal dengan kakaknya yang sudah pulang dari sekolah. Untuk makanan sore hari, biasanya anak diberi minum susu dan ada juga yang memberi teh manis. Sementara untuk jumlah makanan yang diberikan, masih terdapat pemberian jumlah makanan yang tidak baik. Hal ini terjadi karena pada usia 7-12 bulan, anak sudah ditinggal ibunya di rumah dan pemberian susu formula tidak sesuai dengan ukuran yang tertera dalam kemasan susu, serta sebagian besar anak disapih dengan teh manis. Hal ini sesuai dengan penelitian Arnita dimana dijumpainya anak yang disapih dan mengganti ASInya dengan memberi teh manis dan air tajin. Sementara anak usia 13-24 bulan, anak sudah tidak diberi ASI dan susu formula, dan anak sudah mengenal jajanan sehigga nafsu makannya menurun. Selain itu anak juga cenderung mengalami masalah susah makan. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan menurun, maka akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu pada masa bayi dan balita, orang tua harus selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh anak dengan membiasakan pola makan yang seimbang dan teratur setiap hari, sesuai dengan tingkat kecukupannya Sulistijani, 2001.

5.3. Pemberian ASI Eksklusif pada Anak Usia 0-24 Bulan