Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: Perilaku Nyeri

hubungan perilaku nyeri self efficacy pada pasien nyeri kronis di RSUP H. Adam Malik Medan. Mengingat rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan sehingga banyak ditemukan kasus nyeri kronis. Apabila penelitian ini berhasil membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku nyeri pasien dengan self efficacynya maka hal ini dapat menjadi suatu informasi yang berharga bagi perawat untuk meningkatkan self efficacy pasien.

2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk:

2.1 Mengidentifikasi self efficacy pada pasien nyeri kronis. 2.2 Mengidentifikasi perilaku nyeri pada pasien nyeri kronis. 2.3 Mengidentifikasi hubungan perilaku nyeri dengan self efficacy pada nyeri kronis.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah: 3.1 Bagaimana self efficacy pada pasien nyeri kronis? 3.2 Bagaimana perilaku nyeri pada pasien nyeri kronis? 3.3 Bagaimana hubungan self efficacy dengan perilaku nyeri pada pasien dengan nyeri kronis?

1.4 Manfaat Penelitian 4.1 Bagi praktek keperawatan

Dalam bidang praktek keperawatan, hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang pentingnya self efficacy dalam mengontrol perilaku nyeri klien. Universitas Sumatera Utara 4.2 Bagi penelitian keperawatan Dalam bidang penelitian keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan akan dipergunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya, untuk meneliti hubungan perilaku nyeri dengan self efficacy dengan jumlah sampel yang lebih bervariasi dan lebih banyak. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas beberapa aspek yang terkait dalam penelitian ini :

1. Konsep Nyeri

1.1 Defenisi Nyeri Menurut The International Association for the Study of Pain 1979, dalam Potter Perry 2005, nyeri didefenisikan sebagai perasaan sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sementara itu defenisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya yang ada kapanpun individu mengatakannya Brunner Suddarth, 2001. Nyeri terjadi bersamaan dengan terjadinya proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatannya. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dari pada penyakit apapun Brunner Suddarth, 2001. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab yang berhubungan dengan fisik dan psikis Luckmann Sorensen’s, 1987. Secara fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma baik trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik, neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah dan lain-lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma psikologis Luckmann Sorensen’s, 1987. Universitas Sumatera Utara Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri sedangkan nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik Luckmann Sorensen’s, 1987. 1.2 Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu serangannya. 1.2.1 Nyeri Berdasarkan Tempatnya a. Pheriperal pain Pheriperal pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar Price Wilson, 2002. Universitas Sumatera Utara b. Deep pain Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam nyeri somatik atau pada organ tubuh visceral nyeri visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Stuktur-stuktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri sering tidak jelas Price Wilson, 2002. Demikian juga pada nyeri visceral, lokalisasinya tidak dapat ditentukan. Nyeri visceral ini meliputi apendisitis akut, cholecysitis, penyakit kardiovaskuler, dan gagal ginjal Luckmann Sorensen’s, 1987. c. Reffered pain Reffered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organstruktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung Brunner Suddarth, 2001. d. Central pain Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain- lain Luckmann Sorensen’s, 1987. Universitas Sumatera Utara 1.2.2 Nyeri Berdasarkan Sifat a. Incidental Pain Incidental pain adalah yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Incidental ini terjadi pada pasien yang mengalami nyeri kanker tulang IASP, 1979. b. Steady Pain Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis steady pain. Tingkatan nyeri yang konstan pada obstruksi dan distensi Gillenwater et all,1996. c. Proximal Pain Proximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. Nyeri ini terjadi pada pasien yang mengalami Carpal Tunnel Syndrome Cherington,1974 . 1.2.3 Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya a. Nyeri Ringan Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan. Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik Dharmayana, 2009. Universitas Sumatera Utara b. Nyeri Sedang Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik Dharmayana, 2009. c. Nyeri Berat Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang Dharmayana, 2009. 1.2.4 Nyeri Berdasarkan Waktu Serangan a. Nyeri Akut Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah intervensi atau penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat kurang dari 6 bulan dan menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan Price Wilson, 2002. Universitas Sumatera Utara Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang tertusuk biasanya sembuh dengan cepat. Pada kasus yang lebih berat seperti fraktur ekstremitas, pengobatan dibutuhkan untuk menurunkan nyeri sejalan dengan penyembuhan tulang Brunner Suddarth, 2001. Pasien pada nyeri akut memperlihatkan respon neurologik yang terukur yang disebabkan oleh stimulasi simpatis yang disebut sebagai hiperaktivitas autonom. Perubahan-perubahan ini mencakup takikardia, takipnea, meningkatnya aliran darah perifer, meningkatnya tekanan darah, dan dibebaskannya katekolamin. Kekuatan otot lokal juga mungkin terjadi, dalam suatu usaha involunter agar daerah yang cedera tidak bergerak Price Wilson, 2002 b. Nyeri Kronis Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik Brunner Suddarth, 2001. Nyeri kronik ini berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru. Pada sindrom nyeri kronis dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau proses patologi yang persisten. Tetapi nyeri kronis juga merupakan penyakit itu sendiri. Klien menjadi cemas Universitas Sumatera Utara dan frustasi. Nyeri kronis mempengaruhi seluruh aspek kehidupan klien Price Wilson, 2002. Pasien dengan nyeri kronis tidak atau kurang memperlihatkan hiperaktivitas autonom tetapi memperlihatkan gejala irritabilitas, kehilangan semangat, dan gangguan kemampuan berkonsentrasi. Nyeri kronis ini sering mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya, menimbulkan distress, kegalauan emosi, dan mengganggu fungsi fisik dan sosial Potter Perry, 2005. Nyeri kronis dibagi menjadi dua yaitu nyeri kronik non malignan dan malignan Potter Perry, 2005. Nyeri kronis non malignan merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh Shceman, 2009, bisa timbul tanpa penyebab yang jelas misalnya nyeri pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteoarthritis Tanra, 2005. Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi yaitu terjadi akibat perubahan pada saraf, perubahan ini terjadi bisa karena penekanan pada saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri Portenoy, 2007. Kebanyakan penderita nyeri kanker tidak berasal dari pengalaman nyeri. Dan beberapa mengalami nyeri psikologi yang berasal dari proses keganasan. Bagaimanapun juga, banyak Universitas Sumatera Utara pengalaman nyeri pada stadium akhir dari penyakitnya, dan umumnya berhubungan dengan metastasis. Sekitar 60 sampai 80 pasien kanker yang dirawat di rumah sakit menderita nyeri yang sangat hebat Lewis, 1983. 1.3 Fisiologi Nyeri Organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri disebut reseptor nyeri Tamsuri, 2004. Reseptor nyeri atau sering disebut nosiceptif adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak Brunner Suddarth, 2001. Reseptor pada bagian kutaneus terbagi dalam dua komponen, yaitu: serabut A delta dan serabut C. Serabut A delta merupakan serabut komponen cepat yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang. Sementara serabut C merupakan serabut komponen lambat yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya tumpul dan sulit dilokalisasi Tamsuri, 2004. Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut: 1.3.1 Proses Transduksi Transduction Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik tekanan, suhu panas atau kimia substansi nyeri Luckmann Sorensen’s, 1987. 1.3.2 Proses Transmisi Trasmision Universitas Sumatera Utara Proses transisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi nyeri Luckmann Sorensen’s, 1987. 1.3.3 Proses Modulasi Modulation Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak. Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang Luckmann Sorensen’s, 1987. 1.3.4 Persepsi Universitas Sumatera Utara Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks Potter Perry, 2005. 1.4 Teori Nyeri Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiceptor dapat menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan Tamsuri, 2004. 1.4.1 Teori Spesivitas Specivicity Theory Teori spesivitas nyeri ini diperkenalkan oleh Descrates. Teori ini menjelaskan bahwa nyeri berjalan dari reseptor-reseptor nyeri yang spesifik melalui jalur neuroanatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dan bahwa hubungan antara stimulus dan respon nyeri yang bersifat langsung dan invariabel. Prinsip teori ini adalah: 1 reseptor somatosensorik adalah reseptor yang mengalami spesialisasi untuk berespon secara optimal terhadap satu atau lebih tipe stimulus tertentu, dan 2 tujuan perjalanan neuron aferen primer dan jalur ascendens merupakan faktor kritis dalam membedakan sifat stimulus di perifer Price Wilson, 2002. 1.4.2 Teori Pola Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider pada tahun 1989. Teori pola ini menjelaskan bahwa nyeri disebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang dirangsang oleh pola tertentu. Nyeri merupakan Universitas Sumatera Utara akibat stimulasi reseptor yang menghasilkan pola tertentu dari impuls saraf. Pada sejumlah causalgia, nyeri pantom, dan neuralgia teori pola ini bertujuan bahwa rangsangan yang kuat mengakibatkan berkembangnya gaung terus menerus pada spinal cord sehingga saraf transmisi nyeri bersifat hipersensitif dimana rangsangan dengan intensitas rendah dapat menghasilkan transmisi nyeri Lewis, 1983. 1.4.2 Teori Gerbang Kendali Nyeri Teori ini dari Melzack dan Wall 1965 mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansi di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, thalamus dan sistem limbik. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri.

1.5 Penanganan Nyeri

Penanganan nyeri merupakan masalah yang kompleks. Sebelum dilakukan penanganan terhadap nyeri terlebih dahulu mengkaji sumber, letak, faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri seperti kegelisahan dan keletihan Brunner Suddarth, 2001. Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan cara: Universitas Sumatera Utara 1.5.1 Farmakologis Menangani nyeri yang dialami pasien melalui intervensi farmakologis dilakukan dalam kolaborasi dokter dan pasien Brunner Suddarth, 2001. Analgesik merupakan obat yang paling umum untuk menghilangkan nyeri Brannon Jeist, 2007. Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan cara mendepresi sistem saraf pusat pada talamus dan korteks cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri Irman, 2007. Secara umum obat analgesik digolongkan menjadi dua yaitu narkotika dan non narkotika Julien, 1985 dalam Branner Feist, 2007. Analgesik ini biasanya diberikan terutama pada nyeri akut Branner Feist, 2007. Pada nyeri kronis, klien cenderung mengalami depresi sehingga diberikan anti depresan. Selain efektif untuk mengatasi depresi, antidepresan juga mengandung efek analgesik Shatri Setyohadi, 2001. 1.5.2 Nonfarmakologis Intervensi nyeri dengan cara non farmakologis memiliki resiko yang sangat rendah. Pada nyeri yang sangat hebat, mengkombinasikan tehnik nonfarmakologis dengan obat-obatan mungkin cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri Brunner Suddarth, 2001. a. Distraksi. Distraksi adalah tehnik mengalihkan perhatian klien ke hal lain terutama hal yang menyenangkan dengan tujuan Universitas Sumatera Utara untuk menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Salah satu tehnik distraksi adalah dengan mendengarkan musik Potter Perry, 2005. b. Stimulasi Kutaneus. Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Beberapa strategi stimulasi kutaneus adalah dengan masase dan kompres panas dan dingin. Masase sering dipusatkan pada punggung dan bahu, membuat pasien lebih nyaman karena merelaksasi otot Brunner Suddarth, 2001. Pilihan terapi kompres panas dan dingin bervariasi menurut kondisi klien. Misalnya, panas lembab menghilangkan kekakuan pada pagi hari akibat arthritis, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi yang mengalami peradangan akibat penyakit yang diderita Ceccio, 1990 dalam Potter Perry, 2005. c. Relaksasi. Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Tehnik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi dan ekhalasi Brunner Suddarth, 2001. Tehnik relaksasi ini Universitas Sumatera Utara sangat efektif terutama pada pasien nyeri kronis Somantri, 2007. d. Terapi Kognitif. Apa yang dipikirkan seseorang tentang nyeri yang dialami memberikan pengaruh terhadap kehidupannya dan terhadap seberapa besar nyeri yang dia rasakan. Pikiran yang negatif tentang nyeri akan memfokuskan perhatian seseorang terhadap aspek yang tidak menyenangkan dan membuat nyeri yang dirasakan bertambah buruk Turk dkk, 1983; Turk Rudy, 1986 dalam DiMetteo, 1991. Pemberian intervensi terapi kognitif ini adalah meningkatkan cara berfikir klien dengan mengarahkan klien untuk memahami masalah yang dihadapinya. Klien diyakinkan bahwa ia memiliki kemampuan untuk berperilaku normal Tailor, 1995. Tehnik kognitif ini salah satunya dengan meningkatkan self efficacy Brannon Jeist, 2007. 1.5.3 Pembedahan Pembedahan merupakan pengobatan yang jarang dilakukan. Pembedahan ini dilakukan hanya ketika pengobatan yang dilakukan sebelumnya tidak memberikan hasil yang efektif Brannon Jeist, 2007. Resiko yang dapat ditimbul akibat pembedahan ini meliputi gejala nyeri baru akibat kerusakan saraf, kekambuhan nyeri dan kerusakan neurologi pasca operasi Potter Perry, 2005. Universitas Sumatera Utara 1.6 Pengukuran Nyeri 1.6.1 Skala Numerik Nyeri Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga 10, di bawah ini, nol 0 merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan sepuluh 10, suatu nyeri yang sangat hebat Brunner Suddarth, 2001. Skala Numerik Nyeri 1.6.2 Visual Analog Scale Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang Potter Perry, 2005. Visual Analog Scale VAS Tidak ada Sangat rasa nyeri nyeri Universitas Sumatera Utara Pasien diminta menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai ekstrem. Bila anda menunjuk tengah garis, menunjukkan nyeri yang moderatesedang Brunner Suddarth, 2001 1.6.3 Skala Wajah Wong dan Barker Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini biasanya dipergunakan mulai anak usia 3 tiga tahun Potter Perry, 2005. Skala wajah untuk nyeri Pengukuran nyeri yang dipakai untuk mengukur skala nyeri pada penelitian ini adalah skala numerik nyeri. Skala ini merupakan skala yang paling umum digunakan untuk mengukur skala nyeri. Nilai 1-4 menggambarkan nyeri ringan, 5-6 menggambarkan nyeri sedang, dan 7-0 nyeri berat Brunner Suddarth, 2001.

2. Perilaku Nyeri

2.1 Defenisi Perilaku Nyeri Universitas Sumatera Utara Respon terhadap adanya stimulasi kerusakan dibagi menjadi dua bagian yaitu pengalaman nyeri yang bersifat subjektif dan perilaku yang dapat diobservasi. Kata nyeri digunakan untuk menyatakan pengalaman yang tidak menyenangkan yang bersifat subjektif. Sementara perilaku yang dapat diobservasi disebut dengan perilaku nyeri Fields, 1987. Perilaku nyeri adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang dan setiap perubahan kebiasaan ketika ia mengalami nyeri yang dapat diobservasi Wall, 1991. Menurut Fordyce 1976, pembelajaran memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan perilaku nyeri yang membantu perawatan nyeri kronis. Menurut Fordyce 1976, perilaku nyeri dapat berupa : 2.1.1 Respon verbal, meliputi mengeluh, mendesah, merintih, dan mengadukan nyeri yang dialami yang dialami. 2.1.2 Respon non verbal, meliputi wajah tegang, keresahan, sudut mulut dilengkungkan ke bawah, terlihat sedih, terlihat ketakutan, bibir berkerut, dan dagu bergetar. 2.1.3 Sikap badan dan isyarat meliputi menggosok-gosok bagian tubuh yang nyeri, immobilisasi dan menyeringai. 2.1.4 Perilaku yang berbeda dengan keadaan normal meliputi beristirahat dan berbaring secara berlebihan. 2.2 Jenis Perilaku Nyeri Universitas Sumatera Utara Pendekatan perilaku yang dilakukan terhadap jenis pengobatan pada nyeri kronis dibuat berdasarkan dua jenis perilaku nyeri : respondent behavior dan operant behavior Kast, 1998. 2.2.1 Respondent Behavior Respon Reflektif Respondent behavior adalah respon yang timbul akibat adanya stimulus yang spesifik. Pada perilaku ini terlihat jelas hubungan antara stimulus dan respon. Respon reflektif merupakan respon yang secara otomatis dapat terjadi walaupun diinginkan atau tidak. Respon ini dikontrol oleh stimulus nociceptif yang spesifik. Contoh perilaku nyeri reflektif ini adalah sensasi terbakar yang berhubungan dengan injuri pada kulit ataupun pada otot Kast, 1998. 2.2.2 Operant Behavior Respon Instrumental Operant behavior adalah respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Penghargaan dan hukuman merupakan kunci dari pendekatan operant dan perilaku sering dihubungkan dengan tidak adanya reaksi terhadap nyeri dan lebih sering dihubungkan dengan faktor afektif atau lingkungan Niven, 1994. Perilaku nyeri sering dihubungkan dengan beberapa bentuk penghargaan sesuatu yang diinginkan terjadi jika pasien menunjukkan perilaku nyeri, seperti pasangan hidup atau kompensasi finansial Niven, 1994. Kadang- kadang perilaku nyeri melibatkan penghindaran dari sesuatu yang tidak diinginkan keluar dari pekerjaan yang menimbulkan Universitas Sumatera Utara stress atau menghindari kontak dengan individu yang mengancam Niven, 1994. Tampaknya sebuah respon yang sesuai untuk seseorang dalam keadaan nyeri adalah dengan menunjukkan dukungan atau perhatian dan bersikap menenangkan. Menurut pendekatan operant hal ini akan menjadi penghargaan karena tindakan tersebut memberikan penghargaan bagi pasien, dengan memberinya perhatian setiap saat ia mengeluh adanya nyeri Niven, 1994. 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Nyeri 2.3.1 Jenis kelamin Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki hal ini dianggap hal yang memalukan Lewis, 1983. 2.3.2 Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam merespon nyeri. Cara lansia merespon nyeri dapat berbeda dengan orang yang berusia lebih muda. Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan Brunner Suddarth, 2001. 2.3.3 Budaya Budaya mempunyai pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri Brunner Suddarth, 2001. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zborowski 1969, dalam Niven 1994, ekspresi perilaku Universitas Sumatera Utara berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lain di satu lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang dianut oleh kelompok etnik tersebut. 2.3.4 Ansietas Menurut Racham dan Philips 1975, dalam Niven 1994, ansietas mempunyai efek yang besar terhadap kualitas maupun terhadap intensitas pengalaman nyeri. Ambang batas nyeri berkurang karena adanya peningkatan rasa cemas dan ansietas menyebabkan terjadinya lingkaran yang terus berputar, karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan peningkatan sensivitas nyeri Melzack, 1973. 2.3.5 Pengalaman Masa Lalu Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri, dan depresi Brunner Suddarth, 2001. 2.3.6 Pola Koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri Gill, 1990 dalam Potter Perry, 2005. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal, mempersepsikan faktor-faktor lain di dalam lingkungan mereka, seperti perawat, sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir peristiwa. Individu yang memiliki lokus kendali internal melaporkan Universitas Sumatera Utara mengalami nyeri yang tidak terlalu berat daripada individu yang memiliki lokus kendali eksternal Schulteis, 1987 dalam Potter Perry, 2005. 2.3.7 Dukungan Sosial dan Keluarga Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan perlindungan. Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetapi akan menurangi rasa kesepian dan ketakutan Potter Perry, 2005. 2.4 Pengukuran Perilaku Nyeri Perilaku nyeri dapat diobservasi dan dapat diukur. Perilaku yang timbul sebagai manifestasi dari nyeri seperti perubahan postur, ekspresi wajah dan penurunan aktivitas Turk dkk, 1985 dalam Taylor, 1995. Oservasi perilaku nyeri dapat dikembangkan menjadi strategi pengkajian yang standar Keefe Smith, 2002 dalam Branner Feist, 2007. Fordyce mengembangkan self observations untuk mengukur perilaku nyeri selama pengalaman nyeri. Pada pengalaman nyeri ini, pasien diminta untuk mengidentifikasi seberapa banyak waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan tiga kategori perilaku, yaitu: duduk, berdiri atau berjalan, dan berbaring. Pasien setiap saat juga diminta untuk mendokumentasikan pengobatan nyeri yang mereka dapatkan dan jumlah dosisnya. Metode self observation ini mudah dan murah, selain itu, dapat meningkatkan pemahaman pasien terhadap nyeri mereka sendiri Keefe, 2002 dalam Harahap 2007. Bagaimanapun juga validasi dari self observation perilaku nyeri ini dapat bersifat bias atau tidak akurat Turk Flor, 1987 dalam Harahap 2007 karena kebanyakan pasien Universitas Sumatera Utara tidak selalu mendokumentasikan perilaku mereka secara akurat. Metode yang lain untuk mengukur perilaku nyeri ini adalah dengan mengandalkan wawancara dan kuesioner. Pasien diminta untuk menjawab beberapa pertanyaaan yang berhubungan dengan perilaku nyeri. Metode ini juga dikritik karena pasien cenderung memilih jawaban yang terbaik Harahap, 2007. Metode untuk pengukuran perilaku nyeri ada yang langsung dan yang tidak langsung. Metode ini dikembangkan berdasarkan pemikiran bahwa perilaku nyeri nyata dan dapat diobservasi. Pada pengukuran secara langsung, perilaku nyeri dinilai berdasarkan pertimbangan dan keterampilan pengobservasi. Sedangkan metode tidak langsung biasanya berdasarkan sebuah video tape recording. Setiap metode ini memiliki keutungan dan kerugian Harahap, 2007. Menurut Simmond 1999 dalam Moores Watson, dalam Harahap 2007 metode pengukuran nyeri yang berguna tinggi adalah yang berguna, realibel, dapat diterima pasien, efektif biaya dan menyediakan umpan balik instan. Instrumen yang digunakan peneliti dalam mengobservasi perilaku nyeri adalah Pain Behavior Observation Protocol PBOP yang didesain oleh Keefe dan Block pada tahun 1982 Harahap, 2007. PBOP ini terdiri dari lima perilaku nyeri dengan menggunakan skala likert yang diberi tiga nilai yaitu 0= tidak ada, 1= kadang-kadang, dan 2= selalu. Protokol Keefe dan Block merupakan serangkaian aktivitas selama 10 menit yang kemudian disesuaikan. Perilaku nyeri tersebut adalah : 1 Terjaga, mengacu pada kekakuan yang abnormal, merasa terganggu atau pergerakan yang kaku, 2 Menahan nyeri, Universitas Sumatera Utara mengacu pada pergerakan yang statis pada dukungan terhadap anggota tubuh semakin meluas dan distribusi berat yang tidak normal, 3 Menggosok bagian yang nyeri, mengacu pada menyentuh atau memegang bagian tubuh yang terpengaruh nyeri, 4 Meringis, mengacu pada ekspresi wajah yang dapat dilihat yang meliputi mengerutkan kening, mata menyempit, merapatkan bibir, sudut mulut tertarik ke belakang, dan 5 Mendesah, mengacu pada ekhalasi yang berlebihan Keefe Block, 2002 dalam Harahap, 2007.

3. Self Efficacy