Tinjauan dalam Aspek Royalty Fee

3. Tinjauan dalam Aspek Royalty Fee

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Merek kekayaan intelektual merupakan suatu harta ternilai yang bermanfaat, oleh karena itu dapat dinilai dengan uang. Maka diperbolehkan bagi franchisor untuk memberikan haknya kepada orang lain dengan mengharapkan imbalan yaitu berupa franchise fee dan royalti. Hal ini didukung oleh para ulama fiqh yang menyatakan bahwa sesuatu yang dapat bermanfaat yang halal boleh diambil oleh karenanya boleh bagi pemilik mengambil imbalan. 52 Kebolehan tersebut diberikan franchisor LKS Berkah Madani Depok dan franchisee harus membayar franchise fee dan royalti serta menjaga amanat tersebut agar supaya hak kekayaan intelektual yang telah diberikan tidak membawa dampak buruk bagi pemiliknya. Dua hal yang menjadi pertimbangan dalam beraktivitas ekonomi secara islami, diantaranya masalah kerelaan dan keadilan yang telah dijalankan dalam franchising. Hal ini sesuai dengan dasar utama dalam ber-muamalah, yaitu sukarela atau kerelaan. Kerelaan ini sesuai dengan firman Allah SWT: ضاﺮ ْ ةرﺎ نﻮﻜ ْنأ ﺎ إ ﺎ ْﺎ ْ ﻜ ْ ْ ﻜ اﻮْ أ اﻮ آْﺄ ﺎ اﻮ اء ﺬ ا ﺎﻬ أﺎ ْ ﻜْ … 52 Izzuddin, Qawaid al-Ahkam, h. 17 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…”. QS. Al-Maidah5: 29 Sedangkan dasar yang lain adalah keadilan, karena keadilan inilah yang menjadi tujuan utama, sehingga tercapai kebahagiaan dunia akhirat. Namun setiap individu bebas dalam membuat perjanjian yang belum ada ketentuannya dalam syariah, termasuk didalamnya kebebasan menentukan besarnya royalty fee, namun ada syarat yang membatasi yaitu selama tidak bertentangan dengan syara’ dan tidak pula bertentangan dengan hakekat perjanjian itu sendiri, sebagaimana yang diriwayatkan dari ‘Amr bin Auf bahwa Rasulullah SAW bersabda: ْ ا ْ ْ ْا ْ ﺰﺋ ْ ْاو ،ﺎ اﺮ ا ْوا مﺮ ﺎ ْ ا ْﻮ ن ﻰ ْ ﻬ ْوﺮ ْﺮ ا ﺎ ﺮ ا ْوا مﺮ ا ﺎ ور ا وﺮ ىﺬ ﺮ ا فﻮ 53 Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”. HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin Auf. Berdasarkan dalil-dalil diatas ketentuan besarnya royalti merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak yang tertuang dalam perjanjian wararalaba dan sah diberlakukan selama telah terdapat kesepakatan dan 53 Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Bandung, Maktabah Dahlan, t.th., juz III, h. 59 kerelaan mengenai besarnya royalty fee yang harus dibayarkan pada saat akad, serta tidak bertentangan dengan syara’ dan tidak pula bertentangan dengan hakekat perjanjian itu sendiri.

BAB III PROFILE LKS BERKAH MADANI

Sebelum menjabarkan profile BMT Berkah Madani, terlebih dahulu penulis menjelaskan mengenai BMT itu sendiri. Apa yang dewasa ini disebut sebagai Baitul M ậl wat-Tamwil BMT sebenarnya adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan lembaga baitu al-m ậl wa al-tamwil, yakni merupakan lembaga usaha masyarakat yang mengembangkan aspek- aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah. 54 BMT atau yang biasa disebut Lembaga Keuangan Syariah LKS mikro adalah lembaga keuangan non bank yang dirancang berdasarkan syariah. Lembaga ini didirikan oleh 20 sampai dengan 40 orang dengan dana urunan mencapai jumlah Rp. 10.000.000,00 atau minimal Rp. 5.000.000,00. 55 Fungsi lembaga keuangan yang didirikan atas dasar syariah ini membantu pendanaan baik sektor komersial maupun non komersial. 54 Hedi Suhendi, dkk, BMT Bank Islam: Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, cet 1, h.29 55 A. Djajuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat Sebuah Pengenalan, Jakarta, PT. RajaGrafindo, Persada, 2002, ed 1, cet 1, h.188