Hubungannya dalam pendidikan proses penerimaan kesan-kesan atau materi pelajaran oleh siswa akan lebih kuat, apabila:
1 Kesan yang diterima dibantu dengan penyuaraan.
2 Pikiran subyek siswa lebih terkosentrasi pada kesan yang
disampaikan. 3
Teknik belajar yang dipakai oleh subyek adalah efektif. 4
Subyek menggunakan titian ingatan. 5
Struktur bahan dari kesan-kesan yang disampaikan adalah jelas. e.
Pikiran Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar
bagian pengetahuan yang telah ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Jadi di sini akal adalah sebagai kekuatan yang sangat
mengendalikan pikiran. Berpikir berarti meletakan hubungan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia.
16
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yakni:
1 Pembentukan pengertian: pengertian logis dibentuk melalui tiga
tingkatan yaitu: pertama, menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis objek tersebut kita perhatikan unsurnya satu
demi satu. misalnya mau membentuk pengertian manusia. Kedua, membandingkan ciri-ciri tersebut untuk dikemukakan
ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu
ada, mana
yang tidak
selalu ada.
Ketiga, mengabstaksikan, yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang
tidak hakiki menangkap ciri-ciri yang hakiki. 2
Pembentukan pendapat: meletakan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa
disebut kalimat, yang terdiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau predikat.
16
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, … h. 31
3 Penarik kesimpulan atau pembentukan keputusan: keputusan
adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada.
17
Setiap keputusan yang kita ambil merupakan hasil pekerjaan akal melalui pikiran, dan setiap keputusan akan mengarahkan dan
mengendalikan tingkah laku, dengan demikian akalpikiran dapat dikatakan sangat menentukan di dalam perbuatan tingkah laku
manusia, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa berpikir manusia sebenarnya merupakan proses yang dinamis. Dinamis berpikir itu
dimungkinkan oleh pengalaman yang luas, perbendaharaan bahasa yang kaya yang didukung oleh pendidikan yang baik dan ketajaman
dalam berpikir. Maka sebaiknya pendidik memberikan bimbingan yang sebaik-baiknya bagi perkembangan akal pikiran anak didik.
Demikianlah penulis telah uraikan mengenai macam-macam aktivitas pokok jiwa manusia, yang meliputi mengamati,
menanggap, fantasi, mengingat, dan berfikir, sedangkan fungsi- fungsi lainya seperti: perhatian, perasaan, dan kemauan adalah tidak
termasuk aktivitas jiwa, melainkan sebagai cara atau kekuatan yang menunjang aktivitas-aktivitas jiwa manusia.
f. Perhatian
Kata “perhatian” tidaklah selalu digunakan dalam arti yang
sama contohnya pertama, dia sedang memperhatikan contoh yang diberikan oleh gurunya maka perhatian dapat diartikan pemusatan
tenaga psikis tertentu kepada suatu objek, atau contoh kedua, dengan penuh perhatian dia mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru
yang baru itu, maka perhatian adalah banyak atau sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan. Hal
tersebut tergantung pada kalimatnya.
17
Sumadi Suryabrata, Psikolgi Pendidikan, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2008, h. 55
Dalam hal perhatian atas dasar intensitasnya yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas, maka
dibedakan menjadi 2 macam: 1
Perhatian intensif, dan 2
Perhatian tidak intensif Makin banyak kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas
berarti makin intensiflah perhatianya. Dalam hal ini telah banyak dilakukan penyelidikan-penyelidikan oleh para ahli yang hasilnya
memberi kesimpulan: bahwa tidak mengkin melakukan dua kegiatan aktivitas yang kedua-duanya disertai oleh perhatian yang intensif.
Selain itu ternyata makin intensif perhatian yang menyertai sesuatu aktivitas akan makin sukseslah aktivitas itu.
18
g. Perasaan
Perasaan adalah suasana psikis yang mengambil bagian pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap sesuatu hal yang
berbeda dengan keadaan atau nilai dalam diri. Perasaan pada umumnya bersangkutan dengan fungsi mengenal artinya perasaan
dapat timbul karena mengamati, menganggap, membayangkan, mengingat atau memikirkan sesuatu.
Perasaan pada anak didik dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi. Ekspresi adalah pernyataan emosi atau perasaan yang dapat
diamati oleh orang lain, misalnya tersenyum, tertawa, menangis, murung, tunduk kepala, mengelus dada, cemberut dan sebagainya.
19
Perasaan banyak mendasari dan juga mendorong tingkah laku manusia. Suasana jiwa anak didik sangat mempengaruhi kegairahan
dalam belajarnya. Agar belajar anak tersebut dapat berlangsung secara efektif pendidikan hendaknya menciptakan situasi yang dapat
mendorong perasaan-perasaan seperti perasaan jasmaniah misalnya rasa sehat, rasa segar maupun perasaan rohaniah seperti senang,
18
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, …. h. 13
19
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, … h. 37-39
puas, maka hal tersebut dapat menambah kegairahan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.
h. Kemauan
Kemauan itu bukan keinginan. Orang yang ingin belum tentu mau, dan sebaliknya orang yang mau belum tentu ingin. Menurut
Augustine, kemauan kemauan merupakan pengendali dari keinginan. Kemauan tidak selamanya bebas. Kemauan dapat bekeja, baik secara
paksaan maupun dalam bentuk pilihan sendiri. Kemauan yang bebas adalah kemauan yang sesuai dengan keinginan diri sendiri,
sedangkan kemauan yang terikat adalah kemauan yang ditimbulkan oleh kondisi kebutuhan yang terbatasi oleh norma sosial ataupun
kondisi lingkungan.
20
2. Pengertian Belajar
Belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Manusia terlahir sebagai mahluk yang lemah yang tidak mampu
berbuat apa-apa serta tidak mengetahui apa-apa. Akan tetapi melalui proses belajar dalam fase perkembangannya, manusia bisa menguasai skill
kemahiranketerampilan maupun pengetahuan. Sesungguhnya kemampuan untuk belajar dan melakukan berbagai
upaya uji coba, termasuk kemampuan adaptasi terhadap aneka situasi yang dimiliki manusia maupun hewan. Kemampuan adaptasi inilah yang
membantu kedua mahluk tersebut bisa hidup dan berada di muka bumi. Manusia tidak hanya mempelajari bahasa, ilmu pengetahuan, profesi,
maupun keahlian tertentu saja. Sesungguhnya dia juga mempelajari berbagai macam tradisi, etika, moral dan kepribadian. Oleh karena itu,
belajar memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Urgensi proses belajar telah ditegaskan semenjak diturunkanya ayat pertama dalam
al- Qur‟an al-Karim. Ayat tersebut erat kaitanya dengan masalah baca-tulis
dan belajar. Allah SWT berfirman: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang maha pemurah, yang mengajar manusia dengan
20
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, … h. 40
perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Q.S. al-Alaq 1-5.
21
Banyak orang yang beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara
lebih khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Ini berarti, bahwa orang mesti mengumpulkan fakta-fakta sebanyak-
banyaknya. Jika konsep ini dipakai orang, maka pada orang itu mesti dipertanyakan, apakah dengan belajar semacam itu orang menjadi tumbuh
dan berkembang?, Orang yang belajar dengan memakai konsep ini menjadikan dirinya botol kosong yang perlu dituangi air. Apabila air itu
dituangkan sebanyak-banyaknya ke dalam botol kosong, dan dapat dibanyangkan, betapa banyaknya yang dapat masuk dan dari sebanyak
yang masuk itu tentunya sesuai daya tampung botolnya?.
22
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memiliki tiga arti yang sangat berkaitan: pertama, belajar berarti berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, kedua, belajar berarti berlatih dan, ketiga, belajar berarti berubah tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman.
23
Dalam pandangan Agama penulis belum menemukan secara rinci dan operasional mengenai proses belajar, proses kerja sistem memori
akal, dan proses dikuasainya pengetahuan dan keterampilan oleh manusia. Namun Islam, dalam hal penekananya terhadap signifikasi
kongnitif akal dan sensori indera-indera sebagai alat-alat penting untuk belajar, sangat jelas kata-kata kunci seperti
ya’qilun, yatafakkarun, yubshirun, yasma’un, dan sebagainya yang terdapat dalam al-Quran, hal
tersebut merupakan bukti betapa pentingnya pengaruh ranahcipta dan karsa manusia dalam belajar dan meraih ilmu pengatahuan.
21
Fadilah Suralaga, Dkk., Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. I, h. 59
22
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, … h. 103
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, … h. 17
Berikut kutipan firman Allah SWT dan Hadits Nabi SAW, baik secara eksplisit maupun implisit mewajibkan orang untuk belajar agar
memperoleh ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman dalam surat al-Zumar ayat 9:
ّْأْ ّ أ َّ تي َإ لْعيا ي َّ
لْعي ي َّ ي تْسي ْله….
“….Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya, orang-orang yang
berakallah yang mampu menerima pelajaran” az-Zumar: 9.
24
Dalam riwayat Ibnu „Ashim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai sekalian manusia, belajarlah Karena pengetahuan hanya didapat melalui belajar….” Qardhawi, 1989.
25
Islam memandang umat manusia sebagai mahluk yang dilahirkan dalam keadaan kosong, tidak berilmu pengetahuan. Akan tetapi, Tuhan
memberi potensi yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan
umat manusia sendiri. Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat untuk melakukan kegiatan
belajar. Seperti, 1 Indera penglihatan mata, alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual, 2 Indera pendengaran telinga, alat
fisik untuk menerima informasi verbal, dan 3 Akal, yang merupakan potensi kejiwaan manusia berupa psikis yang kompleks untuk menyerap,
mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan ranah kognitif.
26
Dalam surat An-Nahl ayat 78 Allah berfirman:
عْ َسّ مكّ لعج ًْيش لْعتا ْمكت َّأ طب ِّ مكج ْخأ ه
كْشت ْمكَلعّ د ْفأْ صْبأْ
24
R.H.A. Soenarjo, Dkk., Al- Qur’an dan Terjemah, Jakarta: Departemen Agama RI,1971,
h.747
25
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:PT. Remaja Rosda Karya, 2010, Cet. XV, h. 99
26
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, …. h. 99
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan,
dan af-idah hatidaya nalar agar kamu bersyukur” An-Nahl : 78.
27
Untuk menjelaskan pengertian belajar, terdapat banyak definisi, oleh karena itu penulis akan menyebutkan beberapa definisi belajar yang
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru Menegaskan, bahwa “Belajar adalah kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.
28
Wasty Soemanto dalam Psikologi Pendidikan, menurut James O. Wittaker, “Belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman”.
29
Margaret E. Bell Greadler dalam bukunya Belajar dan Membelajarkan,
bahwa “Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap”.
30
E. Usman Effendi dan Juhaya S. Praja dalam bukunya Pengantar Psikologi
mengemukakan, bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha atau interaksi yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu yang baru dan
perubahan keseluruhan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman- pengalaman”.
31
Ahmad Mudzakir dan Joko Sutrisno, dalam bukunya Psikologi Pendidikan
, mendefinisikan, bahwa “Belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang,
27
R.H.A. Soenarjo, Dkk., Al- Qur’an dan Terjemah,… h. 413
28
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru ,… h. 87
29
Wasty Soemanto, psikologi pendidikan…, h. 104
30
Margaret E. Bell Greadler, Belajar dan Membelajarkan Terjemahan, Jakarta: PT. RajaGrafinda Persada, 1994, Cet. II, h. 1
31
E. Usman Effendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi, Jakarta: PT. Angkasa Bandung, 1989, h. 103