Analisis Data Metode Penelitian .1 Teknik pengumpulan data

ini adalah untuk mengamati respon masyarakat dan pemerintah terhadap kompetisi sepakbola antar kampung. 1.6.1.2 Wawancara Wawancara merupakan cara pengumpulan data dimana peneliti dan salah satu informan hadir dalam waktu dan tempat yang sama dalam rangka memperoleh data dan informasi yang diperlukan dala suatu penelitian. Lazimnya dalam penelitian social diterapkan wawancara berstruktur Siagian, Matias, 2011: 211. Pertanyaan penulis dalam wawancara penelitian ini akan sangat berbeda bentuknya dengan pertanyaan yang ada dalam angket, karena dalam wawancara, peneliti dan salah satu informan berinteraksi secara langsung dan sama-sama aktif. Dalam wawancara ini peneliti memilih salah satu informan yang ikut berpartisipasi dalam kompetisi sepak bola antar kampung.

1.6.2 Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data tergolong proses yang cukup panjang. Langkah awal pengolahan data adalah mempelajari jawaban responden. Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang diperoleh dari lapangan akan dianlisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat ditemukan kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang diteliti. Universitas Sumatera Utara

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2. 1. Sejarah Desa Tiga lingga

Tigalingga adalah salah satu wilayah perbatasan yang oleh penguasa Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini meliputi lima kecamatan yakni Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kebudayaannya memang Karo dan kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah Dairi akibat demarkasi atau batas pemisah, biasanya ditetapkan oleh pihak yang sedang berperang bersengketa oleh Belanda. Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja Sisisngamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel. Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Onder Afdeling yang dipimpin seorang Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu Universitas Sumatera Utara oleh seorang Demang dari penduduk PribumiBumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen. Pemerintah Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon Jepang pada tahun 1942. Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer Sekutu. Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 delapan Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu ileh Komite Nasional Daerah. Pada masa Agresi Militer I, Belanda berhasil menduduki wilayah Sumatera Timur yakni Sidikalang, Sumbul, Kerajaan, Salak, Tigalingga, dan Tanah Pinem. Disamping itu terjadi juga perjuangan pembentukan daerah otonom yang mengakibatkan Dairi terdiri dari beberapa kecamatan. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah Universitas Sumatera Utara Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 delapan Kecamatan yaitu: 1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang; 2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul; 3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga; 4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh; 5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak; 6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame; 7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil; 8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja; Berdasarkan peraturan pemerintah wilayah Tigalingga, terdiri dari : 1. Kecamatan Tigalingga; 2. Kecamatan Tanah Pinem; 3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga; 4. Kecamatan Siempat Nempu; 5. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hulu; 6. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hilir; 7. Perw. Kecamatan Pegagan Hilir; Kecamatan Tigalingga dahulunya merupakan wilayah Karo dan bisa dikatakan sejak lama menjadi model bagi Dairi dalam hal pertanian. Sejak bersentuhan dengan teknologi pertanian di masa Hindia Belanda, Karo telah menjadi sentra agribisnis utama di Sumatera bahkan di Indonesia. Luas Kecamatan Tigalingga adalah 197 Km 2 yang terdiri dari 14desa dan 1 kelurahan, yaitu Lau Sireme, Lau Mel, Lau Bagot, Sukandebi, Lau Molgap, Lau Pakpak, Universitas Sumatera Utara Palding, Bertungen Julu, Palding Jaya Sumbul, Sarintonu, Juma Gerat, Ujung Teran dan Sumbul Tengah serta Tigalingga. Kecamatan Tigalingga merupakan Kecamatan Induk dari Kecamatan Gunung Sitember yang dulunya merupakan satu Kecamatan.

2.2. Letak dan Kondisi Geografis