Dalam menganalisis masyarakat dari kebudayaan umat manusia, salah satu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fungsionalisme. Pendekatan ini
muncul didasari oleh pemikiran bahwa manusia di sepanjang hayatnya dipengaruhi oleh pemikiran dan tindakan orang lain disekitarnya, sehingga
manusia tidak pernah seratus persen menentukan pilihan tindakan, sikap, atau perilaku tanpa mempertimbangkan orang lain. Berdasarkan kajian Malinowski,
dia menyimpulkan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi sosial terhadap unsur – unsur kebudayaan lainnya.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan berikut: 1.
Bagaimana kompetisi sepakbola antar kampung tarkam bertahan dan berkembang di Kabupaten Dairi?
2. Mengapa masyarakat meminati kompetisi sepakbola antar kampung
tarkam? 3.
Bagaimana hubungan kompetisi sepakbola antar kampung terhadap partisipasi masyarakat?
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui alasan masyarakat mengikuti kompetisi sepakbola antar kampung dalam kehidupan sosial masyarakat,
mengetahui dampak positif dan negatif mengikuti kompetisi sepakbola antar kampung, dan bagaimana hubungan antara kompetisi kompetisi sepakbola antar
kampung dan aspek – aspek lainnya.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat praktis penelitian ini dibuat agar memunculkan perhatian dari pemerintah, masyarakat, dan pembaca mengenai dampak positif dan negatif
kompetisi sepakbola antar kampung. Karena kompetisi sepakbola antar kampung menjadi salah satu ajang manfaat bagi kelompok, organisasi, sampai kepentingan
individu. Adapun manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan tentang kompetisi sepakbola antar kampung serta menjadi bahan
bacaan yang bermanfaat dan bahan studi kepustakaan bagi ilmu-ilmu pendidikan yang bersangkutan dengan penelitian ini. Dengan demikian
pemerintah,masyarakat, dan pembaca dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya dampak negatif dalam kompetisi sepakbola antar kampung di
daerahnya masing-masing.
1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Teknik pengumpulan data
Dunia antropologi mempunyai pengalaman yang lama dalam hal menghadapi anekawarna diversitas yang besar antara beribu-ribu kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat kecil yang tersebar di seluruh muka bumi, dan ini menyebabkan berkembangnya berbagai metode mengumpulkan bahan yang
mengkhusus ke dalam, yang kualitatif; serta berbagai metode pengolahan dan analisa yang bersifat membandingkan, yang komparatif Koentjaraningrat, 2002:
30. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode
etnografi. Menurut Malinowsky dalam Spradley, 1997 etnogrfi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungan dengan kehidupan, untuk
mendapatkan pandangan mengenai dunianya. Pengumpulan data dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam dua bagian yakni data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data sekunder merupakan data tambahan untuk
menunjang data-data primer yang diperoleh dari internet, buku, jurnal, artikel dan sumber kepustakaan lainnya. Data primer merupakan data utama yang diperoleh
melalui teknik observasi dan wawancara.
1.6.1.1 Observasi
Tahap observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan terlibat observasi partisipasi terhadap respon masyarakat, pemain. Observasi
penelitian ini dilakukan di Kabupaten Dairi. Adapun alasan memilih Kabupaten Dairi adalah karena ajang kompetisi sepakbola antar kampung sangat sering
dilaksanakan di daerah tersebut, hal ini juga karena pada saat proses penelitian ini sedang berlangsung kompetisi sepakbola antar kampung di daerah tersebut.
Dalam hal ini penulis ikut berpartisipasi sebagai peserta. Adapun tujuan observasi
Universitas Sumatera Utara
ini adalah untuk mengamati respon masyarakat dan pemerintah terhadap kompetisi sepakbola antar kampung.
1.6.1.2 Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dimana peneliti dan salah satu informan hadir dalam waktu dan tempat yang sama dalam rangka
memperoleh data dan informasi yang diperlukan dala suatu penelitian. Lazimnya dalam penelitian social diterapkan wawancara berstruktur Siagian, Matias, 2011:
211. Pertanyaan penulis dalam wawancara penelitian ini akan sangat berbeda bentuknya dengan pertanyaan yang ada dalam angket, karena dalam wawancara,
peneliti dan salah satu informan berinteraksi secara langsung dan sama-sama aktif. Dalam wawancara ini peneliti memilih salah satu informan yang ikut
berpartisipasi dalam kompetisi sepak bola antar kampung.
1.6.2 Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data tergolong proses yang cukup panjang. Langkah awal
pengolahan data adalah mempelajari jawaban responden. Pada tahap analisis ini, peneliti akan memeriksa ulang data untuk melihat kelengkapan data. Data yang
diperoleh dari lapangan akan dianlisis secara kualitatif dan disusun sesuai dengan kategori-kategori tertentu sebagaimana yang dikemukakan oleh informan.
Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat ditemukan kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2. 1. Sejarah Desa Tiga lingga
Tigalingga adalah salah satu wilayah perbatasan yang oleh penguasa Belanda dulu disebut sebagai Onderdistrik van Karo Kampung. Kawasan ini
meliputi lima kecamatan yakni Tigalingga, Tanah Pinem, Pegagan Hilir, Juhar Kidupen Manik, dan Lau Juhar. Dinamai Karo Kampung karena kebudayaannya
memang Karo dan kawasan ini merupakan wilayah Karo yang masuk wilayah Dairi akibat demarkasi atau batas pemisah, biasanya ditetapkan oleh pihak yang
sedang berperang bersengketa oleh Belanda. Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat
bahwa Raja Sisisngamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah
dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke
Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel.
Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami
perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Onder
Afdeling yang dipimpin seorang Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu
Universitas Sumatera Utara
oleh seorang Demang dari penduduk PribumiBumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.
Pemerintah Dairi landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang
berpusat di Tarutung. Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas
penduduk Nippon Jepang pada tahun 1942. Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan
Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa masuk Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer Sekutu.
Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur
tentang Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal
19 Agustus 1945 menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 delapan Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur.
Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu ileh Komite Nasional Daerah.
Pada masa Agresi Militer I, Belanda berhasil menduduki wilayah Sumatera Timur yakni Sidikalang, Sumbul, Kerajaan, Salak, Tigalingga, dan
Tanah Pinem. Disamping itu terjadi juga perjuangan pembentukan daerah otonom yang mengakibatkan Dairi terdiri dari beberapa kecamatan. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang berlaku surat mulai tanggal 1 Januari 1964, maka wilayah
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri dari 8 delapan Kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang; 2. Kecamatan Sumbul, ibukotanya Sumbul;
3. Kecamatan Tigalingga, ibukotanya Tigalingga; 4. Kecamatan Tanah Pinem, ibukotanya Kutabuluh;
5. Kecamatan Salak, ibukotanya Salak; 6. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukarame;
7. Kecamatan Silima Pungga-Pungga, ibukotanya Parongil; 8. Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja;
Berdasarkan peraturan pemerintah wilayah Tigalingga, terdiri dari : 1. Kecamatan Tigalingga;
2. Kecamatan Tanah Pinem; 3. Kecamatan Silima Pungga-Pungga;
4. Kecamatan Siempat Nempu; 5. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hulu;
6. Perw. Kecamatan Siempat Nempu Hilir; 7. Perw. Kecamatan Pegagan Hilir;
Kecamatan Tigalingga dahulunya merupakan wilayah Karo dan bisa dikatakan sejak lama menjadi model bagi Dairi dalam hal pertanian. Sejak
bersentuhan dengan teknologi pertanian di masa Hindia Belanda, Karo telah menjadi sentra agribisnis utama di Sumatera bahkan di Indonesia. Luas
Kecamatan Tigalingga adalah 197 Km
2
yang terdiri dari 14desa dan 1 kelurahan, yaitu Lau Sireme, Lau Mel, Lau Bagot, Sukandebi, Lau Molgap, Lau Pakpak,
Universitas Sumatera Utara
Palding, Bertungen Julu, Palding Jaya Sumbul, Sarintonu, Juma Gerat, Ujung Teran dan Sumbul Tengah serta Tigalingga. Kecamatan Tigalingga merupakan
Kecamatan Induk dari Kecamatan Gunung Sitember yang dulunya merupakan satu Kecamatan.
2.2. Letak dan Kondisi Geografis
Luas kecamatan Tigalingga adalah 197 Km
2
, yang terdiri dari 14 desa. Kecamatan Tigalingga terletak antara Lintang Utara : 98
o
00 – 98
o
30 dan Bujur Timur : 2
o
15 – 3
o
00. Jarak antara kantor Kecamatan Tigalingga dengan Kantor Bupati adalah 28Km.
Adapun batas-batas Kecamatan Tigalingga secara administratif sebagai berikut :
Sebelah Utara :
Kecamatan Gunung Sitember Sebelah Selatan
: Kecamatan Pegagan Hilir
Sebelah Barat :
Kecamatan Siempat Nempu, Kecamatan Gunung Sitember.
Kecamatan Tigalingga dengan Kota Sidikalang dapat ditempuh selama 50 menit dengan menggunakan angkutan umum yang berjarak 45 Km. Dan
Kecamatan Tigalingga berjarak 316 Km dari Kota Medan dan dapat ditempuh selama 6 jam dengan menggunakan angkutan umum.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Keadaan Alam