Perkembangan Ekspor Netto Indonesia

4.4 Perkembangan Ekspor Netto Indonesia

Dilihat dari sisi penggunaannya, pada masa awal pembangunan ekonomi sebelum tahun 1970, pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh konsumsi masyarakat yang memberikan kontribusi hingga 80 persen dari PDB. Namun, sejalan dengan tingginya harga minyak pada dekade 1971 - 1980, sektor minyak menjadi satu-satunya sumber pertumbuhan. Ekspor minyak memberikan kontribusi lebih dari 70 persen total ekspor Indonesia, sementara komoditi manufaktur belum memberikan kontribusi yang berarti. Ekspor non migas sebagian besar disumbangkan oleh komoditi primer. Hasil dari ekspor minyak sebagian besar mengalir ke penerimaan pemerintah untuk membiayai kegiatan konsumsi dan investasi pemerintah. Selama periode ini, peran konsumsi masyarakat sedikit demi sedikit terdesak oleh sektor pemerintah yang sangat dominan. Sementara, investasi swasta belum memberikan kontribusi yang berarti. Nilai ekspor netto Indonesia selama dua dasawarsa berfluktuasi meskipun memiliki kecenderungan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Kurun waktu 1985 - 1990, rasio ekspor netto terhadap PDB Indonesia mengalami penurunan. Sementara itu periode berikutnya, 1991 - 2000 rasio ekspor netto bergerak naik dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan rasio ekspor netto baru kembali terjadi pada periode 2000 - 2005. Kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Budi Mulyadi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008 Sumber : Nota Keuangan dan APBN tahun 1980 sd.2009 World Bank, 2007 Gambar 4.6. Rasio Ekspor Netto Terhadap PDB dan Rasio Tabungan Nasional terhadap PDB Periode 1980 sd. 2005 dalam persen Penerimaan ekspor itu sendiri, sepanjang periode waktu 1981-2005 mengalami penurunan dalam tiga tahun, yaitu: tahun 1998, 1999, dan tahun 2001. Kenaikan ekspor terbesar terjadi pada tahun 2000. Kenaikan penerimaan ekspor pada tahun tersebut bernilai US 62.124,0 juta naik sebesar 27,66 persen dari US 48.665,4 juta pada tahun 1999. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kinerja ekspor non migas dan penerimaan ekspor migas terkait naiknya harga minyak dunia di pasaran internasional. Di sisi yang lain, impor juga meningkat terutama impor bahan baku dan barang modal. Peningkatan impor ini merupakan indikasi positif bagi pemulihan ekonomi. Pada tahun 2001 terjadi penurunan yang cukup besar menjadi US 56.320,9 juta atau sebesar 9,34 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan tersebut pada Budi Mulyadi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008 umumnya disebabkan permintaan impor yang masih tinggi khususnya impor barang modal, sementara harga minyak dunia yang menjadi kekuatan utama ekspor migas Indonesia jutru melemah. Depresiasi Rupiah yang begitu tinggi seharusnya bisa meningkatkan daya saing produk-produk ekspor Indonesia dengan cukup signifikan, apalagi jika diingat bahwa mata uang Rupiah mengalami depresiasi yang paling besar dibandingkan dengan mata uang negara-negara tetangga. Peluang ekspor pun seharusnya semakin terbuka luas sejalan dengan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi. Namun demikian depresiasi yang sangat tajam ini tidak serta merta meningkatkan ekspor karena sisi penawaran juga mempunyai masalah berupa ketergantungan yang tinggi terhadap impor barang modal dan bahan baku. Kondisi ini pada gilirannya berkontribusi terhadap tren penurunan surplus ekspor netto neraca perdagangan Indonesia. Sementara itu nilai ekspor tahun 2007 mencapai US 118.014 juta, atau meningkat sekitar 14,0 persen dibandingkan nilai ekspor tahun 2006 yang mencapai US 103.528 juta. Peningkatan nilai ekspor ditopang oleh ekspor migas dan nonmigas yang tumbuh masing-masing sekitar 8,4 persen dan 20,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam tahun 2007 nilai ekspor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US 24.872 juta dan US 93.142 juta. Lonjakan harga minyak dan gas di pasar internasional merupakan pendorong utama terjadinya peningkatan nilai ekspor migas. Peningkatan ekspor nonmigas dipicu oleh lonjakan harga beberapa komoditi ekspor nonmigas unggulan, seperti nikel, batubara, timah, Budi Mulyadi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008 CPO, dan karet. Peranan ekspor menempati urutan kedua setelah konsumsi masyarakat dalam PDB, yaitu sebesar 29,4 persen. Nilai impor tahun 2007 mencapai US 85.296 juta atau meningkat sekitar 15,5 persen dibandingkan tahun 2006. Peningkatan tersebut terutama ditunjang oleh pertumbuhan impor barang sebesar 13,1 persen yang terdiri dari impor barang konsumsi yang tumbuh sebesar 38 persen, barang modal tumbuh sebesar 25,1 persen, dan bahan baku tumbuh sebesar 19,7 persen. Pertumbuhan nilai impor yang cukup tinggi menunjukkan masih kuatnya kegiatan ekonomi di dalam negeri dalam bentuk meningkatnya daya beli masyarakat dan kegiatan produksi. Peranan impor sendiri dalam PDB mencapai 25,3 persen. Surplus neraca perdagangan dalam tahun 2007 mencapai US32.718 juta, atau meningkat sekitar 10,3 persen dibandingkan tahun 2006, sedangkan defisit neraca jasa-jasa meningkat sekitar 18,8 persen. Peningkatan defisit neraca jasa-jasa sekitar 18,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya terjadi sebagai konsekuensi dari pengeluaran devisa yang meningkat lebih besar dibandingkan tambahan penerimaan devisa. Peningkatan pengeluaran devisa terjadi pada jasa transportasi khususnya angkutan barang freight terkait dengan peningkatan impor, transfer ke luar negeri atas keuntungan investasi asing, dan jasa-jasa lainnya. Sementara itu, peningkatan penerimaan devisa terutama bersumber dari wisatawan mancanegara tourism dan transfer devisa dari tenaga kerja Indonesia di luar negeri workers’ remittances. Budi Mulyadi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Nasional Di Indonesia, 2009 USU Repository © 2008

4.5 Perkembangan Penduduk Indonesia