wewenang kepada arbiter untuk dapat memutus berdasarkan fakta yang diberikan kepadanya. Pada saat proses arbitrase berlangsung pihak
ketiga atau pihak lain umum tidak diperbolehkan hadir dalam proses. Hal ini merupakan cerminan dari sifat arbitrase yang menjaga kerahasian
para pihak yang bersengketa. 3.
Pelaksanaan putusan. Dalam melaksanakan putusan arbitrase ada tata cara pelaksanaan yang harus ditempuh. Berdasarkan Pasal 59 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999, tata cara pelaksanaan pokok-pokok di dalam putusan tergantung pada telah didaftarkannya di pengadilan atau
belum.
B. Pilihan hukum dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Elektronik
Kemajuan teknologi informasi khususnya internet di Indonesia dalam dasawarsa terakhir ini telah berhasil melahirkan rezim hukun baru yang dinamakan hukum
cyber. Salah satu kegiatan yang diatur oleh hukum cyber yaitu perdagangan elektronik. Perdagangan Elektronik E-Commerce dapat didefinisikan sebagai
bentuk transaksi perdagangan atau perniagaan barang dan jasa trade of goods and service dengan menggunakan media elektronik. Beberapa faktor yang mendorong
kemajuan perdagangan elektronik di Indonesia ialah : 1
Perdagangan elektronik memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih banyak pelanggan dan setiap saat pelanggan dapat mengakses seluruh
informasi secara terus menerus.
Universitas Sumatera Utara
2 Perdagangan elektronik dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara
cepat dan tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan berlangsung secara periodik.
3 Perdagangan elektronik dapat menciptakan efisiensi yang tinggi, murah dan
informatif. 4
Perdagangan elektronik dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan pelayanan yang cepat, mudah, aman, dan akurat.
152
Dalam suatu perdagangan elektronik, para pihak yang melakukan kegiatan perdagangan hanya berhubungan melalui suatu jaringan publik
public network yang dalam perkembangan terakhir menggunakan media internet. Pada suatu transaksi elektronik, perjanjian elektronik mengikat para
pihak yang bersepakat, sehingga dalam sudut pandang perlindungan konsumen, konsumen yang melakukan transaksi elektronik dianggap telah
menyepakati seluruh syarat dan ketentuan yang berlaku dalam transaksi tersebut. Hal ini berkenaan dengan klausula baku yang disusun oleh pelaku
usaha yang memanfaatkan media internet. Klausula baku dalam transaksi e- commerce dapat menempatkan posisi yang tidak seimbang antara pelaku
usaha dan konsumen. Meskipun dalam UU Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula baku yang dituangkan dalam suatu dokumen
152
Ahmad M Ramli, Cyber Law dan HAKI Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2004, hal 54
Universitas Sumatera Utara
danatau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha.
153
Keamanan dalam bertransaksi dalam perdagangan elektronik harus memenuhi beberapa
persyaratan. Pada hukum pembuktian baik dengan alat bukti konvensional maupun digital evidence, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
menjamin keamanannya, persyaratan tersebut adalah ; 1.
Authenticity Ensured Dengan memberikan tanda tangan elektronik pada data elektronik yang
dikirimkan maka akan dapat ditunjukkan dari mana data elektronis tersebut sesungguhnya berasal. Terjaminnya integritas pesan tersebut bisa
terjadi karena keberadaan dari digital certificate. Digital certificate berisi informasi mengenai pengguna anatara lain identitas, kewenangan,
kedudukan hukum, status dari pengguna. Digital certificate diperoleh atas dasar aplikasi kepada certification authority oleh user. Selain itu,
penggunaan tanda tangan elektronik yang diaplikasikan pada data elektronik yang dikirimkan dapat menjamin bahwa data elektronik
tersebut tidak mengalami suatu perubahan atau modifikasi oleh pihak yang tidak berwenang. Jaminan authenticity ini dapat dilihat dari adanya hash
function dalam sistem tanda tangan elektronik, dimana penerima data recipient dapat melakukan pembandingan hash value. Apabila hash
value nya sama dan sesuai, maka data tersebut benar-benar otentik, tidak pernah terjadi suatu tindakan yang sifatnya merubah modify dari data
153
Fahmi Firman, http:hukumpositif.com, diakses 5 Maret 2010, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
tersebut pada saat proses pengiriman, sehingga terjamin aunthenticitynya. Sebaliknya apabila hash value nya berbeda, maka patut dicurigai dan
langsung dapat disimpulkan bahwa recipient menerima data yang telah dimodifikasi
2. Integrity
Integrity atau integritas berhubungan dengan masalah keutuhan dari suatu data yang dikirimkan. Seorang penerima data dapat merasa yakin apakah
pesan yang diterimanya sama dengan pesan yang dikirimkan, penerima data dapat merasa yakin bahwa data tersebut pernah dimodifikasi atau
diubah selama proses pengiriman atau penyimpanan. Integrity menyangkut perlindungan data terhadap usaha memodifikasi data
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, baik selama data itu disimpan atau selama data itu dikirimkan kepada pihak lain. Sistem
pengamanan harus mampu memastikan bahwa pada waktu informasi itu diterima oleh penerima, informasi itu harus muncul sama seperti ketika
informasi disimpan atau dikirim. Sistem pengamanan yang dibangun harus memungkinkan untuk mengetahui apabila terhadap isi telah terjadi
modifikasi, tambahan atau penghapusan. Sistem tersebut juga harus dapat mencegah dimainkannya kembali replayed informasi itu, misalnya fresh
copy dari data tersebut dikirimkan lagi dengan menggunakan otorisasi yang semula dipakai ketika pesan yang sesungguhnya itu dikirimkan. Oleh
karena itu, diperlukan dari isi pesan yang dikirimkan itu dan dapat
Universitas Sumatera Utara
memastikan otentifikasi atas pembuatan salinan dari pesan tersebut, yaitu otentifikasi salinan itu sesuai dengan aslinya.
3. Non Repudiation
Non repudiation atau tidak dapat disangkalnya keberadaan suatu pesan berhubungan dengan orang yang mengirimkan pesan tersebut. Pengirim
pesan tidak dapat menyangkal bahwa pengirim pesan telah mengirimkan suatu pesan apabila pengirim pesan tersebut sudah mengirimkan suatu
pesan, pengirim pesan juga tidak dapat menyangkal isi dari suatu pesan berbeda dengan apa yang pengirim pesan tersebut kirimkan. Non
repudiability of origion atau non repudiability menyangkut perlindungan terhadap suatu pihak yang terlibat dalam suatu transaksi atau kegiatan
komunikasi yang dibelakang hari pihak tersebut menyanggah bahwa transaksi atau kegiatan tersebut benar telah terjadi. Sistem non
repudiability of origion atau non repudiability, harus dapat membuktikan kepada pihak ketiga yang independen mengenai originalitas dan mengenai
pengiriman data yang dipersoalkan itu. Setelah suatu pesan dikirimkan kepada pihak lain, maka pengirim harus tidak mungkin dapat membantah
bahwa dia telah mengirimkan pesan tersebut. Sebaliknya juga, penerima pesan tersebut seharusnya tidak mungkin dapat membantah bahwa yang
bersangkutan telah menerima pesan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Confidentiality
Confidentiality didalam sudut pandang keamanan adalah menunjukkan bahwa tidak seorangpun yang dapat mengakses data kecuali orang yang
berhak. Confidentiality biasanya berhubungan dengan data yang diberikan kepada pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya diperbolehkan untuk
keperluan tertentu tersebut. Confidentiability menyangkut kerahasiaan dari data dan informasi, dan
perlindungan bagi informasi tersebut terhadap pihak yang berwenang. Informasi seharusnya dilindungi terhadap pihak luar yang tidak
berwenang, terhadap para hackers, dan terhadap intersepsi atau gangguan selama transmisi melalui jaringan komunikasi sedang berlangsung.
Caranya adalah dengan membuat informasi itu tidak dapat dipahami oleh pihak-pihak yang tidak berwenang atau tidak bertanggung jawab itu.
Untuk membuat informasi itu tidak dapat dipahami, isi dari informasi harus ditransformasikan sedemikian rupa sehingga informasi itu tidak
dapat dipahami oleh siapapun yang tidak mengetahui prosedur dari proses transformasi itu. Untuk e-commerce, confidentiality sangat penting untuk
melindungi, misalnya, data keuangan suatu organisasi atau perusahaan, informasi menyangkut product development, dan berbagai jenis informasi
rahasia lainnya terhadap pihak siapa rahasia itu ingin dirahasikan. Bagi Bank misalnya, data mengenai simpanan nasabah pada bank tersebut
dapat dirahasiakan sebagaimana hal itu diwajibkan oleh Undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
5. Authorization
Authorization menyangkut pengawasan terhadap akses kepada informasi tertentu. Transaksi-transaksi tertentu mungkin hanya dapat diakses oleh
pihak-pihak tertentu saja, sedangkan transaksi-transaksi yang lain tidak. Authorization dimaksud untuk membatasi perbuatan oleh pihak-pihak
yang berwenang untuk dapat berbuat sesuatu di dalam lingkungan jaringan informasi itu. Pembatasan tersebut adalah bergantung pada security level
dari pihak yang bersangkutan. Pembatasan itu menyangkut sampai sejauh mana pihak yang diberi wewenang untuk melakukan akses terhadap hal
itu diberi wewenang untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : 1.
Memasukkan datainformasi 2.
Membaca datainformasi 3.
Memodifikasi, menambah atau menghapus datainformasi 4.
Mengekspos atau mengimpor datainformasi 5.
Mem-print datainformasi. Hak-hak istimewa tersebut dapat dikendalikan atau diawasi, baik
dilakukan oleh petugas tertentu atau oleh suatu unit tertentu yang ditugasi khusus untuk keperluan tersebut, dengan cara menggunakan acces control list
ACL. ACL adalah suatu daftar yang memuat siapa-siapa saja yang memiliki akses kepada datainformasi tertentu dan tingkat kewenangan dari masing-
masing orang atau pejabat tersebut untuk mengakses data itu.
Universitas Sumatera Utara
6. Availability ketersediaan
Informasi yang disimpan atau yang ditransmisikan melalui jaringan komputer harus dapat tersedia sewaktu-waktu apabila diperlukan. Sistem
perlindungan itu harus dapat mencegah timbulnya sebab-sebab yang dapat menghalangi tersedianya informasi yang diperlukan itu. Kesalahan-
kesalahan jaringan network error, listrik mati power out ages, kesalahan-kesalahan operasional operasional errors, kesalahan-
kesalahan yang bersangkutan dengan aplikasi dari piranti lunak yang digunakan software aplication, masalah-masalah yang menyangkut
piranti keras hardware problems, dan virus merupakan beberapa sebab yang dapat membuat informasi yang diperlukan itu menjadi tidak tersedia
ketika dibutuhkan unavailabity of information 7.
Auditability Data yang dikirimkan harus dicatat sedemikian rupa bahwa terhadap data
itu semua syarat confidentiality dan integrity yang diperlukan telah terpenuhi, yaitu bahwa pengiriman data tersebut telah dienkripsi
encrypted oleh pengirimnya dan telah didekripsi decrypted oleh penerimanya sebagaimana mestinya.
154
Aspek aspek
pengamanan ini dapat diberikan oleh cryptography.
Kriptografi adalah suatu sistem yang membuat suatu pesan yang dikirim oleh
154
Aulia Primananda, Keamanan Data Pada System Penyimpanan Data Storage System Jaringan Computer, www.wordpress.com 8 Desember 2009
Universitas Sumatera Utara
pengirim dapat disampaikan dengan aman. Kriptografi adalah seni dan ilmu yang mempelajari bagaimana membuat suatu pesan yang dikirim oleh
pengirim dapat disampaikan kepada penerima dengan aman.
155
Kriptografi juga dapat diartikan sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan yang
mempelajari teknik-teknik aplikasi yang keberadaan suatu masalah yang sukar atau sulit. Kriptografi terdiri dari dua unsur, yaitu :
1. Encryption
Encryption adalah suatu proses untuk membuat informasi menjadi tidak dapat dipahami unintelligible bagi pembaca yang tidak
berwenang. 2.
Decryption Decryption adalah proses untuk membalik encryption agar informasi
tersebut dapat dibaca kembali.
156
Secara tradisional, kriptografi
157
dilakukan oleh pengirim dengan menggunakan kode rahasia secret code atau kunci rahasia secret key untuk
melakukan enkripsi encryption terhadap informasi tersebut. Dengan menggunakan kode rahasia atau kunci rahasia yang sama, penerima informasi
tersebut melakukan deskripsi decryption terhadap informasi tersebut. Ada dua jenis sistem kriptografi, yaitu :
155
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia Yogyakatra : Pustaka Pelajar, 2005, hal 24
156
Ibid, hal 26
157
Cryptologi berasal dari bahasa yunani Krypto dan Logos, yang berarti hidden world adalah suatu bidang yang mengkombinasikan crypthoography dan cryptoanalysis. crypthoanalysis adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana mengetahui mekanisme kriptografi.
Universitas Sumatera Utara
1. Simmetric system atau yang disebut secret key cryptosystem,
didasarkan pada single secret key yang digunakan oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu hubungan komunikasi. Dengan kata
lain kunci yang sama digunakan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak pengirim menggunakan kunci itu untuk melakukan enkripsi
encryption sedangkan pihak penerima menggunakan kunci itu untuk melakukan deskripsi decryption.
2. Asymetric crytosystem, atau yang disebut dengan public key
cryptosystem, adalah cryptosystem yang mendasarkan pada penggunaan sepasang kunci, kedua kunci yang berpasangan itu adalah
private key dan public key.
158
Penggunaan kriptografi dalam e-commerce telah banyak membantu dalam menyelesaikan masalah keamanan security dan juga masalah hukum. Kriptografi
memungkinkan terciptanya suatu sistem komputer yang terpercaya trustwothly computer system. Pesan asli dalam kriptografi biasanya disebut plaintext, plaintext
bisa terdiri dari suatu text file, bitmap, digitized voice, digital video image, dan sebagainya. Encryption adalah proses transformasi suatu pesandata menjadi suatu
bentuk yang hampir mustahil untuk dibaca tanpa adanya suatu pengetahuan yang sesuai mengenai algoritma key pesan yang sudah ditransformasikan tersebut disebut
dengan cliphertext. Proses pengambilan recovery dari cliphertext ke pesan yang
158
Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Op.cit, hal 317
Universitas Sumatera Utara
semula disebut dengan proses deskripsi descrypt.
159
Hal ini menimbulkan konsekuensi bahwa perdagangan elektronik yang dilakukan dengan koneksi ke
internet adalah merupakan bentuk transaksi beresiko tinggi, sehingga permasalahan perlindungan konsumen dalam transaksi e-commerce tidak terbatas pada aspek
penawaran dan penerimaan saja. Namun lebih jauh mencakup persoalan mengenai ruang lingkup, sengketa, transparansi, dan lain-lain.
160
Permasalahan lain dalam perdagangan elektronik adalah bagaimana jika pelaku usaha dalam e-commerce
tersebut tidak berada pada wilayah domisili yurisdiksi Indonesia. Inilah yang kemudian disebut sebagai salah satu kelemahan penggunaan UU Perlindungan
Konsumen dalam transaksi e-commerce. UUPK secara tegas menekankan bahwa aturan tersebut hanya dapat diberlakukan kepada pelaku usaha yang bergerak di
dalam wilayah hukum Republik Indonesia.
161
Di Indonesia, dalam UU ITE disebutkan bahwa transaksi elektronik dapat dituangkan dalam kontrak elektronik. Dalam kontrak elektronik tersebut dapat
ditentukan pilihan hukum mana yang digunakan dalam menyelesaikan perselisihan dispute. Jika pilihan hukum tidak dilakukan, maka yang berlaku adalah hukum yang
didasarkan pada asas hukum perdata internasional. Begitupun dengan pilihan forum pengadilan mana yang berhak. Para pihak dalam transaksi e-commerce dapat
menentukan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya mana yang dipilih dalam e-contract. Dan jika tidak dilakukan
159
Muhammad Aulia Adnan, http:www.majalahtrust.com, diakses 16 Agustus 2009, Op.cit.
160
Ridwan Khairandy, Op.cit, hal 248
161
http:hukumpositif.com, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
pemilihan forum, maka penyelesaian sengketa akan kembali pada asas dalam Hukum Perdata Internasional. Pilihan hukum dalam kontrak komersil selalu menjadi
kontroversial.
162
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya konsumen itu segan berperkara, apalagi apabila biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
kemungkinan hasil yang akan diperoleh . Hal itu pula yang terjadi dalam transaksi e- commerce. Dalam transaksi e-commerce, karakteristik perkara yang muncul dalam
perlindungan konsumen lebih kompleks dibanding transaksi nyata. Persoalan yurisdiksi dan pembuktian dapat menjadi hambatan dan pertimbangan konsumen
untuk mengajukan gugatan. Di Indonesia sengketa masalah-masalah serupa sepengetahuan penulis belum pernah termuat dalam laporan media maupun dalam
pengadilan. Meskipun dalam kenyataannya, sengketa konsumen dalam cyberspace sebetulnya sangat mungkin terjadi di manapun termasuk di Indonesia. Apalagi jika
para pihak yang berperkara tidak menyebutkan klausula pilihan hukum dan pilihan pengadilan dalam perjanjian elektroniknya. Apabila hal ini terjadi tentunya semuanya
akan merujuk kembali ke dalam ketentuan Hukum Perdata internasional.
163
Perkembangan e-commerce membuat masalah semakin rumit. Beberapa peraturan konvensional tidak dapat di implementasikan secara efektif dalam e-kontrak. Berbeda
dengan Uni Eropa yang secara tegas pada 4 Juni 2000 menerapkan aturan untuk melindungi kepentingan konsumen yang kemudian dikenal dengan Petunjuk
Penjualan Jarak Jauh. Petunjuk tersebut menerapkan persyaratan minimum tertentu
162
http:teguharifiyadi.blogspot.com, Perlindungan Konsumen E-commerce, diakses 5 Maret
163
Ibid
Universitas Sumatera Utara
untuk bisnis melalui fasilitas internet. Dalam hal tidak dicantumkannya pilihan hukum dalam kontrak e-commerce, sebetulnya ada beberapa teori yang berkembang
untuk menentukan hukum mana yang berlaku, diantaranya adalah Persoalan pokok yurisdiksi cyberjurisdiction baru menjadi hal yang sangat penting apabila timbul
sengketaperselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. Kondisi ini akhirnya memaksa konsumen untuk cenderung mengedepankan unsur kepercayaan kepada
pelaku usaha pada bisnis online sebelum membeli produkjasa mereka. Penerapan yurisdiksi kaitannya dengan transaksi e-commerce setiap negara dapat berbeda.
Karakter e-commerce yang mampu melintasi batas antar negara membutuhkan keseragaman hukum antar satu negara dengan negara lainnya khususnya mengenai
yurisdiksi. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan konsumen untuk bertransaksi dengan aman dan mendapatkan kepastian hukum yang adil dan sesuai equal.
164
Adanya permasalahan dalam perdagangan elektronik ini maka diperlukan adanya pilihan hukum untuk menyelesaikan sengketakonflik yang terjadi antara pelaku
usaha dan konsumen. Pemilihan lembaga Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR baik
yang sifatnya offline maupun online untuk menjadi lembaga yang akan menyelesaikan setiap masalah yang timbul dalam transaksi electronic commerce,
didasarkan pada adanya perjanjian clausule diantara para pihak baik sebelum maupun setelah terjadinya sengketa yang intinya menyatakan akan membawa
sengketa kepada lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif atau Arbitrase, apapun
164
www.hukumpositif.com, Sengketa Perdagangan Elektronik, diakses 5 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
alat yang dipergunakan untuk menyatakan perjanjian tersebut. Dalam kaitan dengan penyelesaian sengketa alternatif yang sifatnya offline, khususnya melalui lembaga
Arbitrase, adanya perjanjian yang mendasari dipilihnya lembaga tersebut untuk menyelesaikan sengketa arbitration clause dengan jelas dapat dilihat pada Pasal 1
angka 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan: Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan
hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang
mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.
165
Di Indonesia, proses pemeriksaan sengketa dalam suatu perdagangan elektronik dilakukan secara online melalui lembaga arbitrase belum
dilaksanakan secara menyeluruh. Suatu proses pemeriksaan dikatakan menyeluruh apabila seluruh proses dilakukan secara online, mulai dari
pemilihan lembaga yang khusus menyediakan jasa Online Alternative Dispute Resolution, perjanjian arbitrase, prosedur beracara, hingga penyampaian
putusan dilakukan secara online pula. Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan
kemungkinan dipergunakannya e-mail dalam proses penyelesaian sengketa,
165
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 2
Universitas Sumatera Utara
sekalipun baru dalam tahap penyampaian surat. Hal ini dapat dilihat pada Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa yang berbunyi: “Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka
pengiriman teleks, telegram, faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para
pihak.”
166
Dalam hal sengketa konsumen e-commerce terjadi di Indonesia, konsumen dapat memanfaatkan peran Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen BPSK. Apabila mencermati peraturan yang mengatur tentang gugatan dalam sengketa konsumen, maka dapat dikatakan bahwa
penyelesaian sengketa melalui BPSK akan lebih cepat dibandingkan apabila sengketa tersebut dibawa ke jalur litigasi pengadilan. Meskipun sifat
putusan yang mengikat dan final BPSK pada teorinya dapat diajukan ke Pengadilan Negeri dan MA. Dalam transaksi e-commerce, posisi BPSK
sebagai badan yang memfasilitasi penyeleseaian sengketa konsumen menjadi perhatian serius. Hal ini menyangkut kepercayaan para konsumen cyber
shopper untuk melimpahkan permasalahannya ke BPSK. Setelah keluarnya Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi elektronik memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pengguna sarana e-commerce, perlindungan hukum dalam transaksi elektronik pada prinsipnya
harus menempatkan posisi yang setara antara pelaku usaha dan konsumen. Transaksi
166
Ibid, Pasal 4 Ayat 3
Universitas Sumatera Utara
elektronik dalam e-commerce tentu saja melibatkan pelaku usaha dan konsumen, meskipun terlihat seperti transaksi maya, transaksi elektronik dalam e-commerce di
Indonesia harus tetap tunduk pada ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen, keberadaan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dijadikan patner hukum Undang-undang Perlindungan konsumen, untuk saling mendukung satu sama lainnya. Prinsip utama
transaksi elektronik jika dilihat dari UU ITE Nomr 11 Tahun 2008 adalah kesepakatan atau dengan cara-cara yang disepakati oleh kedua belah pihak dalam hal
ini pelaku usaha dan konsumen.
167
Apabila terjadi sengketa dalam suatu transaksi electronic commerce dan para pihak telah memilih penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase pemilihan lembaga
arbitrase untuk menyelesaikan suatu sengketa dapat dilakukan sebelum atau sesudah munculnya sengketa, maka pihak pemohon haruslah terlebih dahulu mengajukan
suatu pemberitahuan kepada pihak lawannya. Pemilihan lembaga arbitrase untuk membantu para pihak dalam upaya menyelesaikan sengketa, biasanya ditempuh
setelah cara penyelesaian melalui lembaga penyelesaian sengketa alternatif mediasi, negosiasi, atau konsiliasi tidak menghasilkan suatu kesepakatan.
Di Indonesia terdapat beberapa permasalahan yang harus dipecahkan sebelum mencoba dengan memakai mekanisme arbitrase cyber, diantaranya :
167
www.hukumpositif.com, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
1. Belum sinkronnya peraturan perundangan arbitrase di Indonesia dengan dunia
cyber. Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dapat diamati bahwa arbitrase yang diatur oleh undang-undang tersebut hanyalah arbitrase
konvensional saja. Sehingga untuk melakukan arbitrase cyber diperlukan amandemen dari undang-undang tersebut sehingga memungkinkan
terlaksananya arbitrase cyber. Sehingga dapat dikatakan, permasalahan yang cukup mendasar dalam perundangan di Indonesia ialah bahwa hukum yang
berlaku belum dapat memenuhi kebutuhan akan pesatnya perkembangan dunia cyber. Meskipun saat ini legislatif sudah selesai membuat Undang-
Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tetap saja kemajuan yang terdapat dalam dunia cyber jauh lebih dibandingkan peraturan perundangan
yang ada. Begitu pula yang dialani oleh usaha-usaha lokal yang bergerak dalam bidang perdagangan elektronik masih mengalami dilema atas
minimnya dukungan undang-undang yang sudah ada terhadap dunia cyber khususnya perdagangan internasional.
168
2. Masih maraknya intimidasi terhadap institusi hukum di Indonesia. Sudah
bukan rahasia umum lagi bahwa banyak perkara-perkara sengketa transnasional yang melaui jalur arbitrase di Indonesia selalu berakhir dengan
banding di Arbitrase internasional ICC. Hal ini merupakan indikasi bahwa pihak asing masih memandang rendah atas kepastian hukum di Indonesia.
Sehingga hasil akhirnya kebanyakan pihak Indonesia dikalahkan oleh pihak
168
Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit, hal 21
Universitas Sumatera Utara
asing yang memiliki persiapan jauh lebih matang dibandingkan dengan pihak Indonesia.
3. Hukum cyber belum tercantum dalam KUHPerdata dan KUHP. Permasalahan
yang sangat mendasar dalam penerapan hukum cyber di Indonesia ialah bahwa peraturan perundangan yang ada belum mencantumkan hukum cyber
dalam isinya. Bila ditelusur lebih jauh hal ini dikarenakan KUHP dan KUHPerdata yang masih dipakai di Indonesia merupakan produk hukum yang
dibuat lebih dari 1 abad yang lalu, sehingga inovasi-inovasi yang ada belakangan ini sangat sulit diterima.
4. Kurangnya dukungan sarana dan prasarana teknologi informasi. Harus diakui
bahwa tarif teknologi informasi dan komunikasi di Indonsia masih sangat tinggi terlebih bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita Indonesia yang
sangat rendah. Selain itu kualitas dari sarana dan prasarana tersebut masih jauh dari baik. Sehingga apabila pemerintah berniat untuk memasyarakatkan
arbitrase cyber terlebih dahulu harus melakukan perombakan yang signifikan di bidang sarana teknologi informasi.
5. Rawan atas keaslian data message dan tanda tangan elektronik. Otentisitas
data message ini menjadi permasalahan yang sangat vital dalam electronic commerce, karena data message inilah yang dijadikan dasar utama terciptanya
suatu kontrak, baik itu dalam hubungannya dengan kesepakatan ketentuan- ketentuan dan persyaratan kontrak ataupun dengan substansi kesepakatan itu
sendiri.
Universitas Sumatera Utara
6. Keabsahan kontrak elektronik yang masih diperdebatkan. Keabsahan suatu
kontrak tergantung pada pemenuhan syarat-syarat kontrak. Apabila syarat- syarat kontrak telah terpenuhi, utamanya adalah adanya ksepakatan atau
peretujuan antara para pihak, maka kontrak dinyatakan terjadi. Dalam electronic commerce ini, terjadinya kesepakatan sangat erat hubungannya
dengan penerimaan atas absah dan otentiknya data message yang memuat keepakatan itu.
7. Kesulitan perlindungan kerahasiaan data. Kerahasiaan yang dimaksud
meliputi keahasiaan data dan informasi juga perlindungan terhadap data dan informasi tersebut dari akses yang tidak sah dan berwenang.
8. Kerawanan keamanan jalur online. Masalah kemanan merupakan masalah
penting karena keberadaannya menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen dan pelaku bisnis untuk tetap menggunakan media elektronik untuk
kepentingan bisnisnya. 9.
Kesulitan pemenuhan kebutuhan data elektronik. Permasalahan lain yang juga harus diperhatikan adalah keberadaan informasi yang dibuat dan
ditransmisikan secara elektronik yang harus tersedia setiap kali dibutuhkan.
169
Dipilihnya arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif lain, setelah mediasi, negosiasi dan konsiliasi untuk membantu penyelesaian sengketa
electronic commerce, disebabkan antara lain: prosedur beracara arbitrase lebih formal
169
Fahmi Firman, http:hukumpositif.com, diakses 5 Maret 2010, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
serta kekuatan putusan arbitrase bersifat final and binding, sehingga mengikat para pihak dan apabila para pihak tidak melaksanakan putusan tersebut secara sukarela,
putusan dapat dilaksanakan atas perintah pengadilan.
170
Prosedur beracara dari Arbitrase telah diatur secara rinci dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sehingga apabila sengketa electronic commerce terjadi dan para pihak telah memilih arbitrase sebagai lembaga
yang akan menyelesaikannya, maka para pihak dapat dengan mudah mengikutinya.
171
Sebagai contoh dalam suatu perusahaan electronic commerce yang bergerak di bidang lelang online, dipilihnya upaya penyelesaian sengketa melalui Alternative
Dispute Resolution, sebenarnya para pihak yang bersengketa harus mengacu pada kontraknya sendiri jika ada yaitu pada klausul kontrak yang menunjuk pada
penggunaan pihak ketiga untuk membantu dalam penyelesaian sengketa. Pembahasan penerapan Penyelesaian Sengketa Alternatif, akan difokuskan pada penerapan praktek
penyelesaian sengketa alternatif yang umum dilakukan, yaitu melalui cara mediasi dan arbitrase, khususnya dalam kaitannya dengan sengketa electronic commerce.
Sengketa yang muncul dalam transaksi electronic commerce tentunya diharapkan dapat diselesaikan secara baik tanpa menyebabkan hubungan yang semula harmonis
di antara para pihak menjadi buruk.
172
Suatu hal yang mendukung pelaksanaan arbitrase online adalah pengaturan dalam Pasal 36 Undang-undang Nomor 30 tahun
1999 yang menentukan bahwa :
170
UU Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 6 Ayat 9
171
http:hukumpositif.com, Sengketa Perdagangan Elektronik, diakses 5 Maret 2010
172
Paustinus Siburian, Op.cit, hal 4
Universitas Sumatera Utara
1. Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis.
2. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau
dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase.
173
. Dalam transaksi electronic commerce, sengketa yang paling banyak terjadi
berkaitan dengan masalah harga, kualitas barang, dan jangka waktu pengiriman. Apabila produk yang menjadi obyek sengketa jumlahnya harga maupun kuantitas
relatif kecil, umumnya para pihak tidak memerlukan bantuan pihak ketiga untuk penyelesaiannya. Hal ini wajar, mengingat biaya yang harus dikeluarkan untuk
membayar jasa pihak ketiga akan lebih besar daripada obyek sengketa.
174
Contoh Kasus Perlindungan Konsumen e-Commerce di Amerika berawal dari pencantuman harga monitor Hitachi 19 inci pada Februari 1999, Buy.com
mencantumkan harga sebesar 164,50 USD atau lebih rendah 400 USD dari harga normalnya selama empat hari. Buy.com memberlakukan harga yang keliru tersebut
pada 143 monitor. Namun pada kenyataannya Buy.com menolak untuk mengirimkan pesanan beberapa konsumen yang terlanjur memesan barang tersebut. Konsumen
yang tidak memperoleh pesanan, menuduh Buy.com telah memberikan harga dan kemudian mengubahnya secara sengaja dengan tujuan untuk menarik pelanggan
melalui webstrore tersebut. Namun dalam pembelaannya Buy.com mengaku hal tersebut merupakan sebuah ketidaksengajaan atas kesalahan dalam memasukkan data.
Akibat kesalahan tersebut Buy.com setuju untuk membayar sebesar 575 ribu USD
173
Ibid, hal 129
174
Ibid, hal 26
Universitas Sumatera Utara
untuk menyelesaikan sengketa pengadilan yang pertama atas harga barang yang salah di cyberspace. Dalam hal tidak dicantumkannya pilihan hukum dalam kontrak e-
commerce, sebetulnya ada beberapa teori yang berkembang untuk menentukan hukum mana yang berlaku, diantaranya adalah :
1. Mail box theory Teori Kotak Pos. Dalam hal transaksi e-commerce, maka
hukum yang berlaku adalah hukum di mana pembeli mengirimkan pesanan melalui komputernya. Untuk ini diperlukan konfirmasi dari penjual. Jadi
perjanjian atau kontrak terjadi pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tawaran tersebut dimasukkan ke dalam kotak pos mail box.
2. Acceptance theory Teori Penerimaan. Hukum yang berlaku adalah hukum
di mana pesan dari pihak yang menerima tawaran tersebut disampaikan. Jadi hukumnya si penjual.
3. Proper Law of Contract. Hukum yang berlaku adalah hukum yang paling
sering dipergunakan pada saat pembuatan perjanjian. Misalnya, bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia, kemudian mata uang yang dipakai dalam
transaksinya Rupiah, dan arbitrase yang dipakai menggunakan BANI, maka yang menjadi pilihan hukumnya adalah hukum Indonesia.
4. The most characteristic connection. Hukum yang dipakai adalah hukum pihak
yang paling banyak melakukan prestasi.
175
175
www.hukumpositif.com, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
Dari keempat model pilihan hukum tersebut diatas tampaknya UU ITE lebih mengedepankan pilihan hukum dan pilihan forum pengadilan pada kesepakatan para
pihak. Meskipun secara eksplisit teori mail box dan acceptance menjadi dasar pijakan tentang kapan terjadinya transaksi. Konsep ini diuraikan dalam pasal 22 UU ITE yang
menyebutkan bahwa akad dari transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui penerima. Meskipun
demikian tidak ada satupun teori tentang penerimaan receipt theory yang mampu secara menyeluruh menyelesaikan persoalan lain tentang pembuktian dari transaksi
itu sendiri.
176
Kedudukan hukum dari konsumen tidak bisa menjadi satu-satunya dasar bagi konsumen untuk mendapatkan perlindungan hukum di tempat konsumen
berdomisili. Dalam transaksi e-commerce yang mengedepankan klausula baku, perlindungan terhadap pelaku usaha dengan sendirinya terbentuk setelah konsumen
menyatakan ”I agree” terhadap syarat dan ketentuan yang diminta pelaku usaha. Itu artinya konsumen berada pada posisi yang tidak seimbang. Persoalan pokok
yurisdiksi cyberjurisdiction baru menjadi hal yang sangat penting apabila timbul sengketaperselisihan antara konsumen dan pelaku usaha. Kondisi ini akhirnya
memaksa konsumen untuk cenderung mengedepankan unsur kepercayaan kepada pelaku usaha pada bisnis online sebelum membeli produkjasa mereka.
177
Penerapan yurisdiksi kaitannya dengan transaksi e-commerce setiap negara dapat berbeda.
Karakter e-commerce yang mampu melintasi batas antar negara membutuhkan
176
Ibid
177
Ibid
Universitas Sumatera Utara
keseragaman hukum antar satu negara dengan negara lainnya khususnya mengenai yurisdiksi. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan konsumen untuk bertransaksi
dengan aman dan mendapatkan kepastian hukum yang adil dan sesuai equal. Dari sudut pandang hukum, cyberjurisdiction atau jursidiction in cyberspace adalah
kekuasaan fisik pemerintah dan kewenangan pengadilan terhadap pengguna internet atau terhadap aktivitas mereka di ruang cyber. Hal itu menunjukkan perbedaan dua
sudut pandang dalam menerapkan cyberjursidiction. Sehingga muncul pendapat bahwa bahwa prinsip-prinsip tradisional dalam penerapan cyberjurisdiction tidak
sesuai dan mengacaukan apabila diterapkan dalam cyberspace.
178
Dalam perdagangan elektronik perlindungan konsumen harus diperhatikan agar ketentuan Undang-undang
ITE Nomor 11 Tahun 2008 terlaksana dengan baik, sehingga tercipta penegakan hukum. Jika terjadi sengketa atau konflik antara para pihak maka dapat ditemukan
cara penyelesaian yang paling tepat. Adanya pilihan hukum dalam penyelesaian sengketa perdagangan elektronik itu agar dapat terciptanya penegakan hukum dalam
masyarakat, pilihan hukum yang banyak digunakan konsumen jika terjadi sengketa dalam perdagangan elektronik adalah dengan memilih lembaga arbitrase cyber, jika
jalan penyelesaian masalah dalam pengadilan tidak didapat jalan keluar, lembaga ini membantu pihak yang bersengketa menyelesaikan konflik mereka. Arbitrase online
berasal dari arbitrase secara konvensional, yang berbeda hanyalah mengenai cara yang digunakan, yaitu menggunakan sarana elektronik dalam penyelenggaraannya.
178
http:teguharifiyadi.blogspot.com, Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce, diakses 5 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
Dalam arbitrase online, pendaftaran perkara, pemilihan arbiter, pembuatan putusan, penyerahan dokumen, pemusyawarahan arbitrator, pembuatan putusan, serta
pemberitahuan akan adanya putusan dilakukan secara online.
179
Untuk menyelenggarakan arbitrase online, dibutuhkan suatu dasar hukum. Meskipun dalam
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tidak secara tegas diatur mengenai prosedur arbitrase online, Pasal 4 ayat 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan:
”Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimili, e-mail atau
dalam bentuk sarana komunikasi lainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak”
180
Selain kata e-mail adanya kata bentuk sarana komunikasi lainnya dalam ketentuan tersebut dapat dijadikan dasar hukum pelaksanaan arbitrase secara online.
Hanya masih menjadi masalah bagaimana prosedur operasional arbitrase online. Telah dijelaskan sebelumnya, arbitrase online tidak berbeda dengan arbitrase
konvensional, yang berbeda hanyalah tata cara pelaksanaannya. Namun, timbul permasalahan menyangkut syarat sah dari perjanjian arbitrase yaitu tertulis dalam
suatu dokumen dan ditandatangani meskipun perjanjian arbitrase dibuat dalam bentuk data elektronik dan di-online-kan, sepanjang dapat dibuktikan prosesnya berjalan
dengan baik dan dilakukan oleh pihak yang berhak, tetap memiliki kekuatan mengikat para pihak yang membuatnya, untuk melaksanakan arbitrase online
179
Paulinus Siburian, Op.cit , hal 121
180
UU Nomor 30 Tahun 1999, Pasal 4 ayat 3
Universitas Sumatera Utara
menggunakan media Internet, kelengkapan yang diperlukan adalah layanan Internet yang dapat memenuhi kebutuhan pelaksanaan arbitrase.
181
Prosedur penyelenggaraan arbitrase secara online adalah sebagai berikut : 1.
Peraturan yang diperlukan mengenai permohonan untuk berarbitrase dan pelaksanaannya hal ini meliputi peraturan yang diterapkan oleh badan
arbitrase mengenai informasi yang disediakan oleh salah satu pihak menyangkut adanya sengketa, pada sengketa konsumen hal ini berarti
penyediaan formulir online berisi permintaan untuk melakukan arbitrase termasuk peraturan penyediaan perjanjian arbitrase.
2. Menyediakan cara untuk memilih arbitor, menerima tempat kedudukan atau
menolaknya. 3.
Menyediakan tata cara berarbitrase seperti penyediaan peraturan prosedural seperti tata cara mengajukan perkara secara online, menyampaikan tanggapan,
mengajukan bukti-bukti dan argumentasi dan kemungkinan-kemungkinan adanya penundaan.
4. Penyediaan tata cara penggunaan pesan-pesan secara elektronik seperti
penyelenggaraan prosedur yang hanya menggunakan dokumen elektronik, penggunaan video conferencing dan audio conferencing termasuk dalam hal
ini adalah penyediaan alat-alat bukti berupa keterangan saksi dan saksi ahli.
5. Penyediaan pembuatan putusan secara online dan persyaratan yang diperlukan
agar suatu putusan dapat diterima dan dijalankan. 6.
Penyediaan prosedur yang mungkin untuk mengadakan perlawanan atau banding terhadap putusan.
7. Penyediaan sarana untuk penyimpanan data terutama dalam perlawanan
menyangkut hak dari salah satu pihak untuk melakukan perlawanan karena adanya dugaan bahwa hak-hak dari salah satu pihak telah dilanggar.
8. Penyediaan prosedur yang dapat memungkinkan proses berjalan secara
rahasia dengan menyediakan teknologi enkripsi dan tanda tangan elektronik.
182
Layanan pelaksanaan arbitrase secara cyber adalah dengan website yang terintegrasi dengan aplikasi database untuk menampung permohonan yang masuk,
daftar arbiter, peraturan yang diperlukan mengenai permohonan untuk berarbitrase.
181
Paulinus Siburian, Op.cit , hal 122
182
Ibid, hal 79
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjamin kerahasiaan dan keotentikan data serta dokumen yang digunakan selama proses arbitrase online, diperlukan aplikasi security yang memadai dan
dilengkapi dengan teknologi enkripsi yang baik. Agar para pihak dapat berkomunikasi perlu dibangun suatu sarana komunikasi yang interaktif. Penyediaan
chating room dan bulletin board yang berbasis real time audio visual streaming dapat menjadi solusinya.
183
Saat ini banyak penyedia jasa yang menjalankan layanan untuk melakukan arbitrase online sebagai contoh :
a Virtual Magistrate
Penyedia jasa yang menylenggarakan arbitrase online untuk sengketa e- commerce secara khusus. Program arbitrase pada The Virtual Magistrate
menerima dan menyelesaikan sengketa yang diajukan padanya dalam waktu 72 jam setelah perkara diterima. Berhubung pendeknya jangka waktu yang diberikan
untuk penyelesaian sengketa, pelaksanaannya tidak selalu tepat waktu mengingat perlunya pembahasan terhadap perkara secara mendalam dan perlunya keadilan
dalam penyelesaian sengketa bagi para pihak, dan dapat mengajukan permohonan dengan alamat website www.vmag.org.
184
183
www.adrforum.com, Definition of Online Arbitration, diakses 7 Juli 2010
184
Paulinus Siburian, Op.cit, hal 94
Universitas Sumatera Utara
b American Arbitration Association AAA
Dalam melaksanakan proses arbitrase, AAA mempunyai peraturan prosedur secara umum dan peraturan-peraturan tambahan untuk mengatur hal tertentu,
dimaksudkan untuk memfasilitasi penggunaaan sarana elektronik dalam berarbitrase jika disetujui oleh para pihak, yaitu bahwa setiap sengketa yang dilakukan secara
online akan dibuat satu situs, dimana dalam situs tersebut semua file yang menyangkut kasus dan dokumen yang dikirimkan oleh para pihak disimpan. Hanya
AAA, para pihak dan arbiter yang mempunyai akses terhadap informasi yang tersimpan dalam situs tersebut.
185
Permohonan dapat diajukan dengan mengakses alamat website www.adr.org, dalam website ini dapat dipilih para arbiter yang akan
menyelesaikan sengketa, contohnya :
1. Mr. Stephen W. Armstrong
2. Mr. Jonathan S. Bain
3. Mr. Steven M. Bauer
4. Mr. Bernard J. Bonn III
5. Mr. Robert Sherman Bramson
186
c Chartered Institute of Arbitration
Penyelesaian sengketa yang dilakukan secara online ini, dilakukan melalui e- mail dan para pihak dapat mengamati perkembangan kasusnya melalui situs web yang
185
Ibid, hal 98
186
www. adr.org, American Arbitration Association, diakses tanggal 12 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
aman, dibuat oleh CIA. Penyelesaian sengketa melalui cara ini dapat juga dilakukan melalui pos biasa jika para pihak tidak lagi menggunakan internet atau e-mail atau
campuran keduanya.
187
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan pada website www.ciarb.org, arbiter yang ada dalam penyedia jasa ini contohnya :
1. Ike Ehiribe
2. Michael black QC.
188
d Nova Forum
Nova forum merupakan salah satu penyedia jasa penyelesaian sengketa untuk para pebisnis, tidak hanya untuk penyelesaian sengketa elektronik tetapi juga
tradisional. Penyedia jasa ini berbasis di Kanada. Penyelesaian sengketa melalui penyedia jasa dilakukan secara komprehensif sebagai alternatif terhadap litigasi
melalui pengadilan atau alternatif terhadap alternatif penyelesaian sengketa secara tradisional.
189
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan dengan membuka website www.adrforum.com, para arbiter yang ada di dalam penyedia jasa
ini, contohnya : 1.
John J. Upchurch 2. Jeffrey N Mausner
3. Joel M Grosman 4. Kendall C Reed
190
Dalam bagan dibawah ini dapat dijelaskan secara ringkas pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui arbitrase cyber.
187
Paulinus Siburian, Op.cit, hal 101
188
www.ciarb.org, The Chartered Institute of Arbitrators, diakses tanggal 12 Juli 2010
189
Paulinus Siburian, Op.cit, hal 102
190
www.adrforum.com, National Aritration Forum, diakses 12 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
Tidak terjadi kesepakatan antara pelaku usaha
dengan konsumen yang dirugikan
Terjadi kesepakatan antara pelaku usaha
dengan konsumen yang dirugikan.
Dalam website www.i- cass.org ada 100 orang
arbiter yang dapat dipilih
Dalam website www.cyberarbitration
ada 40 orang arbiter yang dapat dipilh
KONSUMEN Membuka website cyber
arbitration. Contoh :
- www.cyberarbitration.com - www.i-cass.org
Konsumen melakukan : 1.
Register 2.
Pengisian Formulir penyelesaian sengketa cyber
3. Pemilihan arbiter
4. Pemilihan tempat yurisdiksi hukum.
Arbiter melakukan tahap-tahap penyelesaian sengketa dan
hasil penyelesaiannya dikirimkan melalui e-mail
Arbiter berkomunikasi dengan konsumen mengenai sengketa
dan pemecahannya melalui e- mail atau chatting room
Konfirmasi akan dikirim dari arbiter yang sudah dipilih
melalui alamat e-mail kepada konsumen tersebut.
BAGAN PELAKSANAAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE CYBER
Universitas Sumatera Utara
Dari bagan tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase cyber dimulai pada saat konsumen membuka
website penyedia jasa arbitrase cyber, sebagai contoh : www.adr.org dan www.adrforum.com, setelah membuka website tersebut konsumen melakukan
pendaftaran sebagai pengguna website tersebut, setelah itu konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa melalui arbitrase cyber mengisi formulir untuk penyelesaian
sengketa yang terjadi antara konsumen yang merasa dirugikan dengan pelaku usaha, lalu konsumen dapat memilih arbiter, dalam www.adr.org tersebut.
191
Sedangkan dalam website www.adrforum.com juga terdapat para arbiter yang dapat dipilih.
192
Setelah konsumen memilih arbiter yang diinginkan dan yurisdiksi hukum yang berlaku maka konfirmasi akan dikirim oleh arbiter kepada konsumen melalui e-mail,
atau juga dapat berkomunikasi dengan sarana chatting room, setelah arbiter berkomunikasi dengan konsumen mengenai sengketa yang terjadi dan solusi apa yang
diinginkan maka arbiter akan menjadi penengah antara konsumen dengan pelaku usaha, jika di dapat kesepakatan mengenai penyelesaian sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha maka solusi sengketa tersebut juga dikomunikasikan melalui e- mail, sehingga terselesaikanlah sengketa cyber yang terjadi. Dengan adanya aplikasi
untuk berkomunikasi, para pihak dapat menyampaikan data, fakta, informasi, atau tangapannya melalui jalur ini. Tidak adanya formalitas yang kaku seperti proses
litigasi diharapkan para pihak dapat lebih tenang dan mampu menyampaikan fakta
191
www.adr.org, Op.cit
192
www.adrforum.com, Op.cit
Universitas Sumatera Utara
secara jelas. Untuk arbiter sendiri, perlu dikembangkan aplikasi berbasiskan Content Management System, di mana aplikasi itu merupakan akhir dump dari proses awal
arbitrase yaitu permohonan berarbitrase, proses pemilihan arbiter, proses pembuktian hingga proses pembuatan putusan.
193
Aplikasi ini sebaiknya dilengkapi dengan template untuk mempermudah arbiter memasukkan fakta yang terungkap selama
beracara. Pelaksanaan arbitrase online di Indonesia telah sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999. Meskipun, dasar hukum pelaksanaan arbitrase online telah ada, permasalahannya adalah tidak ada aturan pelaksanaan yang mengatur
bagaimana arbitrase online itu dijalankan. Apabila pengaturan pelaksanaan arbitrase online diserahkan kepada para pihak untuk mengaturnya sendiri, dikhawatirkan tidak
ada standar yang baku tentang pelaksanaan arbitrase online yang efektif dan efisien.
194
Selain tidak adanya aturan pelaksanaan mengenai arbitrase online, hambatan terbesar pelaksanaan arbitrase online di Indonesia menyangkut sarana dan
prasarana arbitrase online. Prosedur pelaksanaan arbitrase online sama dengan pelaksanaan arbitrase konvensional. Dengan terselesaikannya konflik ataupun
sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen dalam perdagangan melalui media elektronik dengan cara penyelesaian sengketa melalui cyber arbitration
menjamin berfungsinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga terciptalah penegakan hukum dalam perdagangan melalui media elektronik.
193
Ibid
194
Paulinus Siburian, Op.cit, hal 124
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN