Kekuasaan Kehakiman KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI

Dalam menegaskan tentang pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan menurut Undang-Undang 1945 terdapat tiga macam pemisahan kekuasaan atau sering disebut doktrin, trias politica tersebut adalah kekuasaan pemerintah negara pasal 4 dan 5, Dewan Perwakilan Rakyat pasal 19-22, dan kekuasaan kehakiman pasal 24-25.Namun demikian di dalam UUD 1945 itu kekuasaan negara tidak hanya terdistribusi tiga macam melainkan enam macam, yaitu: a. Kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis besar haluan negara yang diselenggarakan oleh MPR Majelis Pemusyawaratan Rakyat .Menurut penjelasan pasal 1 dan 3 MPR adalah penyelenggara negara yang tertinggi. b. Kekuasaan pemerintah negara diselenggarakan oleh presiden. Presiden adalah kepala kekuasaan tertinggi. c. Kekuasaan pertimbangan oleh Dewan Pertimbangan Agung. d. Kekuasaan membentuk Undang-Undang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR. e. Kekuasaan pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan BPK f. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan kehakiman lainnya. 4 4 Bisri, Peradilan Agama dalam tata Peradilan Negara ,h.148. Menurut Miriam Budiarjo 1992:228 dalam trias politika baik dalam pengertian pemisahan kekuasaan maupun dalam pengertian pembagian kekuasaan, prinsip yang dipegang adalah di dalam negara hukum kekuasaan yudikatif bebas dari campur tangan badan Eksekutif. Untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagaimana di maksud oleh UUD 1945, perkembangannya mengalami pasang surut. Hal itu berhubungan dengan politik hukum yang diterapkan. 5 Seperti yang telah kita ketahui bahwa ketiga lingkungan peradilan Agama, Militer, Tata Usaha Negara oleh penjelasan Undang-Undang No.14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kini oleh Undang-Undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku lagi, disebut peradilan khusus karena mengadili perkara-perkara khusus yang ditentukan oleh peraturan Perundang-undangan.Pengadilan Agama misalnya: mengadili perkara-perkara khusus yang di tentukan oleh Undang- Undang No.1 tahun 1974 Tentang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya Peratuaran Pemerintah PP No.45 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syari’ah di luar Jawa dan Madura serta Peraturan Pemerintah PP No.28 Tahun 1989 Tentang Perwakafan Tanah Milik dan 5 Ibid.h.149. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. 6 Penyebutan Peradilan Khusus oleh penjelasan Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman itu tidaklah dimaksudkan atau mencari keadilan melalui Peradilan-peradilan itu, penamaan itu hanyalah sekedar menunjukan perbedaan ketiga lingkungan peradilan itu dengan peradilan umum yang mempunyai wewenang yang lebih luas dan umum baik mengenai perdata maupun pidana. Karena luasnya wewenang itu peradilan umum dapat mengadakan kekhususan pula dalam tubuhnya. Dengan berpuncak dan berada dibawah pengawasan Mahkamah Agung, keempat lingkungan peradilan itu melakukan kekuasaan Kehakiman dalam negara Republik Indonesia. Dengan demikian, Pengadilan- pengadilan Agama dan Tinggi Agama dalam lingkungan Peradilan Agama adalah bagian dari peradilan negara dalam sistem peradilan nasional. 7 Dalam literatur fikih Islam, untuk berjalannya peradilan dengan baik dan normal, di perlukan adanya enam unsur yaitu: 1. Hakim atau qadhi yaitu orang yang di angkat oleh kepala negara untuk menjadi hakim dalam menyelesaikan gugat menggugat 2. Hukum yaitu putusan hakim yang ditetapkan untuk menyelesaiakan suatu perkara. 6 Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h.25. 7 Bisri, Peradilan Agama dalam tata Peradilan Negara,h.57. 3. Mahkum bihi di dalam qadha ilzam dan qadha istiqaq yang di haruskan oleh qadhi si tergugat. 4. Mahkum Alaih si tergugat, yakni orang yang dijatuhkan atasnya. 5. Mahkum lahu, yaitu orang yang menggugat suatu hak. 6. Perkataan atau perbuatan yang menunjuk kepada Hukum putusan. 8 Sedangkan menurut susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang diatur dalam UU no.7 tahun 1989 Tentang Susunan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi menurut pasal 9 UU tersebut menyatakan: a. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita. b. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Ketentuan itu menunjukan bahwa unsur Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama hampir seluruhnya sama kecuali jurusita yang hanya ada di dalam Pengadilan Agama. Berkenan dengan adanya jabatan fungsional dan struktural, maka jabatan ketua dan wakil ketua Pengadilan Agama merupakan saluran mobilitas vertikal para Hakim. 9 8 Djalil,Peradilan Agama di Indonesia, h.5. 9 Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, h.190.

B. Perundang-undangan di Indonesia

Apabila kita melihat pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, maka terlihat bahwa negara Republik Indonesia yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah negara yang berdasar atas hukum rechtstaat dalam arti negara pengurus verzorgingstaat. Hal ini tertulis dalam UUD 1945 alinea ke- 4. 10 Istilah dan pengertian Perundang-undangan secara etimologis Perundang- undangan berasal dari istilah ‘undang-undang’, dengan awalan ‘per’ dan akhiran ‘an’. Imbuhan Per-an menunjukkan arti segala hal yang berhubungan dengan undang-undang. Sedangkan secara maknawi, pengertian perundang-undangan belum ada kesepakatan. Ketidaksepakatan berbagai ahli sebagian besar ketika sampai pada persoalan apakah perundang-undangan mengandung arti proses pembuatan atau mengandung arti hasil produk dari pembuatan perundang- undangan. 11 Menurut Penulis istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah peraturan perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam Peraturan Negara. Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya itu undang-undang 10 Maria Farida Indriati soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar pembentukannya,Jakarta:Penerbit Kanisius,1998 h.1. 11 http:massofa.wordpress.com20080429perundang-undangan-di-indonesia di akses pada tanggal 5 Maret tahun 2009. berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Memang untuk menyelidiki hukum dasar Droit constitutonel suatau negara tidak cukup menyelidiki pasl-pasal Undang-Undang Dasarnya saja loi constitutionel , akan tetapi juga harus menyelidiki sebagaimana prakteknya dan sebagaimana suasana kebatinan geistlichen hintergrund dari Undang-Undang Dasar itu. 12 Undang-undang adalah peraturan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. 13 . Didalam pasal 2 Undang- Undang No.10 tahun 2004 tentang Tata urutan Perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Tata urutan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Ketetapan Majelis Pemusyawaratan rakyat Republik Indonesia. 3. Undang-Undang. 4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Perpu. 5. Peraturan pemerintah. 6. Keputusan Presiden yang bersifat mengatur. 12 Amir syarifudin, harun al Rasyid, Himpunan Perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang badan-badan peradian di Indonesia , Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989 h.24. 13 www.wikipedia .org di akses pada tanggal 5 Maret 2009. 7. Peraturan Daerah. 14 Dalam perundang-undangan terdapat suatu hierarki maksudnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi 15 Sedangkan tata Peraturan Perundang-undangan menurut Ketetapan M.P.R.S No.XXMPRS1966 adalah: 1. UUD 1945. 2. TAP MPR. 3. Undang-Undang Peraturan pengganti Undang-Undang. 4. Peraturan Pemerintah. 5. Keputusan presiden. 6. Peraturan pelaksanaan. 7. Peraturan Menteri. 8. Instruksi Menteri. 16

C. Tinjauan Umum Tentang Mediasi

Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat di terima, tidak berpihak dan netral yang tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu para pihak yang 14 Undang-Undang No.10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan,Jakarta:Fokus Media,2006 h.137. 15 www.wikipedia.com di akses pada tanggal 5 Maret 2009. 16 Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar pembentukannya, h.56.