Perekat Epoxy Perekat 1. Pengertian

9 kekuatan yang sangat bagus dan tahan lama terhadap berbagai macam lingkungan. Ikatan yang terbentuk biasanya tahan beberapa tahun jika berhubungan dengan minyak, lemak, bahan bakar hidrokarbon, alkali, pelarut aromatis, asam, alkohol, air, dan cuaca panas atau dingin. Perekat epoxy menunjukkan resistensi rendah pada keton dan ester. Beberapa formulasi menunjukkan resistensi rendah terhadap lemak, minyak dan imersi dalam air panas. Perekat matang dari poliamida menunjukkan resistensi yang sangat rendah terhadap air panas dan alkali. Sedangkan perekat dengan zat curing dari poliamina dan sistem anhidrid memiliki resistensi yang buruk terhadap cuaca dingin. Perekat epoxy menunjukkan sifat dan keuntungan sebagai berikut : a. perekat ini memiliki aktifitas permukaan yang tinggi dan sifat pembasahan wetting yang baik untuk bahan seperti logam, lem dan keramik. Perekat dapat dibuat formulasi untuk memberikan campuran berviskositas rendah yang meningkatkan pembasahan wetting, penyebaran, dan aksi penetrasi. b. kekuatan kohesif tinggi untuk polimer matang. c. sistem perekat 100 tipe padat, yang tidak memerlukan air saat kondensasi dan tidak mengandung pelarut apapun. d. memberikan ikatan yang lebih kuat dengan pewarnaan yang sedikit pada garis rekat dan penyusutan yang rendah selama proses setting. Perekat epoxy yang belum matang biasanya berbentuk cairan kental berwarna seperti madu, dan kadang-kadang berwarna coklat dengan sedikit kekuning-kuningan, yang dapat mencair saat dipanaskan. Penambahan katalis atau hardener menghasilkan panas saat reaksi, yang baik untuk mempercepat reaksi terutama untuk garis rekat tebal; tapi pada garis rekat yang tipis, panas akan menyebar keluar ke permukaan sirekat adherent. Beberapa bahan yang umum digunakan sebagai hardener pada resin epoxy adalah sebagai berikut : - Amina alifatik. Amina alifatik memberikan perekat dengan kekuatan yang baik terhadap adherent termasuk logam, kaca, kayu, dan berbagai macam plastik. Amina yang sering digunakan antara lain : TETA, TEPA, DETA, DMP 30. Sistem pematangan dingin, yang dapat dipanaskan untuk mengurangi waktu pemasakan yang dibutuhkan dengan proporsi 10 bagian katalis terhadap 100 bagian resin lazim digunakan. - Amina aromatis. Digunakan sebagai hardener dalam bentuk padat, tipe hot-setting, memerlukan panas saat pematangan dan tidak dapat matangmengeras pada suhu ruang. Hardener ini meliputi : MPDA, DDM, MDA. Sistem amina aromatis memiliki pot-life beberapa jam pada suhu ruangan. - Poliamida. 10

3. Perekat PVAc Polyvinyl Acetate

Landrock 1985 menyatakan bahwa perekat yang umum digunakan secara luas dalam bentuk pelarut air water dispersion adalah polyvinyl acetate. PVAc dikenal secara umum sebagai ‘perekat putih’ untuk keperluan rumah tangga. Menurut Hadi dan Ruhendi 1997, perekat PVAc diperoleh dari polimerisasi vinyl-asetat dengan cara polimerisasi massa, polimerisasi larutan, mau pun polimerisasi emulsi. Yang paling banyak digunakan dalam proses industri adalah polimerisasi emulsi. Derajat polimerisasi sangat berpengaruh terhadap sifat perekatnya dimana perekat dengan berat molekul BM tinggi akan memberikan kekentalan yang lebih tinggi pula. Untuk perekat kayu, biasanya digunakan PVAc dengan BM 1000-2000. Pizzi 1983 menerangkan bahwa perekat PVAc tidak memerlukan kempa panas. Dalam penggunaannya secara luas dapat menghasilkan keteguhan rekat yang baik dengan biaya relatif rendah. Keuntungan utama menggunakan perekat PVAc dapat melebihi UF, karena kemampuannya menghasilkan ikatan rekat secara ekstrim dan cepat pada suhu kamar. Keuntungan lainnya adalah tidak memerlukan kempa panas yang memerlukan biaya yang tinggi. Sedangkan menurut Landrock 1985 PVAc memiliki resistensi yang rendah terhadap cuaca dan kelembaban, resistensi terhadap kebanyakan pelarut buruk hingga perekat ini dapat larut dalam minyak, lemak, dan bahan bakar cair. Film perekat yang telah matang dapat melunak jika mencapai suhu 45 o C. D. Kayu Lapis Kayu lapis adalah produk panel vinir-vinir kayu yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah vinir tegak lurus dan yang lain sejajar sumbu panjang panel. Pada kebanyakan tipe kayu lapis setiap 2 lapis sekali diletakkan vinir yang arahnya sejajar dengan lapis pertama Haygreen dan Bowyer, 1989. Vinir Dumanauw, 1990 adalah lembaran kayu tipis dengan ukuran ketebalan seragam berkisar dari 0.24 mm – 6 mm yang diperoleh dari penyayatan pengupasan dolok kayu jenis tertentu. Selanjutnya Haygreen dan Bowyer 1989 menyatakan untuk menyesuaikan kayu lapis dengan penggunaannya yang tepat memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang merupakan faktor utama sebagai penentu kualitas kayu lapis, diantaranya : a daya tahan yang diperlukan garis rekat untuk menghindari pengelupasan b persyaratan kekuatan, kekakuan, dan daya menahan paku c kualitas visual permukaannya d persyaratan khusus lainnya seperti ketahanan terhadap pembusukan dan api. Kayu lapis memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan jadi kayu lainnya. Diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Ruhendi dan Widarmana 1983 meliputi : stabilitas dimensinya yang tinggi karena jumlah lapis yang ganjil dipasang sedemikian rupa saling tegak lurus, tampak rupa kayu asli dengan ukuran lebih lebar, mempunyai sifat mekanis yang lebih baik, mudah dikerjakan, dan dapat dibuat dari hampir semua jenis kayu. 11

E. Kayu Sungkai Peronema canescens Jack

Sungkai atau jati sabrang termasuk suku Verbenaceae. Pohonnya mencapai tinggi sampai 25 m, dengan diameter batang di dekat pangkalnya sampai 60 cm. Batangnya lurus sedikit berlekuk dangkal, dengan kulitnya yang mengelupas kecil-kecil tipis. Tumbuhan ini tersebar secara alami di kawasan Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Diduga tanaman ini diperkenalkan ke daerah Banten dari Sumatera oleh Junghuhn pada tahun 1846. Sungkai tumbuh di hutan primer, di tepi sungai, yang secara bermusim tergenang air tawar, dan juga di hutan sekunder campuran di darat, pada tanah liat atau berpasir. Jenis ini tumbuh sampai ketinggian 900 m dpl, dan di Jawa dijumpai pada ketinggian 200 – 300 m dpl Sastrapradja dan Kartawinata, 1980. Ciri umum kayu sungkai yaitu berwarna krem kuning kecoklatan atau coklat muda sampai kemerahan, teras sukar dibedakan dari gubal. Riap tumbuh jelas pada bidang melintang mebentuk lingkaran yang memusat, pada bidang radial berupa garis-garis sejajar, dan pada bidang tangensial tampak seperti parabola Mandang dan Pandit, 1997. Masih menurut Mandang dan Pandit 1997, kayu sungkai termasuk ke dalam kelas awet III, kelas kekuatan II – III dengan BJ kayu agak berat, 0.63 0.52-0.73. Kualitas kayu hampir sebaik jati hanya saja sungkai lebih ringan.

F. Kayu Jati Tectona grandis L. f.

Jati termasuk ke dalam suku Verbenaceae dengan nama daerah deleg, dodolan, jate, jati, jatos, kulidawa, kiati. Daerah penyebaran jati di Indonesia meliputi seluruh Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Maluku, dan Lampung. Diyakini tanaman jati di Indonesia berasal dari negara India Martawijaya dan Kartasujana, 1977. Menurut Mandang dan Pandit 1997, kayu jati dicirikan oleh teras yang berwarna kuning emas kecoklatan sampai coklat kemerahan, mudah dibedakan dari gubal yang berwarna putih agak keabu-abuan. Kayu jati memiliki corak dekoratif yang indah berkat jelasnya lingkaran tumbuh, sedikit buram dan berminyak. Kayu bertekstur agak kasar sampai kasar dan tidak rata dengan arah serat lurus bergelombang sampai agak berpadu. Lingkaran tumbuh tampak sangat jelas pada semua bidang observasi. Lebih lanjut, Martawijaya dan Kartasujana 1977 menyatakan kayu jati termasuk ke dalam kelas awet I-II dan kelas kuat II dengan berat jenis 0.67 0.62-0.75. Kekerasannya sedang dan mempunyai nilai penyusutan dalam arah radial dan tangensial berturut-turut 2.8 persen dan 5.2 persen basah sampai kering tanur.