II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bambu
1. Sifat Umum
Bambu
Bambu merupakan tumbuhan yang termasuk ke dalam famili Graminaeae sub-famili Bambusoideae
, dari suku Bambuceae. Dari kurang lebih 1000 spesies bambu dalam 80 genera, sekitar 200 jenis dari 20 genera ditemukan di Asia Tenggara Dransfield dan Widjaja, 1995.
Menurut Widjaja 2001, jumlah bambu di Indonesia terdiri atas 143 jenis, dengan 60 jenis diperkirakan tumbuh di Jawa.
Lebih lanjut Widjaja 2001 menyatakan bahwa bambu mudah sekali dibedakan dengan tumbuhan lainnya karena tumbuhnya merumpun, batangnya bulat, berlubang dan beruas-ruas,
percabangannya kompleks, setiap daun bertangkai dan bunga-bunganya terdiri dari sekam, sekam kelopak, dan sekam mahkota. Menurut Dransfield dan Widjaja 1995, diameter batang bambu
tergantung dari spesiesnya dan lingkungan tempat tumbuh, dengan nilai bervariasi antara 0.5–20 cm. Besar diameter batang dewasa dapat diketahui dari besar diameter rebung bambu yang masih
muda. Bambu dapat dijumpai di daerah tropis, sub-tropis, dan daerah beriklim sedang pada
semua benua kecuali Eropa dan Asia Barat, dari dataran rendah hingga ketinggian 4000 m Dransfield dan Widjaja, 1995. Tanaman bambu di Indonesia ditemukan di dataran rendah
sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 3000 m dpl. Pada umumnya ditemukan di tempat- tempat terbuka dan daerah bebas dari genangan air Krisdianto et al., 2000.
Janssen 1981 dalam Noermalicha 2001 menyatakan bambu mempunyai sifat ramah lingkungan tidak terlalu banyak menghabiskan energi sama seperti kayu, energi regangannya
seefisien baja dan ketahanannya terhadap lendutan serta lengkungan sebagus kayu terutama saat gempa, mempunyai sifat mekanis lebih baik dibanding dengan bata, beton, kayu, bahkan baja.
Bambu diperoleh dari tegakan alam maupun dari hasil kegiatan budidaya yang dilakukan oleh manusia. Berbagai metode yang digunakan untuk memperbanyak bambu antara lain perbanyakan
secara generatif melalui biji dan perbanyakan bambu secara vegetatif dengan menggunakan metode pemotongan rimpang akar, stek batang, stek cabang, stump batang dalam rumpun bambu,
dan kultur jaringan. Perbanyakan generatif melalui biji sangat jarang dilakukan karena biji bambu umumnya sangat sulit diperoleh di lapangan Dransfield dan Widjaja, 1995.
Pemanenan bambu bergantung pada umur, musim, dan bagian yang digunakan batang atau rebung. Sulthoni 1987 dalam Dransfield dan Widjaja 1995 mengatakan pemanenan
bambu untuk produksi batang dilakukan selama musim kemarau atau pada awal musim kemarau untuk mencegah bambu terserang penggerek. Selama musim kemarau, kandungan pati juga sangat
rendah. Selanjutnya Tamolang et. al 1980 menyatakan bahwa perendaman bambu pada air laut atau air mengalir selama 2 – 3 bulan dapat mengurangi kadar pati, yang dapat menyebabkan
serangan kumbang berkurang.
4
Pada umur 1-2 tahun batang bambu cocok dipanen untuk tujuan produksi pulp dan barang kerajinan tangan. Umur 3 tahun, batang bambu umumnya cocok dipanen sebagai bahan bangunan,
furniture dan industri lainnya.
2. Sifat Anatomis
Batang bambu tersusun atas sel-sel parenkim yang membentuk jaringan dasar dan ikatan vaskular vascular budle yang mengandung pembuluh vessel, pembuluh tapis sieve tubes dan
serat fibre. Batang bambu terdiri dari 50 parenkim, 40 serat dan 10 sel-sel penghubung pembuluh dan pembuluh tapis. Parenkim dan sel-sel penghubung lebih banyak ditemukan pada
bagian dalam batang bambu, sedangkan pada bagian luar batang persentase serat lebih tinggi. Liese, 1980.
Lebih lanjut, Liese 1980 menyatakan bahwa secara anatomis, bambu sulit dilalui cairan karena struktur dinding selnya berlapis-lapis serta hanya terdiri dari serat aksial pada bagian ruas.
Bagian terluar batang bambu terbentuk dari lapisan tunggal sel epidermis, dan sedikit ke bagian dalamnya ditutupi oleh lapisan sel sklerenkim.
2.1. Parenkim Jaringan dasar terdiri dari sel-sel parenkim yang pendek, umumnya memanjang secara
vertikal 100x20 µm berbentuk seperti kubus yang saling menyisip satu dengan lainnya. Sel-sel tipe ini memiliki dinding yang tebal serta mengalami lignifikasi pada tahap awal pertumbuhan
rebungnya. Sel-sel yang berukuran lebih pendek dicirikan oleh sitoplasma tebal dan berdinding tipis, serta tidak menunjukkan terjadinya lignifikasi walau batang menjadi dewasa dan aktifitas
sitoplasma tetap berlangsung sepanjang waktu. Sel-sel parenkim saling berhubungan satu dengan lainnya melalui noktah sederhana berukuran kecil yang terdapat pada dinding longitudinal Liese,
1980. 2.2. Ikatan Vaskular
Menurut Dransfield dan Widjaja 1995, ikatan vaskular pada batang bambu terdiri dari xylem dengan 1–2 elemen protoxylem berukuran kecil dan 2 pembuluh metaxylem berukuran
besar diameter 40–120 µm, dan floem yang berdinding tipis, pembuluh tapis tidak berlignin yang saling berhubungan untuk menggabungkan sel-sel. Jaringan floem dan pembuluh metaxylem
dikelilingi oleh selubung sklerenkim. Pada bagian luar batang, ikatan vaskular berukuran kecil dalam jumlah banyak, sedangkan pada bagian dalam batang berukuran besar dalam jumlah sedikit.
Jumlah ikatan vaskular berkurang dari bagian luar ke bagian dalam batang bambu, dan dari bawah ke ujung batang.
Lebih lanjut
Tamolang et al.
1980 menjelaskan dengan rinci bahwa ikatan vaskular beragam dalam formulasi susunan, ukuran, jumlah, dan bentuk. Bentuk formulasi ikatan
vaskular antara lain peripheral, transtitional, central
, dan inner. Peripheral memiliki ikatan
vaskular berukuran kecil dalam jumlah banyak yang tersusun secara tangensial, transtitional membentuk ikatan yang tidak sempurna, central membentuk ikatan yang sempurna, sedangkan
inner umumnya berukuran kecil, sederhana, dan sering tidak beraturan.