Keteguhan Lentur Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti

34 Hasil perhitungan nilai kekakuan MOE bentang sejajar serat lapisan inti berkisar antara 19.2x10 3 kgcm 2 pada kombinasi B dengan perekat epoxy sampai dengan 28.4x10 3 kgcm 2 pada kombinasi A dengan perekat epoxy. Sedangkan nilai rata-rata total seluruh pengamatan sebesar 22.3x10 3 kgcm 2 . Nilai rata-rata masing-masing perlakuan disajikan secara diagramatis dalam bentuk histogram yang tertera pada Gambar 16. Data pengamatan selengkapnya tersaji pada Lampiran 2. Gambar 16. Histogram MOE Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti Hasil analisis ragam Lampiran 15 menunjukkan bahwa perekat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekakuan bambu, namun kombinasi lapisan memberikan pengaruh yang nyata pada selang kepercayaan 95. Uji lanjut Duncan menunukkan bahwa kombinasi A berbeda dengan kombinasi B. Hal ini dikarenakan kombinasi A memberikan nilai kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi B. Ini menunjukkan adanya perbedaan ketebalan pada panel memengaruhi nilai MOE bambu yang dihasilkan. Nilai kekuatan patah MOR bentang sejajar serat lapisan inti bambu lapis berkisar dari 199.8 kgcm pada kombinasi B dengan perekat PVAc sampai dengan 391.92 kgcm pada kombinasi A dengan perekat epoxy. Nilai rata-rata MOR total sebesar 331.69 kgcm. Sedangkan nilai rata-rata setiap perlakuan tersaji secara diagramatis dalam bentuk histogram MOR bentang sejajar serat lapisan inti pada Gambar 17 dan nilai pegamatan selengkapnya dapat diamati pada Lampiran 2. 25.4 20.7 22.2 20.7 10 20 30 Ni la i MOE x 10 3 kg c m 2 K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan Histogram MOE Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti Keterangan : K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc 35 Gambar 17. Histogram MOR Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti Hasil analisis ragam Lampiran 16 untuk MOR bentang sejajar serat lapisan inti menunjukkan bahwa perekat dan kombinasi lapisan tidak memberikan pengaruh yang nyata baik pada selang kepercayaan 95 mau pun 99. Karena perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata, maka tidak dilakukan uji lanjut pembeda masing-masing faktor. Sedangkan nilai keteguhan lentur MOE dan MOR sejajar serat yang dipersyaratkan oleh SNI tercantum pada Tabel 5. Tabel 8. Nilai Standard SNI Keteguhan Lentur Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti Ketebalan mm MOE kgcm 2 MOR kgcm 2 10 28x10 3 173 11 31.5x10 3 186.5 Nilai kekakuan MOE bambu lapis yang dihasilkan semuanya tidak memenuhi standard nilai kekakuan yang ditetapkan oleh SNI, tetapi nilai kekuatan patah MOR bambu lapis yang dihasilkan semuanya memenuhi standard SNI. Jika dibandingkan dengan nilai keteguhan lentur bentang sejajar serat permukaan, nilai keteguhan rekat bentang sejajar serat lapisan inti jauh lebih rendah. Perbedaan yang signifikan ini terjadi karena pada contoh uji keteguhan lentur bentang sejajar serat permukaan, terdapat 2 lapisan yaitu lapisan muka dan belakang yang menahan beban. Berbeda halnya yang terjadi dengan sampel keteguhan rekat bentang sejajar serat lapisan inti. Bambu lapis yang dihasilkan dalam penelitian ini terdiri dari 3 lapis yang arah seratnya saling tegak lurus. Upaya untuk menaikkan nilai keteguhan lentur bentang sejajar serat lapisan inti dengan menggunakan kombinasi ketebalan bilah berbeda pada panel bambu dengan jumlah tebal 3.6 3.4 3.5 2.9 1 2 3 4 Ni la i MOR x 10 2 kg c m 2 K1EP K2EP K1PV K2PV Perlakuan Histogram MOR Bentang Sejajar Serat Lapisan Inti Keterangan : K1EP = kombinasi A perekat epoxy K1PV = kombinasi A perekat PVAc K2EP = kombinasi B perekat epoxy K2PV = kombinasi B perekat PVAc 36 total lapisan muka dan belakang sama atau lebih besar dari tebal total lapisan inti dalam penelitian ini tidak memberikan hasil yang memuaskan. Secara teknis, hal ini disebabkan karena bambu lapis yang dibuat berasal dari susunan bilah-bilah bambu yang dalam proses pembuatannya tanpa menggunakan perekatan sisi. Hal ini mungkin memberikan hasil yang berbeda jika bambu lapis yang dibuat berasal dari vinir bambu yang lebih memiliki kekompakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bilah bambu.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bambu dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bambu lapis struktural 2. Sifat fisis, keteguhan rekat, dan sifat mekanis keteguhan lentur bambu lapis yang dihasilkan memenuhi standard SNI kecuali MOE bentang sejajar serat lapisan inti 3. Bambu pada ketebalan total 11 mm dengan perekat epoxy secara keseluruhan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bambu lapis dengan perlakuan lainnya.

B. Saran

1. Perlu diteliti lebih lanjut tentang kombinasi ketebalan bilah bambu penyusun bambu lapis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat fisis dan mekanisnya. DAFTAR PUSTAKA Dephut. 2004. Neraca Sumber Daya Hutan Nasional Tahun 2003. Pusat Informasi dan Statistik Kehutanan. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta Dransfield, S. and Widjaja, E. A. 1995. Plants Resources of South East Asia No.7 Bamboos. Backhuys Publisher. Leiden. Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Semarang Hadi, Y. S. dan Ruhendi, S. 1997. Perekat dan Perekatan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Haygreen, J. G. and Bowyer, J. L. 1982. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar terjemahan oleh S. A. Hadikusumo. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Krisdianto, Sumarni, G. dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Balitbang Kehutanan dan Perkebunan. Bogor. Kurniawan, H. 2002. Sifat Mekanis Laminasi Lengkung Bambu Betung Dendrocalamus asper Schultes.f Backer ex Heyne Menggunakan Perekat PVAc. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fahutan IPB. Bogor. Landrock, A. H. 1985. Adhesives Technology Handbook. Noyes Publications. New Jersey. Liese, W. 1980. Anatomy of Bamboo. Dalam : Bamboo Research in Asia. Proceeding of a workshop held in Singapore, 28 – 30 May 1980. hal. 161 – 164. Mandang, Y. I. dan Pandit, I. K. N. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor. Martawijaya, A. dan Kartasujana, I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor Mattjik, A. A. dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid II. IPB Press. Bogor. Noermalicha. 2001. Rekayasa Rancang Bangun Laminasi Lengkungan Bambu. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurfaridah, I. 2002. Studi Pembuatan Bambu Lapis Pola Anyaman dan Jahitan Dengan Menggunakan Perekat UF dan PF. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fahutan IPB. Bogor. Pizzi, A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. Marcell Dekker Inc. New York Pizzi, A. 1983. Wood Adhesive, Chemistry and Technology. Marcell Dekker. New York Ruhendi, S. dan Widarmana, S. 1983. Kualitas Kayu Lapis Dari Beberapa Jenis Kayu Perdagangan Penting Menggunakan Phenol dan Urea Formaldehid Dengan Campuran Tepung Gadung dan Ubikayu. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fahutan IPB. Bogor. Sastrapradja, S. dan Kartawinata, K. 1980. Kayu Indonesia. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Balai Pustaka. Jakarta. Sastrapradja, S., Widjaja, E. A., Prawiroatmodjo, S. dan S. Soenarko. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. PN Balai Pustaka. Jakarta