2.1.2 Sejarah Seni Batik Indonesia
Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang diakui dunia internasional, namun hingga saat ini para ahli belum sepakat menentukan dari mana asal dan
kapan bermulanya tradisi batik di Indonesia. Menurut G.P Rouffaer dalam Kartika dan Surnarmi, 2007: 41 tidak dapat
dijelaskan secara pasti sejak kapan seni batik mulai mewarnai kebudayaan Jawa Indonesia. Mulai dan uraiannya yang lengkap mengenai asal-usul batik Jawa
didatangkan oleh para pedagang dari India, dari Pantai Koromandel, berlangsung sampai berakhirnya pengaruh Hindu di Indonesia. Rouffaer lebih menekankan
pada segi teknik dalam proses pembatikan “wax resist technique”, cara atau
teknik itu sudah dikerjakan di Indonesia. Susanto 1974: 55 menentang pendapat batik Indonesia berasal dari India,
karena perkembangan desain batik Indonesia sampai pada kesempurnaan pada abad ke 14-15, sedangkan perkembangan batik di India baru mencapai
kesempurnaan pada abad ke 17-19. Masih dalam buku yang sama Susanto menyimpulkan bahwa resist method yang digunakan dalam membuat batik tidak
hanya terdapat di India. Dengan adanya hubungan Indonesia-Tiongkok pada zaman Sriwijaya yang erat, maka sangat mungkin adanya pengaruh timbal balik
mengenai metode tersebut resist method antara Indonesia-Tiongkok. Beberapa ahli berpendapat bahwa batik Jawa baru dapat dibuat setelah
pertengahan abad ke-18, karena kain pada masa sebelumnya terlalu kasar untuk dihias dengan desain rumit. Namun dokumen menyebutkan bahwa Pulau Jawa
telah mengimport kain katun India yang berkualitas sejak abad ke- 10. Kata „batik‟
bahkan tercantum dalam rekening muatan kiriman barang dari Batavia ke Sumatera pada abad 17 Susanto, 1974: 55.
Walau masih banyak silang pendapat tentang asal mula batik di Indonesia, sampai saat ini metode dan peralatan batik Indonesia masih dikagumi dan ditiru
oleh praktisi pengolahan kain di seluruh dunia Susanto 1974: 55. Menurut Hitchcock 1991:86 pada abad ke-19, para ahli dan pedagang
Eropa mulai tertarik pada batik. Batik Indonesia dari abad ke 19 tersebut menjadi koleksi antara lain The British Museum yang didapatkan Sir Thomas Stamford
Raffles saat bertugas di Jawa antara 1811- 1815. Koleksi Raffles ini tidak pernah dapat dinikmati publik secara lengkap karena saat beliau kembali ke Inggris
kapalnya terbakar dan menghanguskan sebagian besar koleksinya. Selepas kembalinya Raffless dengan koleksi batiknya, pada abad itu
beberapa usaha untuk memproduksi batik dilakukan di Eropa. Inggris mencoba memproduksi imitasi batik cetak yang lebih murah dibanding keaslinya.
Namun mereka tidak dapat menyamai pewarna tradisional Indonesia dan harus menggunakan banyak material untuk meniru desain buatan tangan. Akhirnya
upaya ini terhalang oleh biaya produksi yang mahal Hitchcock, 1991:86. Belanda menggunakan pendekatan berbeda. Beberapa pembatik Indonesia
dikirim ke Belanda untuk mengajari para pekerja Belanda. Beberapa pekerja Belanda kemudian dikirim ke Jawa untuk memproduksi batik dalam perusahaan
yang dikelola negara. Belanda juga membuat beberapa pabrik batik di negerinya sendiri, yang pertama dibangun di Leiden pada tahun 1835 Hitchcock, 1991:86.
Swiss memulai ekspor imitasi batik satu dekade berikutnya, namun produksinya kemudian menurun. Jerman lebih sukses dengan memproduksi masal
kain batik pada tahun 1900-an dengan pena kaca dan resist atau penolak warna yang dipanaskan dengan listrik Hitchcock, 1991:86.
Seniman dan industrialis Eropa mendapat keuntungan dari batik. Bahkan disebutkan bahwa gerakan art nouveau mendapat pengaruh dari Jawa, terutama di
Belanda. Namun kemudian stagnasi ekonomi terjadi tahun 1920-an membuat permintaan batik hasil industri menurun, dan pasar batik akhirnya hanya dimiliki
perusahaan batik berskala kecil di Eropa dan Indonesia Hitchcock, 1991:86. Pengusaha batik di Eropa tetap bertahan selama 1930-an karena permintaan
lokal. Namun produksi dan permintaan batik menurun lagi selama Perang Dunia II, walaupun kemudian bangkit lagi setelah perang usai. Kini batik memang telah
menyebar ke seluruh dunia, namun Indonesia, terutama Pulau Jawa tetap merupakan pusat batik dunia Hitchcock, 1991:86.
Dari penjelasan-penjelasan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah batik di Indonesia khususnya di Jawa, bahwa batik di dalam perkembangannya
terjadi pada abad ke 14-19, selama itu batik Indonesia khususnya Jawa mengalami perkembangan awal mencapai kesempurnaan serta terdapat hubungan dengan
Negara lain misalnya Tiongkok, Belanda, Swiss, dan beberapa Negara dari Benua Eropa.
2.1.3 Jenis Batik