syarat objektif. Bila syarat objektif tersebut tidak terpenuhi maka akan membuat kontrak batal demi hukum null and void, nietig.
140
3. Asas-Asas dalam Kontrak Bisnis
Aturan-aturan hukum kontrak menurut Peter Mahmud Marzuki merupakan penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum yang
bersifat sangat umum dan menjadi landasan berpikir atau dasar ideologis. Asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam
arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas yang menjiwainya.
141
Dari berbagai asas hukum yang terdapat dalam hukum kontrak, Ridwan Khairandy menyebut terdapat asas-asas yang terkandung dalam Pasal 1338 KUH
Perdata yaitu “asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sund servanda, dan asas itikad baik”.
142
Dalam hal ini, asas-asas hukum itu berfungsi sebagai pembangun sistem, dan lebih lanjut asas-asas itu sekaligus membentuk sistem check and balance sehingga
ada keseimbangan.
143
140
Ricardo Simanjuntak, Op.cit, hal 150.
Berdasarkan pandangan Niewenhuis, asas-asas yang ada dalam
141
Peter Mahmud Marzuki, “Batas-Batas Kebebasan Berkontrak”, Yuridika, Vol 18 No. 3 2003, hal 196.
142
Ridwan Khairandy, “Hukum Perikatan Indonesia dalam Perspektif Perbandingan”, http:ridwankhairandy.staff.uii.ac.idcategorymateri-kuliah, hal 71, diakses 22 Desember 2012.
143
H.P. Panggabean, Peranan Mahkamah Agung Melalui Putusan-Putusan Hukum Perikatan, Op.cit, hal 74.
Universitas Sumatera Utara
hukum kontrak saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan asas-asas hukum kontrak lainnya.
a. Asas kebebasan berkontrak
Kebebasan berkontrak berlatar belakang pada paham individualime yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, dteruskan oleh Epicuristen dan
berkembang pesat dalam zaman Renaissance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groot, Thomas Hobbes, John Locke, dan Rousseau. Puncak perkembangannya tercapai
dalam periode setelah Revolusi Prancis.
144
Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka yang berarti bahwa hukum memberi keleluasaan kepada para pihak untuk mengatur sendiri pola hubungan
hukumnya. Apa yang diatur dalam Buku III hanya sekedar mengatur dan melengkapi regelend rechtaanvullend recht.
145
Sistem terbuka Buku III KUH Perdata ini dapat terlihat dari substansi Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyetakan bahwa,
“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Menurut R. Subekti, pembatasan terhadap kebebasan itu
hanya berupa apa yang dinamakan ketertiban dan kesusilaan umum.
146
Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak menurut hukum kontrak Indonesia adalah:
147
144
Anhar C. Sihombing, “Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Tertanggung dalam Perjanjian Asuransi di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Vol 29 No. 2 2010, hal 73.
145
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 109.
146
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995, hal 4-5.
147
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Op.cit, hal 54.
Universitas Sumatera Utara
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjiankontrak;
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjiankontrak; 3.
Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjiankontrak yang dibuatnya;
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjiankontrak;
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjiankontrak.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional aanvullend, optional. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, dalam perkembangannya kebebasan
berkontrak mendatangkan ketidakadilan karena karena prinsip ini hanya mencapai tujuannya semata yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin bila para
pihak memiliki bargaining power yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut tidak terjadi demikian sehingga perlu campur tangan negara untuk melindungi yang
lemah.
148
Penekanan ekstrem pada asas kebebasan berkontrak yang berkembang dalam paham liberalisme abad ke-19 dibatasi oleh campur tangan penguasa. Hukum
semakin lama bergeser dari urusan privat menjadi urusan masyarakat atau publik. Kecenderungan yang terjadi adalah unsur-unsur hukum privat digantikan oleh elemen
hukum publik.
149
148
Ibid, hal 21.
149
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia: Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, hal
381.
Universitas Sumatera Utara
Maka, kebebasan berkontrak menurut W. Friedmann masih dianggap sebagai aspek yang esensial dari kebebasan individu, tetapi tidak lagi mempunyai
absolut seperti satu abad yang lalu.
150
Rumusan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata harus diimbangi oleh pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum kontrak yaitu Pasal 1320 KUH Perdata, Pasal
1335 KUH Perdata, Pasal 1337 KUH Perdata, Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata serta Pasal 1339 KUH Perdata, maka penerapan asas kebebasan berkontrak ternyata perlu
diimbangi oleh rambu-rambu hukum lainnya. Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
151
1. Memenuhi syarat-syarat sahnya kontrak;
2. Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa;
3. Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang undang-undang;
4. Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban
umum. 5.
Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Maka, secara filosofis keseimbangan ini mereduksi ketidakseimbangan, ketidakadilan, dan ketimpangan kedudukan, hak dan kewajiban para pihak dalam
kontrak sehingga dapat mengeliminasi potensi terjadi eksploitasi manusia terhadap manusia lainnya. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak sebagaimana
terkandung dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata hendaknya ditafsirkan dalam
150
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum: Hukum dan Masalah-Masalah Kontemporer Susunan III.Terjemahan oleh Muhammad Arifin. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, hal 48.
151
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsional dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 118.
Universitas Sumatera Utara
kerangka berpikir hukum yang meletakkan kedudukan, hak, dan kewajiban para pihak dalam kontrak secara seimbang.
b. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata di mana dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Perjanjian menurut asas konsensualisme tidak diadakan secara formal tapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah
pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh para pihak.
152
Walaupun demikian untuk menjaga kepentingan pihak debitur atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi diadakan bentuk-bentuk
formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.
153
Eggens berpendapat asas konsensualisme merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah “een man een man, een woord een
woord”. Ketentuan ini mengharuskan orang dapat dipegang ucapannya adalah suatu tuntutan kesusilaan dan memang jika orang ingin dihormati sebagai manusia, ia harus
dapat dipegang perkataannya.
154
Dengan demikian, asas konsensualisme yang terkandung dalam Pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata menuntut para pihak dalam perjanjian menyesuaikan kehendak
152
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia: Buku Kesatu, Jakarta: PT Sinar Grafika, 2004, hal 10.
153
Kartini Muljadi Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hal 34-35.
154
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung: PT Refika Aditama, 2004, hal 36.
Universitas Sumatera Utara
dan pernyataan para pihak sehingga menimbulkan kepercayaan diantara para pihak dalam membuat perjanjian baik secara lisan maupun tertulis. Hanya saja untuk
menjamin para pihak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan maka para pihak sebaiknya membuat perjanjian secara tertulis yaitu dengan kontrak tertulis. Ini juga
menjamin para pihak dapat memegang perkataan mereka yang dituangkan dalam kontrak tertulis sehingga mertabat para pihak dalam kontrak dapat terjaga dengan
adanya kontrak tertulis. c.
Asas pacta sund servanda Ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa, “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.
155
155
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsional dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 127.
Dengan adanya janji timbul kemauan bagi para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kewajiban kontraktual tersebut menjadi
sumber bagi para pihak untuk secara bebas menentukan kehendak tersebut dengan segala akibat hukumnya. Berdasarkan kehendak tersebut, para pihak secara bebas
mempertemukan kehendak masing-masing. Kehendak para pihak inilah yang menjadi dasar kontrak. Terjadinya perbuatan hukum itu ditentukan berdasar kata sepakat.
Adanya konsensus dari para pihak itu, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan
Universitas Sumatera Utara
mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang pacta sunt servanda. Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi hukum bagi mereka.
Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya perjanjian. Ini bukan kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati.
156
Undang-Undang memberikan jaminan kepastian hukum dengan pengakuan terhadap para pihak yang membuat kontrak yang sah sehingga asas pacta sund
servanda ini disebut juga asas kepastian hukum. Di mana menurut asas pacta sund servanda ini, substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang harus dihormati oleh pihak ketiga atau hakim. Pihak ketiga atau hakim tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak.
157
Dengan demikian, asas pacta sund servanda merupakan aturan yang menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan
hukum yang terkandung di dalamnya, dimkasudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan.
158
d. Asas itikad baik
Itikad baik menurut Agus Yudha Hernoko harus dimaknai dalam keseluruhan proses kontraktual artinya itikad baik harus melandasi hubungan para
pihak pada tahap pra kontraktual, kontraktual, dan pelaksanaan kontraktual. Maka,
156
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Op.cit, hal 28-29.
157
Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia: Buku Kesatu, Op.cit, hal 10.
158
M. Syaiffudin, Op.cit, hal 91.
Universitas Sumatera Utara
fungsi itikad baik dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata mempunyai sifat dinamis melingkupi keseluruhan proses kontrak tersebut.
159
Namun isi dari itikad baik tidak universal karena isi asas-asas bergantung pada ruang dan waktu. Ini disebabkan setiap kelompok masyarakat terdapat
pandangan dan praktik yang berkaitan dengan standar tingkah laku dalam hubungan kontrak yang dipatuhi bersama secara umum oleh para anggota kelompok
masyarakat. Jadi, menurut Sutan Remy Sjahdeini yang mengutip pendapat Wirjono Prodjodikoro bahwa moralkesusilaan harus diartikan sebagai moralkesusilaan dalam
suatu masyarakat diakui oleh umumkhalayak ramai. Di Indonesia hampir tidak ada standar tingkah laku yang terangkat dan diakui secara konkret dalam putusan-putusan
pengadilan untuk dijadikan acuan seragam secara pasti.
160
Maka, itikad baik menurut kepatutan dan kepantasan dalam kontrak hendaknya lebih melihat kepada asas
proporsional yang lebih menitikberatkan pada proporsi pembagian hak dan kewajiban diantara para pihak yang berlangsung secara layak dan patut fair and reasonable
berdasarkan nilai kesetaraan, kebebasan, distribusi proporsional, asas kecermatan, kelayakan, dan kepatutan daripada mempermasalahkan keseimbangan hasil secara
matematis.
161
159
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsional dalam Kontrak Komersial, Op.cit, hal 139.
160
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Op.cit, hlm 137.
161
Agus Yudha Hernoko, “Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Bisnis: Upaya Mewujudkan Hubungan Bisnis dalam Perspektif Kontrak yang Berkeadilan”, Op.cit, hlm 14.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pendapat tersebut maka menurut R. Wirjono Prodjodikoro yang memberikan batasan itikad baik menurut Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata dengan
istilah jujur di mana tidak hanya bermakna itikad baikkejujuran yang bersifat objektif melainkan juga itikad baikkejujuran yang bersifat subjektif.
162
Demikian bahwa pelaksanaan kontrak dengan itikad baik tidak hanya pada fase pelaksanaan kontrak tetapi juga mencakup keseluruhan proses kontrak.
Pelaksanaan kontrak dengan itikad baik ini menurut kepatutan dan kepantasan tidak hanya itikad baik yang bersifat objektif saja karena itikad baik yang bersifat objektif
harus sesuai dengan moral dan kesusilaan yang diakui khalayak umum dalam masyarakat. Di mana isi dari itikad baik, kepatutan, serta moral tidak universal
sehingga itikad baik dalam kontrak menurut kepatutan dan kepantasan hendaknya lebih menitikberatkan pada pembagian hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak
secara proporsional.
4. Unsur-Unsur Dalam Kontrak Bisnis