Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz

6. Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz

Interregnum ini adalah masa beralihnya pemerintahan dari masa yang kejam, menekan rakyat dan sebagainya kepada masa yang damai, lemah lembut dan makmur. Pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz (99 - 101 H / 717 - 720 M) terjadi perubahan terhadap kebijaksanaan pemerintahan yang telah mapan selama ini. Khalifah menerapkan prinsip keadilan terhadap seluruh Muslim, baik Arab ataupun non Arab dan memperkenalkan hukum-hukum mengenai persamaan pemberian tunjangan keuangan kepada kaum muslim tanpa memperhatikan asal-usul mereka. Hal ini jauh berubah dari kebijaksanaan sebelumnya yang lebih mengutamakan orang Arab. 'Umar mengadakan dialog dengan kaum Khawarij dan Syiah sehingga mereka puas dan tidak mengganggu Dinasti Umayyah. Dia juga memecat para Gubernur dan para pejabat yang kejam, menindas rakyat dan kurang memperhatikan Interregnum ini adalah masa beralihnya pemerintahan dari masa yang kejam, menekan rakyat dan sebagainya kepada masa yang damai, lemah lembut dan makmur. Pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz (99 - 101 H / 717 - 720 M) terjadi perubahan terhadap kebijaksanaan pemerintahan yang telah mapan selama ini. Khalifah menerapkan prinsip keadilan terhadap seluruh Muslim, baik Arab ataupun non Arab dan memperkenalkan hukum-hukum mengenai persamaan pemberian tunjangan keuangan kepada kaum muslim tanpa memperhatikan asal-usul mereka. Hal ini jauh berubah dari kebijaksanaan sebelumnya yang lebih mengutamakan orang Arab. 'Umar mengadakan dialog dengan kaum Khawarij dan Syiah sehingga mereka puas dan tidak mengganggu Dinasti Umayyah. Dia juga memecat para Gubernur dan para pejabat yang kejam, menindas rakyat dan kurang memperhatikan

Namun masa 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz yang damai dan makmur ini dimanfaatkan oleh Bani Hasyim yang terdiri dari orang-orang syiah dan keluarga 'Abbas, untuk membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan inilah yang nantinya dapat menumbangkan Dawlah Bani Umayyah pada tahun 132 H / 750 M dan mendirikan Dawlah 'Abbasiyah.

7). Sistem Peradilan

Pada masa Dawlah Bani Umayyah ini pengadilan dipisahkan dengan kekuasaan politik. Kehakiman masa ini mempunyai dua cirri khasnya yaitu :

a. Seorang Qadhi (Hakim) memutuskan perkara dengan ijtihadnya karena pada masa itu belum ada lagi Madzhab Yang Empat”ataupun Mazhab mazhab yang lainnya. Pada

masa ini para qadhi mengali hukum sendiri dari al Quran dan sunnah dan berijtihad.

b. Kehakiman belum terpengaruh dengan politik, karena para Qadhi (hakim) bebas dan merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh dengan kehendak para pembesar yang berkuasa.

Para hakim pada zaman Bani Umayyah ini adalah manusia pilihan yang bertaqwa kepada Allah dan melaksanakan hukum dengan adil, sedangkan para khalifah mengawasi gerak-gerik dan tingkah laku mereka, sehingga kalau ada yang menyeleweng terus dpecat. 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz memberikan tuntunan dengan mengatakan ”apabila seorang hakim mempunyai lima sifat, maka sempurnalah dia, yaitu mengetahui kejadian terdahulu, tidak mata duitan, tidak menaruh dendam, berteladan kepada imam yang adil dan berteman dengan ahli ilmu dan ahli fikir.

8). Sistem Penggantian Kepala Negara

Pada masa Dawlah Bani Umayyah ini bentuk pemerintahan berobah dari bentuk theo demokrasi menjadi bentuk kerajaan (monarchi). Pada masa dapat al Khulafa al Rasyidun dikatakan lebih bersifat demokratis, sedangkan pada masa Bani Umayyah sifat demokratis itu tidak kelihatan lagi. Peralihan system ini kelihatan sewaktu Mu'awiyah mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota yang akan menjadi penggantinya. Setelah Mu'awiyah wafat, orang- orang dekatnya mengukuhkan Yazid sebagai khalifah dan membai‟atnya. Dengan demikian terjadilah perubahan bentuk pemerintahan dari theo demokrasi menjadi monarchi Pada masa Dawlah Bani Umayyah ini bentuk pemerintahan berobah dari bentuk theo demokrasi menjadi bentuk kerajaan (monarchi). Pada masa dapat al Khulafa al Rasyidun dikatakan lebih bersifat demokratis, sedangkan pada masa Bani Umayyah sifat demokratis itu tidak kelihatan lagi. Peralihan system ini kelihatan sewaktu Mu'awiyah mengangkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota yang akan menjadi penggantinya. Setelah Mu'awiyah wafat, orang- orang dekatnya mengukuhkan Yazid sebagai khalifah dan membai‟atnya. Dengan demikian terjadilah perubahan bentuk pemerintahan dari theo demokrasi menjadi monarchi

1). Perkembangan 'Ulum al Naqliyah

Perkembangan yang lebih menonjol adalah dalam tafsir, hadits dan fiqih. Dalam bidang tafsir, tokoh utamanya adalah Abu al „Abbas 'Abdullah ibn 'Abbas al Hasyimiy, tokoh

tafsir selanjutnya adalah murid-murid Ibn 'Abbas, seperti Abu Muhammad Sa'id ibn Jubayr ibn Hisyam al Asadiy (yang dibunuh al Hajjaj pada bulan Sya‟ban 95 H / April 714 M.

Dalam bidang hadits, tokoh utamanya adalah para shahabat yang menjadi pemangku hadits, seperti Abu Hu rayrah „Abd al Rahman ibn Shakhr al Dawsiy (wafat tahun 58 H / 677 M), Abu „Abd al Rahman 'Abdullah ibn 'Umar ibn al Khaththab al „Adawiy (wafat pada tahun

74 H / 693 M). Khalifah 'Umar ibn 'Abd al 'Azis sendiri sangat menaruh perhatian besar kepada pengumpulan hadits, sehingga disuruhnyalah Imam Abu Bakr Muhammad ibn Muslim al Zuhriy (wafat pada bulan Ramadhan tahun 124 H / Juni 742 M) untuk membukukan hadits-hadits Nabi SAW yang selama ini hanya berada dalam hafalan para ahli hadits saja, dan inilah usaha pentadwinan hadits yang pertama dalam Sejarah Islam.

Dalam bidang fiqih, tokoh utamanya adalah murid- murid Abu „Abd al Rahman 'Abdillah ibn Mas'ud al Hudzaliy, seorang shahabat yang termasuk al Sabiqun al Awwalun yang wa fat tahun 32 H (652 M), seperti Abu Syibl „Alqamah ibn Qays al Nakha‟iy al Kufiy (wafat pada tahun 62 H / 681 M), dll. Di samping itu muncul pula ilmu tata bahasa Arab (nahwu) untuk mempelajari bahasa Arab bagi orang yang tidak mengerti bahasa Arab. Ini muncul karena wilayah Islam telah berkembang ke luar jazirah Arab dan Khalifah 'Abd al Malik menggerakkan politik Arabisasi, sedangkan mereka belum mengenal tata bahasa Arab, sehingga buku pedoman untuk pengajaran bahasa Arab ini sangat dibutuhkan.

2). Pertumbuhan 'Ulum al 'Aqliyah

Seorang cucu Mu'awiyah, yakni Khalid ibn Yazid ibn Mu'awiyah sangat tertarik kepada ilmu kimia dan kedokteran, sehingga dia menyuruh untuk menterjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam Bahasa Arab, dan inilah penterjemahan buku buku asing yang pertama dalam sejarah Islam. Khalifah al Walid ibn 'Abd al Malik mendirikan bimaristan di Damaskus pada tahun 96 H / 714 M sebagai tempat berobat dan perawatan bagi orang-orang yang sakit, sekaligus sebagai tempat studi kedokteran. Khalifah 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz juga Seorang cucu Mu'awiyah, yakni Khalid ibn Yazid ibn Mu'awiyah sangat tertarik kepada ilmu kimia dan kedokteran, sehingga dia menyuruh untuk menterjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam Bahasa Arab, dan inilah penterjemahan buku buku asing yang pertama dalam sejarah Islam. Khalifah al Walid ibn 'Abd al Malik mendirikan bimaristan di Damaskus pada tahun 96 H / 714 M sebagai tempat berobat dan perawatan bagi orang-orang yang sakit, sekaligus sebagai tempat studi kedokteran. Khalifah 'Umar ibn 'Abd al 'Aziz juga

Karena itu, umat Islam pada masa ini mulai mengenal ilmu kedokteran, ilmu kalam, seni bangun (arshitektur) dan sebagainya. Namun baru pada tingkat permulaan dan pengenalan, karena .tingkat perkembangannya adalah pada masa berikutnya, yakni paa masa pemerintahan Bani 'Abbas. Di antara peninggalan seni bangunan dari masa Bani Umayyah yang terkenal sampai sekarang adalah Qubah al Sakhr (Dome of the Rock ) yang didirikan di Yerussalem pada tahun 91 H oleh Khalifah 'Abd al Malik, dan Masjid Jami' al Amawiy di Damaskus yang didirikan oleh al Walid ibn 'Abd al Malik.

3). Pembidangan Ilmu Pengetahuan

Pada masa Dawlah Bani Umayyah ini, telah dimulai pembidangan ilmu pengetahuan. Pembidangan ilmu pada masa itu, sebagaimana dikatakan Musyrifah Sunanto (2003 : 41 – 42) terdiri dari :

a. Ilmu pengetahuan bidang agama, yang mencakup segala ilmu yang bersumber dari al Qur-an dan hadits Nabi SAW.

b. Ilmu pengetahuan bidang sejarah, yang mencakup segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.

c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yang mencakup segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lainnya.

d. Ilmu pengetahuan bidang filsafat, yang mencakup segala ilmu yang berasal dari bangsa asing, seperti Ilmu Manthiq, Kedokteran, Kimia, Astronomi, Ilmu Hitung dan lain-lainnya yang berhubungan dengan ilmu tersebut.