83 mengganggu adalah perilaku yang tampak dan mudah dinilai oleh orang lain,
misalnya berbbicara diluar gilirannya, membuat kebisingan yang tidak perlu, meninggalkan tempat duduk tanpa ijin, dan berdebat dengan guru.
Siswa melakukan perilaku mengganggu bukan tanpa alasan. Dari hasil penelitian yang sudah dipaparkan di atas menunjukkan bahwa alasan siswa
melakukan perilaku mengganggu di kelas adalah karena faktor kebosanan dan faktor beban kurikulum. Hal ini sesuai dengan pandangan Eileen S. Flicker
dan Jannet Andron Hoffman 2006 yang menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi anak melakukan perilaku mengganggu diantaranya adalah
faktor kebosanan. Tingkat perilaku mengganggu di kelas pada siswa Madrasah Aliyah
Negeri MAN 1 Magelang cenderung pada kategori rendah. Dengan demikian memungkinkan penyelesaian masalahnya dapat dilakukan dengan
cepat. Hal ini sesuai dengan pandangan Divison Student Affair of Southern California 2004, perilaku mengganggu pada tingkat pertama adalah masalah
yang tidak serius, mencakup setiap situasi yang dapat ditangani secara informal antara guru dan siswa yang mengarah pada penyelesaian yang cepat.
Namun demikian, terdapat siswa yang cenderung berperilaku mengganggu pada kategori sedang. Dalam hal ini memungkinkan guru untuk berkolaborasi
dengan pihak terkait seperti wali kelas dan guru pembimbing agar perilaku mengganggu siswa tersebut dapat diredakan atau bahkan dihilangkan.
Dari data hasil penelitian yang sudah dipaparkan di atas, diketahui bahwa penilaian guru terhadap perilaku mengganggu di kelas lebih tinggi
84 daripada penilaian siswa. Artinya guru melihat lebih banyak perilaku yang
tampak daripada siswa. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa guru memiliki lebih banyak pengetahuan dan pengalaman mengenai perilaku
mengganggu di kelas daripada siswa. Upaya meredakan perilaku mengganggu dapat dipandang dari
pendekatan behavioristik, kognitif, dan humanistik. Adapun upaya yang dilakukan sebagian besar guru MAN 1 Magelang dalam meredakan perilaku
mengganggu di kelas adalah dengan menasehati, berarti guru di MAN 1 Magelang lebih menerapkan pendekatan kognitf dan humanistik dalam
meredakan perilaku mengganggu di kelas. Hal ini senada dengan pandangan Zimmerman 1995: 14 mengenai pendekatan kognitif dan humanistik dalam
upaya meredakan perilaku mengganggu yang menyatakan bahwa dengan guru menceritakan pengalamannya tentang perilaku mengganggu dan berempati
dapat meredakan perilaku mengganggu di kelas. Unsur-unsur tersebut dapat termuat ketika guru menasehati siswa yang mengganggu. Guru MAN 1
Magelang tidak banyak menghukum siswa yang mengganggu di kelas. Hal ini menjelaskan bahwa guru tidak banyak menggunakan pendekatan behavioristik
dalam menangani siswa yang mengganggu. Upaya guru dalam meredakan perilaku mengganggu siswa di kelas menemui sejumlah hambatan. Dalam hal
ini yang menjadi hambatan sebagian besar guru MAN 1 Magelang dalam meredakan perilaku mengganggu siswa di kelas adalah karena belum
memahami cara mengatasi perilaku mengganggu di kelas yang baik. Ini berbanding lurus dengan hasil penelitian mengenai pengetahuan guru MAN 1
85 Magelang yang sebagian besar mempunyai pengetahuan sedikit tahu
mengenai perilaku mengganggu siswa di kelas.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Rentang skala yang digunakan untuk penelitian terlalu banyak sehingga menyebabkan kebingungan siswa dalam memberikan respon.
2. Data hasil penelitian belum didukung dengan metode observasi mauapun wawancara.
86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Karakteristik perilaku mengganggu di kelas pada siswa Madrasah Aliyah Negeri MAN 1 Magelang
Karakteristik perilaku mengganggu siswa di kelas yang paling dominan pada siswa MAN 1 Magelang adalah perilaku menggambar di kertas
pada saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan tugas mata pelajaran lain saat pembelajaran berlangsung, menggunakan telepon genggam di kelas, lupa
membawa pekerjaan rumah, mencontek ketika ulangan atau ujian, dan tidak memperhatikan pelajaran.
2. Tingkat, frekunesi, dan intensitas perilaku mengganggu di kelas pada siswa MAN 1 Magelang
Hasil penelitian menunjukkan tingkat persentase perilaku mengganggu di kelas pada siswa MAN 1 Magelang berada pada kategori sedang sebesar
22,3 atau sebanyak 58 siswa, dan pada kategori rendah sebesar 77,7 atau sebanyak 202 siswa. Sehingga diketahui bahwa tingkat perilaku mengganggu
di kelas pada siswa MAN 1 Magelang cenderung kategori rendah. Perilaku mengganggu dengan intensitas tertinggi pada skala 5-6 yaitu menggambar di
kertas 77 siswa atau 30 dan berbicara diluar gilirannya 33 siswa atau 13. Perilaku mengganggu yang dilakukan paling banyak siswa adalah
87 perilaku buang angin di kelas 247 siswa atau 95, tetapi intensitasnya
rendah. 3. Sebagian besar siswa beralasan melakukan perilaku mengganggu di kelas
karena bosan dan terbebani oleh kurikulum. 4. Sebagian besar guru MAN 1 Magelang memiliki sedikit pengetahuan
mengenai perilaku mengganggu di kelas dan belum mengetahui cara mengatasi perilaku mengganggu di kelas.
B. Saran
1. Bagi Siswa yang Melakukan Perilaku Mengganggu di Kelas Siswa MAN 1 Magelang hendaknya memperluas wawasannya
mengenai perilaku mengganggu di kelas karena bisa jadi perilaku yang menurut diri sendiri tidak mengganggu tetapi menurut orang lain
mengganggu. Baca buku-buku mengenai cara mengatasi kebosanan di kelas atau berkonsultasi dengan guru Bimbingan dan Konseling akan membantu
siswa dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya sehingga meminimalisir perilaku mengganggu di kelas.
2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Adanya perilaku mengganggu siswa di kelas sebaiknya dapat disikapi
dengan lebih bijaksana. Guru bimbingan dan konseling harus lebih aktif dalam usaha meredakan perilaku mengganggu di kelas secara umum maupun
secara khusus kepada siswa yang didapati melakukan perilaku mengganggu di kelas. Guru bimbingan dan konseling dapat berkolaborasi dengan guru mata
88 pelajaran dalam upaya menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam
pembelajaran khususnya permasalahan perilaku mengganggu siswa di kelas. Guru bimbingan dan konseling dapat memberikan layanan bimbingan dan
konseling kelompok maupun individu pada siswa yang berperilaku mengganggu. Misalnya dengan memberikan tips mengurangi kebosanan saat
pemebelajaran. Guru bimbingan konseling dan guru kelas juga dapat menerapkan kontrak perilaku untuk meredakan perilaku mengganggu di kelas.
Kontrak perilaku dapat dilakukan sebelum dimulainya pembelajaran. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menyempurnakan penelitian ini misalnya pengumpulan data dilengkapi dengan menggunakan
metode wawancara dan pedoman observasi untuk mengetahui perilaku mengganggu siswa di kelas yang kerap dialami remaja yang mendetail dan riil
di lapangan.