Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 kompetensi competency based learning adalah untuk peningkatan kualitas dan relevansi output SMK dengan dunia kerja atau dunia usaha dan dunia industri DU-DI, serta kebutuhan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Substansi dari pendidikan berbasis kompetensi adalah perolehan pengalaman belajar siswa melalui interaksi aktif kreatif dengan lingkungan budaya keluarga, masyarakat, sekolah, DU-DI, memberi inspirasi terbangkitkannya pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tetap, membekas, dan berkarakter luhur. Budaya kompetensi adalah jiwa masyarakat pendidikan kejuruan. Pendidikan di SMK akan berhasil jika mampu menumbuhkembangkan eksistensi SMK yang memasyarakat dalam tata kehidupan berdimensi lokal, nasional, dan global. Eksistensi SMK yang memasyarakat artinya pendidikan di SMK adalah produk masyarakat kejuruan. Tujuan pendidikan kejuruan merupakan suatu yang tidak terpisahkan dengan masyarakat. Visi dan misi pendidikan kejuruan harus kongruen dengan visi masyarakat dimana SMK itu berada Tilaar, 1999:30. Dalam membudayakan kompetensi masing-masing SMK di daerah seharusnya memiliki model pendekatan tersendiri. Keluarga, masyarakat desa pakraman, sekolah, DU-DI merupakan lingkungan terkondisi tempat siswa memperoleh kompetensi. Pengembangan kualitas dan relevansi SMK disamping memperhatikan kecenderungan dan perkembangan globalisasi juga sangat perlu memperhatikan kebutuhan nasional dan kearifan-kearifan lokal masing-masing daerah. Sasarannya adalah agar SMK dapat berkembang secara seimbang dan berkelanjutan untuk keharmonisan dan kemajuan sosial bersama, memberi kontribusi pada keharmonisan lingkungan dan 3 pelestarian budaya, bijak dalam menggunakan sumber daya alam, dan efektif efisien melakukan perbaikan tenaga kerja terdidik dan terlatih Chinien C. and Singh M., 2009. Outcome dari SMK diharapkan bisa act locally and develop globally sebagai sosok lembaga pendidikan menengah kejuruan lokal yang berpandangan internasional dan tumbuh secara global Cheng Y.C, 2005. Model pembudayaan kompetensi di SMK menggunakan kearifan lokal indigenous wisdom dan keunggulan lokal secara pragmatis sangat penting dan secara yuridis formal syah karena telah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Secara hukum pendidikan di Indonesia sudah diselenggarakan secara desentralistik Slamet P.H.,2008. Desentralisasi pendidikan mengarah pada menguatnya otonomi yaitu tuntutan kemandirian dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan evaluasi program-program pencapaian SKL SMKMAK. Otonomi pendidikan memberikan tantangan sekaligus peluang kepada pemerintah provinsi dan kabupatenkota dalam mengelola pendidikan kejuruan di SMKMAK berbasis keunggulan lokal UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 50 ayat 5. Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Bali, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Bali dapat memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal penjelasan PP 19 Pasal 91 ayat 1. Pengkajian kearifan 4 lokal indigenous wisdom dan keunggulan lokal sangat penting dalam kerangka inovasi pengembangan pendidikan menengah kejuruan di SMK. Provinsi Bali menurut data pokok Direktorat Pembinaan SMK tahun 2010 menyelenggarakan sebanyak 44 jenis kompetensi keahlian di 129 SMK yang tersebar di 9 kabupaten dan kota madya. Sebagai pendidikan berbasis dunia kerja work-based education, SMK tetap menekankan kecocokan fit antara substansi pendidikan kejuruan dengan bidang dan jenis pekerjaan work Smith- Hughes,1917; Good, 2008; Crowson, R.L. Boid, W.L., 2005; Dupal, E., 2006; Artur, N., 2008; Rojewski, J.W., 2009. Kriteria kecocokan antara kompetensi lulusan SMK dengan pihak pemakai tentu terus berkembang sesuai dengan perkembangan tempat, waktu, dan adat istiadat desa, kala, patra. Bidang pariwisata, teknologi informasi, dan teknologi masih mendominasi penyelenggaraan kompetensi keahlian SMK di Bali. Masyarakat Bali merupakan kesatuan masyarakat dengan hukum adat dan mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga, mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan tersendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri Perda Bali Nomor 6 Tahun 1986. Masyarakat Bali dengan kebudayaan Bali yang dijiwai oleh ideologi Tri Hita Karana THK sebagai keunggulan lokal dan kearifan lokal indigenous wisdom bersifat unik, mengakar dan melembaga dalam tatanan masyarakat desa pakraman. Ideologi THK merupakan integrasi sistemik dari konsep “cucupu manik” atau konsep isi dan wadah. Pertalian yang harmonis antara isi dan wadah adalah syarat terwujudnya keseimbangan dan 5 kebahagiaan. Konsep cucupu manik menegaskan adanya dinamika dalam kehidupan untuk selalu saling menyesuaikan dengan perubahan. Sebagai ideologi holistik, integral, dan sistemik menurut Agastia 2007:40 THK menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmoni antara manusia dengan Tuhan parhyangan, keharmonisan sesama manusia pawongan, dan keharmonisan manusia dengan lingkungan palemahan. Parhyangan, pawongan, dan palemahan menurut Agastia 2007:6 merupakan wadah buatan yang memiliki keterkaitan satu sama lain dalam sebuah sistem. THK sebagai kearifan lokal dapat dipandang sebagai eksternalitas pendidikan yang mampu memberikan nilai-nilai dasar pola pembudayaan kompetensi di SMK berbasis keunggulan lokal. THK merupakan kekuatan dan sekaligus berfungsi sebagai pendukung pengembangan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Belum adanya model- model pendidikan kejuruan berbasis keunggulan lokal dan perubahan sistem pendidikan yang relatif baru, ketersediaan kapasitas di daerah yang kurang memadai merupakan kelemahan bagi Pemerintah Daerah Bali dalam menerapkan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Kelemahan pengembangan pendidikan menengah kejuruan yang belum menginternalisasikan nilai-nilai dan budaya lokal dapat juga dijadikan faktor pendukung dalam menemukan model pendidikan berbasis keunggulan lokal. SMK di Bali diharapkan dibangun mengakar pada pengetahuan dan kearifan lokal Bali dan tetap menyerap pengetahuan global terseleksi sebagai pupuk penyubur tumbuhnya masyarakat lokal dan budaya daerah Bali. Keuntungan yang diperoleh yaitu masyarakat Bali dapat memelihara nilai-nilai tradisi dan identitas budaya Bali, mengakumulasikan pengetahuan- 6 pengetahuan lokal Bali dalam menumbuhkan pengetahuan baru yang memberi kontribusi pada pertumbuhan masyarakat dan pengetahuan global. Inovasi pengembangan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan SMK di Bali sangat memungkinkan menerapkan ideologi THK yang sejalan dengan konteks masa kini dan antisipasi terhadap masa depan. Intensnya ideologi THK digunakan untuk metata kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat bagi masyarakat Bali akan memudahkan masuknya nilai-nilai dan budaya Bali sebagai konteks eksternal ke dalam sistem pendidikan di SMK tanpa mengesampingkan konteks eksternal lainnya. Dengan menerapkan ideologi THK ke dalam sistem SMK yang digali dan dikembangkan polanya dari tatanan filosofis menjadi tatanan pragmatis, maka relevansi inovasi dan pengembangan SMK menjadi sangat baik dan menyatu, serta tidak akan terjadi cultural lack. Pengembangan pendidikan SMK di Bali akhirnya diharapkan menjadi pendidikan yang benar- benar berbasis masyarakat Bali dan berakar budaya Bali. Bali tumbuh dalam alam dan kebudayaannya, termasuk budaya kompetensi di SMK dalam menentukan masa depannya. Dengan demikian akan terjadi kemitraan partnership di antara SMK, SMK dengan keluarga dan masyarakat, SMK dengan desa pakraman, SMK dan pemerintah, SMK dengan DU-DI, serta pelestarian lingkungan bersama-sama antara SMK dengan masyarakat, dan keharmonisan di antara masyarakat dalam memuja Tuhan. 7

B. Identifikasi Masalah

Pembudayaan kompetensi di SMK dalam kerangka pengembangan SMK act locally and develop globally menghadapi masalah-masalah sosiokultural dan struktural. Secara sosiokultural pembudayaan kompetensi di SMK diharapkan memenuhi kebutuhan untuk: 1 mengembangkan keterampilan kognitif dan psikomotorik individu siswa Emmerik, Bekker, Euwema, 2009; Kellet, Humphrey, Sleeth, 2009; 2 mengembangkan attitude Stumpf, 2009; 3 mengembangkan apresiasi positif terhadap pekerjaan, membangun budaya kerja Heinz, 2009, membangun budaya belajar, budaya kreatif dan produktif Thompson,1973; Gill, Dar, Fluitman, 2000, mengembangkan dan melestarikan budaya daerah; 4 mempersiapkan siswa untuk bekerja, berwirausaha, atau meneruskan ke perguruan tinggi Wardiman,1998; 5 memberdayakan siswa untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak Gill, Dar, Fluitman, 2000; 6 mengembangkan karier sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipilih Kellet, Humphrey, Sleeth, 2009; 7 melibatkan masyarakat pemangku kepentingan secara luas, utuh, benar, dan bertanggungjawab McGrath S., 2009. Secara struktural SMK adalah sistem pendidikan persekolahan yang diselenggarakan oleh pemerintah bukan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat DU-DI Dedi Supriadi, 2002 atau masyarakat adat, sehingga memerlukan pola pembudayaan kompetensi dengan konteks khusus Herschbach, 2009. Sebagai pendidikan untuk dunia kerja, pendidikan di SMK di era otonomi dihadapkan kepada tantangan dan permasalahan bagaimana membumikan budaya 8 masyarakat setempat, kearifan dan keunggulan lokal, mensinergikan perubahan sistem ekonomi, perubahan sistem politik, perubahan sistem sosial, perubahan sistem teknologi, perubahan sistem budaya, dan kapasitas daerah ke dalam sebuah strategi jangka panjang membentuk lulusan yang kompeten dan memiliki apresiasi tinggi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat DU-DI Coessens, K. and Bendegem, J.P.V, 2008. Orang tuawali siswa, guru, siswa, unsur pimpinan sekolah, komite sekolah, staf TU sekolah, teknisilaboran, tukang kebunpembersih sekolah, satpam, penjaga sekolah, dan penjaga kantin sekolah secara struktural dan secara sosiokultural adalah krama atau anggota masyarakat desa pakraman. Diantara mereka bahkan ada yang menjadi pemangku pura kahyangan tiga, bendesa ketuakelian desa, patajuh wakil ketua, penyarikan sekretaris, sedahan bendahara. Mereka semua hidup dalam satu tradisi adat dan budaya dalam lingkungan keluarga dan masyarakat desa pakraman yang terkena arus global platinum. Secara tidak langsung mereka akan membentuk visi berpikir tentang SMK sebagai pendidikan untuk dunia kerja. Pengembangan SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi memerlukan budaya produktif, budaya belajar dan budaya bekerja. Masyarakat Bali yang terorganisir dalam desa pakraman dijiwai oleh ideologi THK memiliki konsepsi tersendiri tentang pembudayaan kompetensi. Bagaimanakah praksis ideologi THK dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali sebagai jawaban atas inovasi dan pengembangan SMK di era otonomi. Permasalahan lain yang mungkin akan