Kerangka Pikir KAJIAN PUSTAKA

112 kerja Heinz, 2009, membangun budaya belajar, budaya kreatif dan budaya produktif Thompson,1973; Gill, Dar, Fluitman, 2000, melestarikan dan mengembangkan alam dan budaya daerah Bali; 4 mempersiapkan siswa untuk bekerja, berwirausaha, atau meneruskan ke perguruan tinggi Wardiman,1998; 5 memberdayakan siswa untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak Gill, Dar, Fluitman, 2000; 6 mengembangkan karier sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipilih Kellet, Humphrey, Sleeth, 2009; 7 melibatkan masyarakat pemangku kepentingan secara luas, utuh, benar, dan bertanggungjawab McGrath, S., 2009; 8 penarikan investasi luar negeri khususnya di bidang industri jasa pariwisata; dan 9 perluasan akses pendidikan. Artinya pengembangan SMK memerlukan pola pembudayaan kompetensi yaitu sebuah pola yang dapat membangun budaya belajar dan budaya bekerja yang bermakna baik secara mikro pada diri siswa, pendidik, tenaga kependidikan dan secara makro antar manusia pawongan, antara manusia dengan lingkungan palemahan, dan antara manusia dengan pencipta Tuhan Yang Mahaesa parhyangan. Pengembangan kualitas SMK di Bali disamping memperhatikan trend dan tantangan globalisasi juga sangat perlu memperhatikan kearifan-kearifan lokal daerah Bali. Sehingga SMK dapat berkembang secara berkelanjutan untuk kemajuan sosial bersama, memberi kontribusi pada pelestarian lingkungan dan budaya, bijak dalam menggunakan sumber daya alam, dan melakukan perbaikan tenaga kerja terdidik dan terlatih Chinien C and Singh M, 2009. Outcome dari SMK diharapkan bisa act locally and develop globally sebagai sosok seorang 113 pribadi lokal yang kuat mempertahankan nilai-nilai tradisi serta berpandangan internasional Cheng, Y.C., 2005. Keuntungan yang diperoleh yaitu masyarakat Bali dapat memelihara nilai-nilai tradisi dan identitas budaya Bali, mengakumulasikan pengetahuan-pengetahuan lokal Bali dalam menumbuhkan pengetahuan baru yang memberi kontribusi pada pertumbuhan masyarakat dan pengetahuan global. Pendidikan di SMK di Bali berkembang sesuai dinamika perubahan yang terjadi dan mengarahkan perubahan menuju pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat Bali, perkuatan peradaban bangsa, lahirnya masyarakat terpelajar, berbudaya kerja, berahlak mulia, sejahtera, toleran, harmoni dalam kemajemukan, jujur, saling mencintai, dan berketuhanan. Pendidikan SMK seharusnya memberi dan mendorong masyarakat Bali dalam mengapresiasi berbagai jenis-jenis pekerjaan dan jabatan penting bagi masyarakat. Kesadaran bahwa orang hidup butuh bekerja dijadikan bagian pokok dari pendidikan SMK. Harus disadari bahwa pendidikan SMK menjadi tanpa makna jika masyarakat Bali, penyelenggara, dan siswa kurang memiliki apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan, serta cara bekerja yang benar dan produktif sebagai kebiasaan habit hidup. Pendidikan SMK harus mampu meletakkan cara- cara berpikir, berkata, dan bertindak berdasarkan kompetensi terpola sebagai kebiasaan yang kemudian menjadi karakter yang menguntungkan. Mutu dan relevansi pendidikan SMK sangat ditentukan oleh mutu lingkungan terkondisi dan mutu proses interaksi dalam sistem. Mutu dan relevansi pendidikan SMK ditentukan oleh kualitas dan kuantitas interaksi serta kualitas dan ragam lingkungan sistem pendidikan SMK. Kemampuan menginternalisasi 114 konteks eksternal sebagai lingkungan terkondisi secara optimal dalam setiap proses interaksi kedalam sistem pendidikan SMK menurut Slamet PH 2008 akan sangat menentukan mutu dan relevansi pendidikan SMK dimasa depan secara berkesinambungan. Mencermati upaya-upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan SMK di Bali yang selama ini telah dilakukan dan adanya paradigma baru pengelolaan pendidikan dasar dan menengah dari sentralistik menuju desentralisasi maka pemerintah provinsi Bali dihadapkan pada tantangan kemandiriannya dalam melakukan inovasi dan pengembangan SMK secara berencana dan berkala untuk meningkatkan keunggulan lokal provinsi Bali dalam rangka mendorong penjaminan mutu pendidikan SMK yang relevan dengan kebutuhan masyarakat Bali, pemerintah Provinsi Bali, bangsa dan negara Indonesia. Pengembangan pendidikan SMK diharapkan menghasilkan output pendidikan manusia berbudaya kerja dan berbudaya belajar yang kompeten, beretoskerja, produktif, mandiri, dan bertanggungjawab. Maka SMK perlu menginternalisasikan konteks nilai-nilai ideology THK yang telah berkembang di dalam keluarga, masyarakat adat desa pakraman, pemerintah daerah, lembaga diklat, masyarakat dunia usaha-industri. Dengan menerapkan ideologi Tri Hita Karana yang digali dan dikembangkan polanya dari tatanan filosofis menjadi tatanan pragmatis masyarakat Bali sendiri maka relevansi inovasi dan pengembangan SMK menjadi sangat baik dan menyatu serta tidak akan terjadi cultural lack. Pengembangan pendidikan SMK di Bali akhirnya diharapkan menjadi pendidikan yang benar- benar berbasis masyarakat Bali dan berakar budaya Bali. Bali tumbuh dalam alam 115 dan kebudayaannya termasuk budaya kompetensi di SMK untuk menentukan masa depannya. Pengembangan SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi sejalan dengan pendapat Djohar 2008 memerlukan model penyelenggaraan pendidikan tingkat tiga yaitu pendidikan yang memberikan hasil perubahan perilaku ke arah perilaku manusia berperadaban. Bukan hanya pendidikan yang sekedar memperoleh pengetahuan dan perubahan apresiasi. Pendidikan berbasis budaya di SMK menghendaki penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai tingkat pembudayaan. Pada tingkat ini perubahan yang terjadi telah mencapai perubahan perilaku dalam berpikir, bertindak, dan mengapresiasi lingkungan. Anak didik memiliki ketajaman mereaksi keadaan lingkungan serta dan kejelian mencermati fenomena lingkungan yang belum diberdayakan dan dibudidayakan. THK sebagai local genius budaya Bali mengidentifikasi norma, nilai, dan aturan yang harus ditaati. THK adalah sebuah kesatuan yang utuh, sehingga segala program dan kebijakan yang menyangkut Bali harus dilakukan secara sinergis, integral, dan sistemik. Bali tumbuh dalam alam dan kebudayaannya, dan dengan alam dan kebudayaannya itulah Bali menentukan masa depannya. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengembangan alam dan kebudayaan Bali harus tetap berdasarkan Ideologi THK Agastia, 2007. THK sebagai budaya lokal menjadikan pendidikan di SMK sebagai satu kesatuan ekologis. Berdasarkan ideologi THK peserta didik di SMK seharusnya mengalami akulturasipenyesuaian diri dengan lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, lingkungan banjar, lingkungan desa adat, kecamatan, kabupatenkota, 116 provinsi, negara, regional, dan dunia. Sangat mungkin berlanjut menjadi inkulturasi pembawa perubahan bagi budaya Bali. Karena THK sebagai budaya lokal Bali sangat melekat dengan kehidupan anak sejak dari dalam kandungan, lahir, hidup, sampai mati. Mereka berpikir, merasakan, dan bertindak atas dasar budaya THK. Mereka merasa nyaman, tidak ragu-ragu, dan semuanya dijalankan dengan spontan reflektoris. Siswa dapat hidup di daerah sendiri, tidak tercerabut dari budaya lingkungannya. Mampu melihat kepentingan lokalnya, potensi lokalnya dan akhirnya memanfaatkan dan memelihara untuk hidupnya di samping membuka diri kepada perkembangan global. Untuk mewujudkan SMK yang bermutu, relevan dengan kebutuhan pembangunan SDM daerah Bali dan dikelola secara efisien SMK membutuhkan pola pembudayaan kompetensi yang dijiwai oleh akar budaya THK. Pembudayaan kompetensi yang mengintegrasikan budaya THK dengan konteks kemajuan ipteks, nilai-nilai dan harapan masyarakat Bali, dukungan pemerintah daerah Bali, dukungan masyarakat Bali, kebijakan pendidikan, dan tuntutan globalisasi. Pembudayaan kompetensi berarti semua dimensi pola pikir, tata nilai, pola perilaku kompeten membudaya dalam diri masyarakat SMK atau menjadi milik setiap orang, terintegrasi dalam perikehidupan diri sendiri maupun dalam tata kehidupan sosial masyarakat SMK. Terbudayakannya pola pikir, tata nilai, dan pola perilaku bahwa SMK adalah tempat untuk berlatih bekerja dan belajar yang nyaman, bermakna, dan menyenangkan. 117

D. Pertanyaan Penelitian

Pembudayaan kompetensi di SMK merupakan bagian penting dari aspek pendidikan kejuruan. Menurut Thompson 1997:11 dalam masyarakat yang berubah selalu terjadi perkembangan apa itu masyarakat dan apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh masyarakat mulai dari hal-hal praktis sampai ke hal-hal ideal filosofis. Pertanyaan pokok dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah konsepsi masyarakat Bali terhadap SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi yang dapat menyiapkan lulusan bekerja, melanjutkan, berwirausaha berpedoman pada nilai-nilai ideologi THK dan bagaimanakah praksis ideologi THK dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali. Kemudian pertanyaan pokok ini diturunkan menjadi empat pertanyaan bagian yaitu: 1 bagaimanakah konsepsi masyarakat Bali tentang pendidikan untuk dunia kerja; 2 bagaimanakah konsepsi masyarakat Bali tentang pengembangan pendidikan kejuruan di SMK; 3 nilai- nilai apakah dari ideologi THK yang dapat diinternalisasikan kedalam inovasi dan pengembangan kualitas dan relevansi pendidikan di SMK; dan 4 bagaimanakah praksis ideologi THK dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali. 118

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian praksis ideologi THK dalam pembudayaan kompetensi pada SMK di Bali, studi etnografi tentang konsepsi masyarakat Bali terhadap SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi termasuk jenis penelitian kualitatif etnografi. Studi ini secara kualitatif mendeskripsikan cara-cara masyarakat Bali dalam berpikir, berperilaku, menjalani hidup, dan melakukan persepsi diri terhadap SMK sebagai pusat pembudayaan kompetensi berbasis ideologi THK. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif etnografi dengan desain comprehension of the meaning of the action and text Creswell, 1994:146. Desain penelitian comprehension of the meaning of the action and text diarahkan kepada pemaknaan secara menyeluruh dan mendalam dari tindakan-tindakan atau kegiatan sosial budaya dan pendidikan masyarakat Bali dalam kaitannya dengan pola pembudayaan kompetensi di SMK berbasis ideologi THK. Termasuk pemaknaan atas naskah atau teks hasil-hasil dari kegiatan sosial budaya dan pendidikan masyarakat Bali. Penelitian etnografi mempelajari peristiwa kultural, menyajikan pandangan hidup subjek studi, merupakan model penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan landasan filsafat phenomenologi Kabuto, 2008; O’Reilly, 2005. Penelitian etnografi mendeskripsikan tentang cara berpikir, cara hidup, cara berperilaku sebagai “social settings study” Denzin, 2000: 457. Ethnografer harus mendengarkan apa yang dikatakan oleh warga masyarakat, melakukan observasi