78
pengaruh meningkatnya primary pressure. Hal ini akan mengakibatkan proses pencampuran antara primary fluid dan secondary fluid tidak berlangsung dengan
optimal [Sriveerakul et al., 2007]. Selain itu, back pressure juga dipengaruhi oleh tekanan primary fluid saat melewati primary nozzle lebih besar daripada
secondary fluid, sehingga mengakibatkan aliran primary fluid mengalir masuk ke dalam saluran evaporator [Chunnanond dan Aphornratana, 2004].
4.3. Pengaruh Secondary Temperature Terhadap Nilai Expansion Ratio
Dengan Menggunakan Variasi Primary Pressure Pada NXP -5 mm, NXP 0 mm, dan NXP +5 mm
1 2
3 4
6 12
18 24
30
E xp
an si
on Rat
io
Primary Pressure bar
Secondary Temperature 50
C Secondary Temperature 60
C Secondary Temperature 70
C Secondary Temperature 80
C
Gambar 4.9 Grafik pengaruh secondary temperature terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada NXP -5 mm, NXP 0
mm, dan NXP +5 mm.
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa nilai expansion ratio semakin meningkat seiring dengan meningkatnya primary pressure untuk semua primary
nozzle exit position NXP. Expansion ratio merupakan perbandingan antara tekanan pada fluida primer primary pressure dengan tekanan pada fluida
sekunder secondary pressure [Chandra dan Ahmed, 2014]. Oleh karena itu, nilai expansion ratio mempunyai nilai yang tinggi pada saat nilai secondary
79
temperature paling rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui grafik pada Gambar 4.9, dimana nilai expansion ratio paling tinggi terletak pada secondary
temperature 50 ˚C dan terus meningkat seiring dengan meningkatnya primary
pressure dengan nilai expansion ratio sebesar 8,0972, 16,1943, 24,2915, dan 32,3887 pada primary pressure 1 bar, 2 bar, 3 bar, dan 4 bar. Sedangkan nilai
expansion ratio paling rendah akan dihasilkan pada saat nilai secondary temperature paling tinggi, dimana pada secondary temperature
80 ˚C menghasilkan nilai expansion ratio paling rendah dan terus meningkat seiring
dengan meningkatnya primary pressure dengan nilai expansion ratio sebesar 2,1101, 4,2203, 6,3304, dan 8,4406 pada primary pressure 1 bar, 2 bar, 3 bar, dan
4 bar.
4.4. Pengaruh Primary Pressure Terhadap Nilai Expansion Ratio Dengan
Menggunakan Variasi Secondary Temperature Pada NXP -5 mm, NXP 0 mm, dan NXP +5 mm
Gambar 4.10 menunjukkan bahwa nilai expansion ratio semakin menurun seiring dengan meningkatnya secondary temperature. Expansion ratio
dapat diartikan sebagai perbandingan antara primary pressure dengan secondary pressure [Chandra dan Ahmed, 2014], dimana nilai expansion ratio meningkat
apabila primary pressure meningkat dan secondary temperature menurun, sedangkan nilai expansion ratio menurun apabila primary pressure menurun dan
secondary temperature meningkat. Hal ini dapat dibuktikan melalui grafik pada Gambar 4.10, dimana nilai expansion ratio paling tinggi dihasilkan saat primary
pressure 4 bar dan terus menurun seiring dengan meningkatnya secondary temperature dengan nilai expansion ratio sebesar 32,3887, 20,5761, 12,8246, dan
8,4406 pada secondary temperature 50 ˚C, 60 ˚C, 70 ˚C, dan 80 ˚C. Sedangkan
nilai expansion ratio paling rendah dihasilkan saat primary pressure 1 bar, dimana nilainya terus menurun seiring dengan meningkatnya secondary temperature
dengan nilai expansion ratio sebesar 8,0972, 5,1440, 3,2062, dan 2,1101 pada secondary temperature
50 ˚C, 60 ˚C, 70 ˚C, dan 80 ˚C. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
50 60
70 80
6 12
18 24
30
E xp
an si
on Rat
io
Secondary Temperature
C
Primary Pressure 1 bar Primary Pressure 2 bar
Primary Pressure 3 bar Primary Pressure 4 bar
Gambar 4.10 Grafik pengaruh primary pressure terhadap nilai expansion ratio dengan menggunakan variasi secondary temperature pada NXP -5 mm, NXP 0
mm, dan NXP +5 mm.
4.5. Pengaruh Primary Nozzle Exit Position Terhadap Hubungan Antara