68
4.1.1. Pengaruh Primary Nozzle Exit Position Terhadap Nilai Entrainment
Ratio Dengan Menggunakan Variasi Primary Pressure Pada Secondary Temperature
50 ˚C
1 2
3 4
-0,6 -0,4
-0,2 0,0
0,2 0,4
E n
tr ain
m en
t Rat io
Primary Pressure bar
NXP -5 mm NXP 0 mm
NXP +5 mm
Gambar 4.1 Grafik pengaruh primary nozzle exit position terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada secondary
temperature 50 ˚C.
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa nilai entrainment ratio menurun seiring dengan meningkatnya primary pressure. Primary pressure mempunyai nilai
tekanan yang sangat rendah saat melewati primary nozzle yang diakibatkan karena efek penyempitan penampang aliran converging section. Perbedaan signifikan
antara tekanan fluida primer primary pressure dan tekanan fluida sekunder secondary pressure mengakibatkan kecepatan aliran secondary fluid meningkat
dan terhisap ke dalam area mixing chamber [Sriveerakul et al., 2007]. Apabila primary pressure terus meningkat dan mengakibatkan primary pressure lebih
besar daripada secondary pressure saat melewati primary nozzle, maka akan terjadi back pressure. Back pressure terjadi karena area penghisapan entrained
duct pada area mixing chamber semakin sempit, sehingga secondary fluid tidak terhisap ke dalam area mixing chamber dan mengakibatkan primary fluid
mengalir ke dalam saluran evaporator karena besarnya tekanan pada primary fluid PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
[Chunnanond dan Aphornratana, 2004]. NXP +5 mm mempunyai nilai entrainment ratio paling optimal daripada NXP 0 mm dan NXP -5 mm.
Sedangkan back pressure tejadi pada NXP 0 mm dengan nilai entrainment ratio - 0,3652 pada primary pressure 1 bar, dan pada NXP -5 mm dengan nilai
entrainment ratio -0,1072 dan -0,0800 pada primary pressure 3 bar dan 4 bar.
4.1.2. Pengaruh Primary Nozzle Exit Position Terhadap Nilai Entrainment
Ratio Dengan Menggunakan Variasi Primary Pressure Pada Secondary Temperature 60
˚C
1 2
3 4
-0,6 -0,4
-0,2 0,0
0,2 0,4
E n
tr ain
m en
t Rat io
Primary Pressure bar
NXP -5 mm NXP 0 mm
NXP +5 mm
Gambar 4.2 Grafik pengaruh primary nozzle exit position terhadap nilai entrainment ratio dengan menggunakan variasi primary pressure pada secondary
temperature 60 ˚C.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai entrainment ratio menurun apabila primary pressure meningkat. Primary pressure mempunyai nilai tekanan yang
sangat rendah saat melewati primary nozzle yang diakibatkan karena efek penyempitan penampang aliran converging section. Perbedaan signifikan antara
tekanan fluida primer primary pressure dan tekanan fluida sekunder secondary pressure mengakibatkan kecepatan aliran secondary fluid meningkat dan terhisap
ke dalam area mixing chamber [Sriveerakul et al., 2007]. Primary pressure yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
terus meningkat melebihi secondary pressure saat melewati primary nozzle akan mengakibatkan terjadinya back pressure. Back pressure terjadi karena area
penghisapan entrained duct semakin sempit, sehingga secondary fluid tidak terhisap sempurna oleh primary fluid ke dalam area mixing chamber dan
mengakibatkan primary fluid mengalir ke dalam saluran evaporator karena besarnya tekanan pada primary fluid [Chunnanond dan Aphornratana, 2004].
NXP +5 mm mempunyai nilai entrainment ratio paling optimal daripada NXP 0 mm dan NXP -5 mm, dimana terjadi back pressure dengan nilai entrainment ratio
-0,0625 pada primary pressure 4 bar. Untuk NXP 0 mm, back pressure terjadi pada primary pressure 1 bar dan 4 bar dengan nilai entrainment ratio -0,4049 dan
-0,1957. Sedangkan pada NXP -5 mm, back pressure terjadi pada primary pressure 3 bar dan 4 bar dengan nilai entrainment ratio -0,1071 dan -0,0904.
4.1.3. Pengaruh Primary Nozzle Exit Position Terhadap Nilai Entrainment