Hukum Gas Ideal Diagram Alir Penelitian Prosedur Penelitian

34 laminer melewati nilai Reynolds number Re pada batas kritis bawah Re 2000 dan berada di bawah nilai Reynolds number Re pada batas kritis atas Re 4000. Perubahan aliran tersebut diakibatkan oleh berkurangnya viskositas pada aliran laminer sehingga menyebabkan kecepatan aliran semakin meningkat. Untuk memberikan gambaran tentang perbedaan antara jenis aliran laminer, transisi, dan turbulen dapat dilihat pada Gambar 2.21. Gambar 2.21 Aliran laminer, transisi, dan turbulen [Munson et al., 2009].

2.10. Hukum Gas Ideal

Gas mempunyai sifat yang lebih mudah untuk dimampatkan daripada cairan. Kerapatan gas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan dan temperatur. Hubungan antara kerapatan massa gas ρ, tekanan p, dan temperatur T dapat dilihat melalui persamaan Hukum Gas Ideal yang dituliskan ke dalam persamaan 2.13. T R p     2.13 dengan rapat massa gas ρ dinyatakan dalam satuan kilogram per meter kubik kgm 3 , tekanan p dinyatakan dalam satuan Pascal Pa atau Nm 2 , temperatur dinyatakan dalam satuan Kelvin K, dan specific heat R dinyatakan dalam satuan meter kuadrat per detik kuadrat Kelvin m 2 s 2 .K. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35

2.11. Kinematika Fluida

Aliran zat cair dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam [Triatmodjo, 2013], antara lain: a. Aliran invisid dan viskos b. Aliran kompresibel dan tak kompresibel c. Aliran laminer dan turbulen d. Aliran mantap steady flow dan tak mantap unsteady flow e. Aliran seragam dan tak seragam

2.11.1. Aliran Invisid dan Viskos

Aliran invisid adalah aliran yang mempunyai nilai kekentalan zat cair dianggap nol = 0. Akan tetapi, zat cair dengan nilai = 0 tidak ada di alam. Hal ini hanya dijadikan sebagai anggapan untuk menyederhanakan permasalahan yang sangat kompleks dalam hidraulika. Akibat nilai = 0, maka tidak terjadi tegangan geser antara partikel zat cair dengan partikel yang lainnya. Sehingga pada kondisi tertentu asumsi bahwa nilai = 0 dapat diterima untuk zat cair dengan nilai yang kecil seperti air [Triatmodjo, 2014]. Aliran viskos adalah aliran yang memperhitungkan nilai kekentalan . Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya tegangan geser antara partikel zat cair yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Apabila zat cair mengalir melalui bidang batas yang diam, zat cair yang berhubungan langsung dengan bidang batas tersebut akan mempunyai kecepatan nol diam. Kecepatan zat cair akan bertambah sesuai dengan jarak dari bidang tersebut. Apabila medan aliran sangat dalam atau lebar, aliran tidak lagi dipengaruhi oleh hambatan bidang batas. Pada daerah tersebut kecepatan aliran hampir seragam fully developed velocity [Triatmodjo, 2014]. Untuk dapat mengetahui proses terjadinya fully developed velocity dapat dilihat pada Gambar 2.22. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 Gambar 2.22 Developing velocity profiles and pressure change [White, 2011]. Terdapat suatu persamaan yang terdapat pada kondisi fully developed velocity. Persamaan tersebut dituliskan ke dalam persamaan 2.14. . const dA u Q     2.14

2.11.2. Aliran Kompresibel dan Tak Kompresibel

Semua jenis fluida termasuk zat cair termasuk jenis aliran kompresibel. Aliran kompresibel merupakan aliran yang nilai rapat massanya akan berubah sesuai dengan perubahan nilai tekanan. Akan tetapi pada aliran mantap dengan perubahan rapat massa yang kecil sering dilakukan penyederhanaan dengan menganggap bahwa zat cair merupakan aliran tidak kompresibel dan mempunyai nilai rapat massa yang konstan. Penyederhanaan ini tidak dapat dilakukan pada aliran tak mantap melalui pipa di mana dapat terjadi perubahan tekanan yang sangat besar [Triatmodjo, 2014].

2.11.3. Aliran Laminer dan Turbulen

Aliran zat cair yang mempunyai nilai kekentalan viskositas disebut dengan aliran viskos. Aliran viskos dapat dibedakan menjadi 2 dua tipe, yaitu aliran laminer dan turbulen [Triatmodjo, 2013]. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37

2.11.3.1. Aliran Laminer

Pada aliran laminer, partikel-partikel zat cair bergerak teratur mengikuti lintasan yang saling sejajar. Aliran laminer terjadi apabila aliran mempunyai kecepatan aliran yang rendah dan viskostas yang tinggi [Triatmodjo, 2013]. Gambar 2.23 Aliran laminer - kecepatan aliran rendah [White, 2011]. Gambar 2.24 Aliran laminer dalam pipa [White, 2011].

2.11.3.2. Aliran Turbulen

Pada aliran turbulen, gerak partikel-partikel zat cair tidak teratur. Aliran turbulen terjadi apabila aliran mempunyai kecepatan aliran yang tinggi dan viskositas yang rendah [Triatmodjo, 2013]. Gambar 2.25 Aliran turbulen - kecepatan aliran tinggi [White, 2011]. Gambar 2.26 Aliran turbulen dalam pipa [White, 2011]. 38

2.11.4. Aliran Mantap dan Tak Mantap

Aliran mantap steady flow terjadi apabila variabel pada aliran seperti kecepatan aliran V, tekanan p, rapat massa ρ, luas penampang aliran A, debit aliran Q, dan lain sebagainya tidak berubah terhadap waktu. Keadaan yang terjadi pada aliran mantap dapat dituliskan dalam persamaan 2.15 [Triatmodjo, 2014]. ; ; ; ;                t Q t A t t p t V  2.15 Sedangkan aliran tidak mantap unsteady flow terjadi apabila variabel pada aliran berubah terhadap waktu. Keadaan yang terjadi pada aliran tidak mantap dapat dituliskan dalam persamaan 2.16 [Triatmodjo, 2014]. ; ; ; ;                t Q t A t t p t V  2.16

2.11.5. Aliran Seragam dan Tidak Seragam

Suatu aliran disebut seragam uniform flow apabila tidak ada perubahan variabel aliran terhadap besar dan arah dari kecepatan aliran. Keadaan yang terjadi pada aliran seragam dapat dituliskan dalam persamaan 2.17 [Triatmodjo, 2014]. ; ; ; ;                s Q s A s s p s V  2.17 Sedangkan aliran tak seragam non uniform flow terjadi apabila semua variabel aliran berubah terhadap besar dan arah kecepatan aliran. Keadaan yang terjadi pada aliran tidak seragam dapat dituliskan dalam persamaan 2.18 [Triatmodjo, 2014]. ; ; ; ;                s Q s A s s p s V  2.18

2.12. Viskositas Kekentalan

Kekentalan adalah sifat zat cair yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan geser pada waktu bergerak. Tegangan geser ini akan mengubah sebagian 39 energi aliran menjadi bentuk energi lain seperti panas, suara, dan sebagainya. Perubahan bentuk energi tersebut akan menyebabkan aliran akan kehilangan tenaga [Triatmodjo, 2013].

2.12.1. Hukum Newton Tentang Kekentalan Zat Cair

Gambar 2.27 Newtonian shear distribution [White, 2011]. Gambar 2.28 Tegangan geser pada dua penampang paralel [Munson et al., 2009]. Hukum Newton tentang kekentalan zat cair menyatakan bahwa tegangan geser yang terjadi antara dua partikel zat cair yang berdampingan adalah sebanding dengan perbedaan kecepatan dari partikel yang bergerak [Triatmodjo, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 2013]. Pernyataan tersebut dapat dituliskan ke dalam persamaan 2.19 serta ditunjukkan pada Gambar 2.27 dan Gambar 2.28. d y d u     2.19 dengan µ mu adalah viskositas dinamik yang dinyatakan dalam satuan Newton detik per meter kuadrat N.sm 2 dan τ tau adalah tegangan geser yang dinyatakan dalam satuan Newton per meter persegi Nm 2 . Seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.19, Gambar 2.27, dan Gambar 2.28 dapat diketahui bahwa pelat bagian bawah diam dan pelat bagian atas bergerak. Partikel fluida yang bersinggungan dengan plat yang bergerak mempunyai kecepatan yang sama dengan plat tersebut. Tegangan geser τ antara dua lapis zat cair adalah sebanding dengan gradien kecepatan dalam arah tegak lurus dengan gerak dudy.

2.13. Pengukuran Debit Aliran

2.13.1. Teori Hambatan Bernoulli Bernoulli Obstraction Theory

Gambar 2.29 Perubahan tekanan dan kecepatan pada Bernoulli Obstruction Meter [White, 2011]. 41 Suatu aliran melewati pipa yang mempunyai penampang dengan diameter mayor D akan mengalami desakan akibat terjadinya penyempitan penampang dengan ukuran diameter minor d sehingga menghasilkan rasio geometri β di antara kedua penampang tersebut. D d   2.20 Penampang aliran akan menyempit ketika melewati vena contracta yang mempunyai nilai diameter D 2 d. Dengan menggunakan persamaan Bernoulli dan kontunyuitas, maka dapat diketahui besarnya debit aliran Q yang dituliskan dalam persamaan 2.21 [White, 2011]. 2 1 4 2 1 1 2             p p A C V A Q t d t t 2.21 dengan t merupakan notasi dari throat pada hambatan aliran, d C merupakan discharge coefficient yang tidak mempunyai satuan, dimana d C didapatkan dari fungsi dari nilai β dan Re D . Nilai d C akan dipengaruhi oleh jenis alat pada Bernoulli Obstruction Meter yang digunakan. Re , D d f C   2.22 di mana,  D V D 1 Re 

2.13.2. Orifice Plate

Orifice plate merupakan alat pada Bernoulli Obstruction Meter yang digunakan pada penelitian ini. Orifice plate yang digunakan merupakan jenis Thin Plate Orifice yang mempunyai hubungan antara nilai Re D dan C d seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.30 [White, 2011]. 42 Gambar 2.30 Grafik hubungan antara Re d dan C d untuk Thin Plate Orifice [White, 2011]. Thin Plate Orifice dapat dibuat dengan nilai β antara 0,2 sampai 0,8, dengan aturan bahwa ukuran d 12.5 mm. Untuk mengukur besarnya tekanan pada p 1 dan p 2 , biasanya digunakan 3 tiga tipe sambungan, yaitu: a. Sambungan menyudut, dimana orifice plate menyambung langsung dengan dinding pipa. b. Sambungan D : ½ D, dimana orifice plate menyambung dengan jarak D pada pipa hulu, dan ½ D pada pipa hilir. c. Sambungan flens. Besarnya nilai C d selain dapat diketahui melalui grafik pada Gambar 2.30 juga dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.23. 2 3 1 4 4 75 , 5 , 2 0337 , 1 09 , Re 71 , 91 F F f C D d                  2.23 di mana, 8 1 , 2 184 , 0312 , 5959 ,         f 2.24 sedangkan besarnya nilai F 1 dan F 2 untuk setiap tipe pada ketiga jenis sambungan orifice plate yaitu: 43 a. Untuk sambungan menyudut F 1 = 0 F 2 = 0 b. Untuk sambungan D : ½ D F 1 = 0.4333 F 2 = 0.47 c. Untuk sambungan flens 1 in D 3 , 2  D 1 2 in D F   1 F 4333 , 3 , 2 , 2   D 44 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

Penelitian tentang performa pada steam ejector terhadap ukuran primary nozzle exit position NXP terdiri atas berbagai macam proses dari awal hingga akhir yang dapat digambarkan melalui diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Studi Pustaka Tentang Steam Ejector Pembuatan Desain Steam Ejector Konsultasi Desain Steam Ejector Dengan Dosen Pembimbing Persiapan Alat dan Bahan Pembuatan Komponen Steam Ejector Proses Pembuatan Komponen Steam Ejector: 1. Boiler 2. Evaporator 3. Bed Mesin 4. Ejector 5. Condenser A 45 A Pengambilan Data Penelitian Pada Steam Ejector Dengan Menggunakan Variasi Pada Primary Nozzle Exit Position NXP Data Penelitian yang Dibutuhkan Sudah Lengkap? Ya Tidak Analisis Data Penelitian Tidak Ya B Hasil Analisis Data Penelitian Sudah Benar? PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.

3.2. Alat Penelitian

3.2.1. Sistem Alat Penelitian

Gambar 3.2 Skema sistem alat penelitian. B Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian Kesimpulan dan Saran Selesai Boiler Evaporator Ejector Kondensor Reservoir 47 Tabel 3.1 Keterangan simbol pada skema sistem alat penelitian.

3.2.2. Sistem Steam Ejector

Penelitian ini menggunakan sistem steam ejector seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Gambar 3.3 Sistem steam ejector. No. Simbol Keterangan 1 Water Heater Element 2 Pressure Gauge 3 Thermocouple 4 Expansion Valve 5 Drain Valve 6 Manometer Pipa U 7 Circulating Pump 48 Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 menunjukkan skema dari steam ejector dan penampang aliran pada steam ejector yang digunakan pada penelitian ini. Sedangkan pada Gambar 3.6 menunjukkan komponen pada steam ejector beserta dengan ukuran komponennya. Skema steam ejector dirancang dan didesain dengan menggunakan program Solidworks 2013. Gambar 3.4 Steam ejector yang digunakan pada penelitian. Gambar 3.5 Penampang aliran pada steam ejector. 49 A 2 3 4 5 1 B Gambar 3.6 Komponen steam ejector pada penelitian beserta dengan ukurannya. keterangan: A. Primary fluid from boiler B. Secondary fluid from evaporator 1. Suction chamber 2. Primary nozzle 3. Mixing Chamber 4. Ejector throat 5. Subsonic diffuser

3.3. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 dua macam variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dan variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Aphornratana dan Eames 1997, Sriveerakul et al. 2007, Chandra dan Ahmed 2014, dan Tashtoush et al. 2015. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50

3.3.1. Variabel Bebas

Terdapat beberapa macam variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini, di mana variabel bebas penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Variabel bebas pada penelitian. No. Nama Variabel Simbol 1 Tekanan kerja pada fluida primer primary pressure. P p 2 Temperatur kerja pada fluida sekunder secondary temperature. T s 3 Jarak primary nozzle exit position yang terdapat di dalam ejector. NXP

3.3.2. Variabel Terikat

Beberapa macam variabel terikat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Variabel terikat pada penelitian. No. Nama Variabel Simbol 1 Laju aliran massa fluida primer primary mass flow rate ṁp 2 Laju aliran massa fluida sekunder secondary mass flow rate ṁs 3 Tekanan kerja fluida sekunder secondary pressure Ps 4 Temperatur kerja saat keluar ejector To 5 Tekanan kerja saat keluar ejector Po 6 Selisih ketinggian ukuran pada Manometer Pipa U Δh 7 Perbedaan tekanan yang terbaca pada Manometer Pipa U ΔP 8 Rapat massa fluida density ρ 9 Viskositas dinamik dynamic viscosity 10 Viskositas kinematik kinematic viscosity 11 Kecepatan aliran fluida velocity V 51 12 Reynolds number Re 13 Debit aliran Q 14 2 dua parameter performa steam ejector : a. Entrainment Ratio b. Expansion Ratio ω ER

3.4. Prosedur Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa macam variasi dalam pelaksanaan pengujian. Variasi penelitian tersebut antara lain primary pressure, secondary temperature, dan ukuran primary nozzle exit position NXP seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Tekanan dan temperatur pada boiler dan evaporator, beserta dengan ukuran NXP yang digunakan pada penelitian. Primary Pressure bar Secondary Temperature ˚C Primary Nozzle Exit Position mm 1 50 -5 +5 2 60 3 70 4 80 Variasi yang dilakukan pada penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian tentang steam ejector yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa referensi penelitian tersebut merupakan penelitian yang telah dilakukan oleh Aphornratana dan Eames 1997, Sriveerakul et al. 2007, Chandra dan Ahmed 2014, dan Tashtoush et al. 2015. Untuk mengetahui secara jelas posisi dari variasi primary nozzle exit position NXP yang dilakukan pada penelitian ini, maka dapat dilihat pada gambar berikut. 52 Gambar 3.7 Primary nozzle exit position NXP +5 mm. Gambar 3.8 Variasi pada steam ejector dengan menggunakan NXP +5 mm. 53 Gambar 3.9 Primary nozzle exit position NXP 0 mm. Gambar 3.10 Variasi pada steam ejector dengan menggunakan NXP 0 mm. 54 Gambar 3.11 Primary nozzle exit position NXP -5 mm. Gambar 3.12 Variasi pada steam ejector dengan menggunakan NXP -5 mm. 55 Mulai Input Air Pada Boiler dan Evaporator Variasi Penelitian Awal Menggunakan Ukuran NXP 0 mm Heater Pada Boiler dan Evaporator Dihidupkan Setting Tekanan Boiler Primary Pressure dan Temperatur Evaporator Secondary Temperature Sesuai Dengan Tabel 3.4 Tidak Primary Pressure dan Secondary Temperature Sudah Sesuai? Ya A Primary Expansion Valve Dibuka Selisih ketinggian merkuri air raksa pada Manometer Pipa U diukur untuk menghitung debit aliran Q. Primary temperature diukur denggan temperature controller Thermocouple Type K dan Thermo Display APPA, sedangkan primary pressure diukur dengan menggunakan Bourdon Tube Pressure Gauge. Prosedur pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan dari awal hingga akhir yang dapat dijelaskan melalui diagram alir seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.13. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56 Secondary Expansion Valve Dibuka Selisih ketinggian merkuri air raksa pada Manometer Pipa U diukur untuk menghitung debit aliran Q. Secondary temperature diukur dengan temperature controller Thermocouple Type K dan Thermo Display APPA. A Mengganti Variasi Penelitian Pada Primary Pressure dan Secondary Temperature Mengganti Variasi Penelitian Dengan NXP -5 mm dan NXP +5 mm Lakukan Prosedur Penelitian Dari Awal Selesai Gambar 3.13 Diagram alir prosedur pelaksanaan penelitian.

3.5. Alat Penelitian

Dokumen yang terkait

Investigasi parameter entrainment ratio steam ejector terhadap model circle dan square nozzle pada perubahan NXP menggunakan computational fluid dynamic.

0 1 177

Analisis eksperimental efek area ratio throat terhadap entrainment ratiosteam ejector refrigeration system.

2 7 131

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 2 17

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 5

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 29

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 21

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH DIAMETER NOZZLE TERHADAP UNJUK KERJA STEAM EJECTOR PADA SISTEM REFRIGERASI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 1

ANALISA PENGARUH VARIASI SUDUT MIXING CHAMBER INLET TERHADAP ENTRAINMENT RATIO PADA STEAM EJECTOR DENGAN MENGGUNAKAN CFD Bachtiar Setya Nugraha

0 0 9

CFD Analysis of Nozzle Exit Position Effect in Ejector Gas Removal System in Geothermal Power Plant

0 0 13