6
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Solar Cell
Solar cell yang berarti sel surya merupakan komponen elektronik yang dapat mengubah atau mengkonversikan energi cahaya gelombang pendek menjadi energi
listrik.[4] Sel surya umumnya memiliki ketebalan minimum 0.3 mm. Sel surya terbuat dari bahan semikonduktor dengan kutub positif dan kutub negatif. Solar cell dalam
pembuatannya menggunakan bahan silikon kristal yang umumnya banyak dan sering digunakan. Sel surya memanfaatkan sumber energi cahaya atau sinar matahari yang
merupakan sumber paling hemat energi dan tidak pernah habis. Sinar matahari diubah oleh material dalam solar cell menjadi energi listrik yang kemudian dapat digunakan pada
peralatan – peralatan elektronik. Satu sel surya dapat menghasilkan tegangan DC sebesar 0.5 – 0.6 V, maka itu sel surya dihubungkan secara seri untuk membentuk sebuah modul
Solar cell. Sel surya yang dihubungkan menjadi satu modul mencapai 28 -36 sel untuk mendapatkan tegangan DC sebesar 12 V. Satu modul solar cell dalam aplikasinya juga
masih menghasilkan energi atau tenaga listrik yang kecil atau rendah, rata – rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu modul tersebut sebesar 130 Watt. Maka
itu dalam penggunaannya, modul – modul tersebut dapat disusun menjadi satu digabungkan sehingga membentuk sebuah array, yang dapat menghasilkan tenaga listrik
yang lebih besar.[5] Prinsip dasar dari solar cell adalah efek fotovoltaik yang telah ditemukan oleh
seorang ilmuwan yang berasal dari Perancis, Alexander Edmond Becquerel, pada tahun 1839. Efek fotovoltaik adalah pelepasan muatan positif dan negatif dalam materi padat
melalui cahaya. Beliau menggunakan perbedaan potensial dari sebuah larutan kimia yang terkena sinar matahari dan satunya yang tidak terkena sinar matahari. Pada larutan tersebut
kemudian dimasukkan elektroda platina. Dari percobaan ini beliau mendapatkan adanya aliran listrik.[4]
Pada tahun 1905, Albert Einstein dapat menjelaskan tentang efek fotovoltaik secara teori. Melalui teori Quantum, beliau dapat menjelaskan bahwa cahaya memiliki sifat
sebagai gelombang dan juga photon. Dengan percobaannya, Einstein menjelaskan untuk efek fotovoltaik bahwa cahaya bersifat seperti kumpulan dari bagian – bagian kecil yang
disebut photon. Energi photon ini bergantung pada panjang gelombang cahaya. Jika cahaya mengenai sebuah logam dan memiliki energi yang cukup, elektron yang berada di dalam
logam yang terkena photon tersebut, akan terlepas dari ikatan energi di dalam atomnya. Dengan lepasnya ikatan energi ini, elektron – elektron tersebut dapat berpindah atau
mengalir, disitulah terjadi energi listrik[4]. Gambar 2.1 menunjukan bagaimana solar cell mengubah sinar matahari menjadi energi listrik dan bentuk fisik dari solar cell.
a b
Gambar 2.1. a. Sistem kerja dalam Solar cell b. Bentuk fisik Solar Cell. Menurut struktur kristalnya, solar cell dapat dibedakan menjadi monokristal,
polikristal, dan amorph. Solar cell monokristal memiliki warna biru gelap atau hitam dan memiliki struktur yang teratur dengan efisiensi tertinggi dibandingkan dengan sel surya
yang lainnya yaitu mencapai 20. Kemudian yang kedua, solar cell polokristal merupakan sel surya yang terdiri atas banyak kristal silisium kecil yang disebut juga
multikristal. Sel surya ini umumnya berwarna biru, namun tidak setua monokristal. Polikristal dibuat dari coran silusium yang berbentuk seperti bunga kristal es pada
permukaannya. Solar cell polikristal tidak memiliki efisiensi sebesar monokristal, yaitu hanya mencapai 16. Namun sel surya jenis polikristal memiliki kelebihan dalam bidang
ekonomi, yaitu biaya penggunaannya yang tidak setinggi penggunaan monokristal. Kelebihan kedua dari sel surya polikristal yaitu efisiensi yang dimilikinya tidak cepat turun