Deksametason Densitometri PENELAAHAN PUSTAKA

dengan reseptor akan menyaingi histamin sebagai agen alergi, sehingga reaksi alergi dapat terhindarkan Tjay dan Rahardja, 2002.

B. Deksametason

Gambar 3. Struktur deksametason Tablet Deksametason mengandung deksametason, C 23 H 20 FO 5 , tidak kurang dari 90 dan tidak lebih dari 110,0 dari jumlah yang tertera di etiket. Deksametason gambar 3. memiliki berat molekul 392,47 gmol. Pemerian hablur putih sampai praktis putih, tidak berbau, stabil di udara, melebur pada suhu lebih kurang 250 o C disertai peruraian. Tabel II. menunjukkan karakteristik yang dimiliki deksametason. Deksametason memiliki kelarutan yaitu praktis tidak larut di dalam air; larut dalam etanol dengan perbandingan 1: 42 dan larut dalam kloroform dengan perbandingan 1 : 165, larut dalam aseton, larut dalam metanol dan eter Moffat, 2011. Tabel II. Sifat karakteristik yang dimiliki deksametason Moffat, 2005 No. SifatKarakteristik Keterangan 1 Titik didih 268 - 271° C 2 Bobot molekul 392,5 4 Log P 1,8 Berdasarkan struktur molekul, deksametason memiliki gugus kromofor pada gugus sikloheksadienon. Gambar 4. menunjukkan bahwa deksametason merupakan senyawa yang memiliki panjang gelombang maksimum 240 nm pada pelarut metanol Moffat, 2011. Gambar 4. Spektra Deksametason Moffat, 2011 Deksametason merupakan obat antiradang golongan glukokortikoid Hayes, 1991. Kerja obat antiradang glukokortikoid menghambat enzim fosfolipase A2 secara tidak langsung dengan menginduksi sintesis protein Glipokortin G Campbell, 1991.

C. Kromatografi Lapis Tipis KLT

1. Tinjuan umum

Kromatografi merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan suatu campuran. Teknik ini ditemukan oleh Tsweet. Pada tahun 1983, Ismailoff dan Schraiber mengembangkan teknik kromatografi lapisan tipis KLT yang disebut juga sebagai kromatografi kolom terbuka Khopkar, 1990. Metode kromatografi merupakan metode yang digunakan untuk menentukan jenis komponen terpisah analisis kualitatif dan metode penentuan jumlah komponen-komponen tersebut analisis kuantitatif Harjadi, 1986. Metode KLT memiliki kelebihan antara lain sederhana, pemisahannya cepat dan sensitif. Analisis kuantitatif KLT dilakukan dengan menggunakan KLT- densitometri Khopkar, 1990. Proses pengembangan kromatogram terjadi ketika fase gerak melewati lokasi bercak dan fase diam permukaan partikel-partikeldi dalam pori-pori partikel maupun terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat di permukaan atau dalam pori. Sampel melintasi plat dengan bantuan aksi kapilaritas fase gerak Dean, 1995. Mekanisme pemisahan yang terjadi pada kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika adalah mekanisme adsorpsi. Mekanisme tersebut merupakan mekanisme pemisahan dengan penyerapan analit pada permukaan yang melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang diinduksi oleh dipol Rohman, 2009. Jika digunakan fase diam yang bersifat polar, fase gerak yang polar akan diadsorbsi lebih kuat dibanding yang kurang polar. Hal ini berlaku sebaliknya pada fase diam non polar. Kompetisi terjadi antara substansi yang dianalisis dan fase gerak pada permukaan adsorben. Semakin polar substansi yang dikromatografi dibanding fase gerak, maka substansi akan semakin kuat diadsorbsi dibanding fase gerak. Hal sebaliknya, jika fase gerak lebih kuat diadsorbsi maka fase gerak akan menggantikan molekul yang dikromatografi sehingga dapat dielusi bersama fase gerak Gasparic, 1978. Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya D dan besarnya D ditentukan afinitas relatif solut pada kedua fase. Nilai D adalah perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam Cs dan dalam fase gerak Cm. Semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan sebaliknya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan Rohman, 2009.

2. Sistem KLT a. Fase Diam

Biasanya sering digunakan sebagai materi adalah silika gel, bubuk selulosa, tanah diatome, dan kieselguhr. Mekanisme sorpsi desorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi Rohman, 2009. Gel silika adalah bentuk dari silikon dioksida silika. Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Struktur permukaan gel silika gambar 5. menunjukkan bahwa atom silikon berlekatan pada gugus –OH. Gambar 5. Struktur gel silika Habtemariam, 2006 Tabel III. Karakteristik lapisan fase diam yang digunakan untuk TLC Poole,1988 cit. Spangenberg, dkk., 2010, p 59

b. Fase Gerak

Sistem paling sederhana dari fase gerak KLT adalah campuran 2 pelarut organik yang diatur komposisinya sehingga memiliki daya elusi dan sifat tertentu agar pemisahan optimal. Tabel 3. menunjukkan nilai sifat pelarut yang biasa digunakan sebagai fase gerak. Menurut Rohman 2009, berikut adalah petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: 1. fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi, 2. daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga nilai Rf solut terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan, 3. pemisahan dengan fase diam polar seperti silika gel akan ditentukan pula oleh polaritas fase gerak yang menentukan kecepatan migrasi solut Tabel IV. Nilai sifat pelarut Spangenberg et al., 2007

3. Aplikasi penotolan sampel

Hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan KLT adalah penotolan sampel. Jika jumlah sampel yang ditotolkan dalam jumlah banyak dan secara manual, maka waktu yang dibutuhkan untuk penotolan menjadi relatif lebih lama dan reprodusibilitasnyarendah. Penotolan sampel secara otomatis dengan menggunakan autosampler lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang ditotolkan lebih dari 15 L. Parameter aplikasi yang direkomendasikan dalam penotolan sampel adalah secara otomatis dengan diameter bercak 2 mm untuk volume sampel 0,5 L, konsentrasi sampel 0,02- 0,2 dan banyaknya sampel 1- 10 g untuk KLT konvensional, 0,1-1 g untuk KLT kinerja tinggi. Untuk memperoleh reprodusibilitas yang baik, volume sampel penotolan paling sedikit 0,5 L Rohman, 2009. Volume sampel yang dapat diaplikasikan sebagai titik adalah 0,5- 5 L pada KLT konvensional Sherma, 1996. Penotolan sampel dapat dilakukan dalam bentuk bercak, pita, dan zig zag. Bentuk penotolan sampel yang disarankan dalam analisis adalah bentuk pita. Bentuk pita berada dalam bentuk yang sesempit mungkin dan menghasilkan resolusi sampel terjamin Gozan, 2002 cit. Rohman, 2009.

4. Penilaian kromatogram a. Faktor retardasi

Faktor Retardasi Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh fase gerak. Jika dibandingkan senyawa berbeda dengan kondisi sistem kromtografi yang sama, senyawa yang memiliki Rf lebih kecil bersifat polar karena berinteraksi kuat terhadap fase diam polar dari KLT, sedangkan senyawa dengan nilai Rf yang lebih besar bersifat kurang polar karena berinteraksi kurang kuat terhadap fase diam polar dari plat KLT Anonim 2 , 2010. Nilai Rf berfungsi untuk mengidentifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa yang diidentifikasi dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar baku Clark, 2007. Faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT adalah aktivitas lapisan, ketebalan, keseragaman, jarak elusi, jumlah sampel yang diaplikasikan, pelarut, kehadiran substansi lain, ukuran, bentuk chamber, dan perubahan temperatur. Bercak yang dihasilkan dalam KLT dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kelebihan jumlah sampel yang ditotolkan, penguapan fase gerak selama pengembangan, kehadiran substansi lain dan perubahan temperatur Gasparic, 1978.

b. Nilai Faktor Asimetris Nilai Faktor Asimetris As

adalah parameter yang digunakan untuk mengidentifikasi bentuk puncak. Nilai faktor asimetris diukur pada 10 tinggi puncak dari dasar. Nilai untuk puncak simetris adalah 1. Nilai faktor asimetris 0,95-1,10 masih dikatakan baik Rohman, 2009. Hasil pemisahan kromatografi senyawa campuran akan berbentuk profil Gaussian dalam arah aliran fase gerak. Bentuk profil ini berupa puncak atau pita. Profil Gaussian secara perlahan akan melebar dan terkadang membentuk profil yang asimetris. Profil yang asimetris terbentuk karena solut melanjutkan migrasi ke fase diam. Beberapa penyebab terjadinya pelebaran pucak kromatografi, yaitu:

1. Difusi Eddy

Keadaan di mana beberapa molekul meninggalkan kolom tidak bersamaan akibat diversi selama perjalanan. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan gambar 6. Gambar 6. Ilustrasi pengaruh difusi Eddy pada pelebaran puncak Honrath, 1995

2. Difusi longitudinal

Spesies solut menyebar ke segala arah dengan difusi ketika berada di dalam fase gerak. Difusi terjadi dengan arah yang sama dan berlawanan dengan aliran fase gerak. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan gambar 7. Gambar 7. Ilustrasi pengaruh difusi longitudinal pada pelebaran puncak Scott, 2008

3. Transfer massa

Transfer massa terjadi antara fase gerak, fase gerak stagnan, dan fase diam. Profil konsentrasi dalam fase diam tertinggal sedikit dibanding profil konsentrasi dalam fase gerak yang akan mengakibatkan adanya pelebaran puncak. Desorpsi yang lambat juga menghasilkan puncak yang asimetris atau condong. Distribusi aliran fase gerak yang mengalir di antara partikel fase diam dalam gerakan laminar. Kecepatan alir fase gerak lebih cepat jika melalui pusat saluran dibanding fase gerak di dekat partikel fase diam Rohman, 2009. Fenomena ini terlihat pada gambar 8. Gambar 8. Ilustrasi pengaruh transfer massa pada pelebaran puncak Scott, 2008 Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio distribusi solut D konstan selama kisaran konsentrasi keseluruhan puncak, seperti ditunjukkan oleh isoterm sorpsi yang linear berupa plot konsentrasi solut dalam fase diam Cs tehadap konsentrasi solut dalam fase gerak Cm. Gambar 9. menunjukkan berbagai macam bentuk puncak pada kromatogram. Puncak asimetris disebabkan oleh ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar dan interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam. Solut menjadi sukar terelusi sehingga menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor Gandjar dan Rohman, 2007. Gambar 9. Isoterm sorpsi dan profil puncak. a. isoterm linear b. puncak tailing

c.puncak fronting Gandjar dan Rohman, 2007

c. Resolusi

Resolusi Rs adalah parameter yang menggambarkan rentang pemisahan 2 puncak yang saling berdekatan. Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik baseline resolution Gandjar dan Rohman, 2007. 1 Persamaan 1 menunjukkan komponen yang sangat berpengaruh terhadap pemisahan. Komponen tersebut adalah ∆Rf yang merupakan selisih Rf maksimum dari masing-masing solut max Rf 1 dan max Rf 2 serta lebar puncak masing- masing komponen yang dipisahkan W 1 dan W 2 . W 1 dihitung dari selisih nilai end Rf 1 dikurangi start Rf 1 . W 2 dihitung dari selisih nilai end Rf 2 dikurangi start Rf 2 . Pemisahan dua senyawa dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 10. Pemisahan dua senyawa Sherma dan Fried, 1996

d. Presisi

Presisi merupakan ukuran derajat kesesuaian antara hasil uji individual diukur melalui penyebaran hasil individual rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif koefisien variansi. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif RSD atau koefisien variansi KV 2 atau kurang Riyadi, 2009.

D. Densitometri

Densitometri merupakan salah satu metode analisis KLT kuantitatif. Metode ini dilakukan dengan cara mengukur kerapatan bercak senyawa uji yang dipisahkan, dibandingkan dengan kerapatan bercak senyawa standar yang dielusi bersama-sama. Syarat-syarat senyawa standar adalah murni, inert, dan stabil Hardjono, 1983. Densitometri digunakan untuk pengukuran kuantitatif in situ dari substansi yang terpisah pada KLT. Metode analisis instrumental ini didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit berupa bercak hasil pemisahan KLT. Densitometri mengevaluasi bercak analit hasil KLT dalam kadar kecil secara kuantitatif. Bercak dideteksi dengan sumber sinar dalam celah slit yang Rf 1 Rf 2 dapat diatur panjang dan lebarnya. Sinar yang dipantulkan atau ditransmisikan diukur dengan fotosensor. Banyaknya analit yang terbaca adalah berdasarkan perbedaan antara sinyal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang mengandung bercak dalam lempeng yang sama Rohman, 2009. Substansi-substansi dipisahkan dengan KLT dikuantifikasi dengan pengukuran absorbansi secara in situ cahaya sinar tampak, UV, atau sinar fluoresensi. Absorpsi sinar UV dihitung baik pada lapisan yang mempunyai kandungan fosfor yang mampu mendukung pengukuran ataupun pada lapisan yang fosfornya tidak mendukung. Hasilnya memperlihatkan daerah gelap dengan latar belakang yang berfluoresen pemadaman fluoresen. Hanya substansi yang spektra absorpsinya melampaui spektrum dari fosfor yang akan terlihat dengan metode ini Sherma, 1996. Secara umum, densitometri terbagi menjadi 2 model pembacaan yakni model refleksi dan transmitan Sherma dan Fried, 1996. Model refleksi mengukur jumlah cahaya yang dipantulkan dari permukaan dengan menggunakan lampu yang berbeda sebagai sumber cahaya UVVis. Lampu halogen dan tungsten untuk menghasilkan cahaya visibel sedangkan lampu deuterium menghasilkan cahaya UV. Lampu merkuri umumnya digunakan untuk menghasilkan cahaya dalam kisaran UV dan visibel. Monokromator digunakan untuk menghasilkan cahaya monokromatik. Cahaya yang direfleksikan kemudian diukur dengan photomultiplier, fotodioda, dan fotoresistor. Hasil pembacaan dikonversikan ke dalam sinyal tertentu. Kekurangan dari model ini adalah pengaruh posisi bercak terhadap sinyal yang dihasilkan. Kesalahan yang signifikan juga disebabkan perbedaan konsentrasi profil sampel dan standar. Begitu pula perlakuan terhadap plat setelah dikromatografi juga menyebabkan adanya variasi Sherma dan Fried,1996. Model transmitan mengukur absorbansi substansi dalam kisaran visibel. Detektor fotometrik mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan pada sisi plat. Sinyal ini merupakan fungsi banyaknya molekul yang mengabsorbsi cahaya dari lampu. Kelebihan model ini adalah fluktuasi transmisi yang diakibatkan perbedaan posisi dari bercak dan gradien konsentrasi dapat diabaikan. Model ini juga lebih sensitif dibanding model refleksi karena semua molekul dalam bercak mempengaruhi sinyal, tidak hanya molekul yang berada pada permukaan dalam model refleksi. Kekurangan metode ini bahwa adanya interferensi latar belakang yang dominan Sherma dan Fried, 1996. Gambar 11. Ilustrasi skematis model deteksi. a. refleksi dan b. transmisi. L= lamp, D= detector, F=cut-off filter for fluorescence, P=plate, MF=monochromatic filter, MC= monochromator Sherma dan Fried, 1996

E. Keterangan Empiris