Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia menginginkan suatu kehidupan yang baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial yang sebaik-baiknya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan moral yang tinggi, kesabaran, ketabahan, keuletan, kejernihan pikiran dan berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kenyatan dalam usaha mendapatkan pemenuhan kebutuhan tersebut dijumpai adanya pengaruh baik pengaruh dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Kesulitan- kesulitan dalam situasi tertentu dapat mempengaruhi kondisi mental atau moral seseorang dalam norma-norma sosial bahkan bertentangan dengan hati nuraninya sendiri, akibat terjadinya masalah-masalah sosial. Demikian jugalah yang dialami oleh wanita di Indonesia sering kebutuhan keluarganya menuntut bahwa wanita harus bekerja diluar atau mencari kegiatan yang dapat menambah penghasilan keluarganya, bahkan wanita pedesaan yang bekerja sebagai buruh tani menjadi migrasi ke kota untuk menambah penghasilan. Namun harapan untuk menambah penghasilan itu tidaklah mudah karena lapangan kerja yang terbatas dan juga pendidikan dari wanita itu sendiri yang rendah. Pelacuran bukan merupakan istilah asing dikalangan masyarakat terutama bagi masyarakat perkotaan. Misalnya di kota Medan sendiri masih banyak dijumpai wanita tuna susila, Dinas sosial Provinsi Sumatera Utara mencatat bahwa pada tahun 2006 terdapat 3.387 orang wanita tuna susila di sumatera utara dan jumlah ini terus Universitas Sumatera Utara meningkat di tahun berikutnya dimana pada tahun 2007 terdapat 3.678 orang wanita tuna susila yang sebagian besar berada di kota Medan BPS, Sumatera Utara dalam angka 2006; Sumatera Utara dalam angka 2007. Pelacuran merupakan masalah patologis yang harus dihentikan atau diminimalisasi penyebarannya, karena dapat menimbulkan masalah patologis yang lain seperti kriminalitas, kecanduan bahan-bahan narkotika ganja, morfin, kokain, dan lain-lain. Pelacuran ini cenderung menimbulkan kejahatan dalam berbagai variasinya seperti sarang pertemuan pencuri, pemabuk yang membawa keributan, penculikan dan perdagangan wanita, alat untuk pemerasan dan sebagainya. Pelacuran atau tindak susila ini dapat menimbulkan keresahan-keresahan serta goncangan-goncangan di dalam kehidupan dan penghasilan masyarakat dan merupakan menghambat dalam proses pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia pada umumnya. Keberdaan Wanita Tuna Susila di Indonesia yang dulunya hanya di kota-kota besar khususnya di pelabuhan- pelabuhan dekat pantai, di daerah sekitar pabrik dan industri tapi sekarang sudah merambah ke kota-kota kecil, bahkan mulai beroperasi di daerah-daerah perbatasan kota dan propinsi, keadan ini merupakan suatu hal yang sangat memprihatinkan. Aktifitas penjaja seks atau pelacuran ini dipandang masyarakat sebagai sisi hitam dari kehidupan sosial yang megah. Adanya sikap ironis masyarakat dan pemerintahan terhadap pelacuran berada pada kondisi untuk dikutuk sekaligus dilestarikan. Dikutuk karena memang bertentangan dengan nilai-nilai moral kelompok dominan yang pada umumnya menggunakan standart ganda perempuan pelacur dikutuk, laki-laki yang melacur didiamkan. Dilestarikan karena memang memililki basis material yang terkait erat pada pengorganisasian produksi. Universitas Sumatera Utara Dimensi kehidupan wanita tuna susila disini sangat kompleks, sejalan dengan keberadaan manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Sebagai seorang manusia, Wanita Tuna Susila juga membutuhkan adanya dinamisasi kehidupan dalam dirinya, agar nantinya ia dapat memutuskan untuk tidak bekerja sebagai Wanita Tuna Susila dan kembali kemasyarakat. Tetapi pandangan negatif yang masih berlaku di masyarakat tentang masa lalu para Wanita Tuna Susila dengan sendirinya akan merupakan ganjalan nyata bagi keinginan untuk kembali kemasyarakat. Penerimaan masyarakat terhadap eks Wanita Tuna Susila, tidak pernah berubah, sejalan dengan keadaan pelacuran itu sendiri di masyarakat. Eks Wanita Tuna Susila yang telah memulai kehidupan baru, biasanya tetap akan menjadi objek bagi sekelompok “penggemar” pelacuran. Dengan segala upaya biasanya orang- orang tersebut mencoba menggoda para eks Wanita Tuna Susila untuk kembali melakukan praktek pelacuran sebagai usaha sampingannya. Dan tidak jarang pula dengan berbagai cara dan janji yang muluk, terkadang ada juga eks Wanita Tuna Susila yang tergoda untuk kembali melakukan praktek prostitusi dengan cara yang lebih halus, yaitu bertamengkan usahanya. Disini tampak dilematis pelacuran dalam kehidupan masyarakat, baik keberadaan pelacuran itu sendiri maupun penerimaan mereka terhadap dinamisasi kehidupan para Wanita Tuna Susila atau eks Wanita Tuna Susila. Mengingat bahwa masalah Wanita Tuna Susila itu merupakan masalah yang sangat kompleks, maka pelacuran itu mutlak harus ditanggulangi dan bukan karena itu saja tetapi juga agar gejala ini tidak diterima oleh masyarakat sebagai pola budaya sekalipun penerimaannya tidak secara sadar dengan kata lain pelacuran yang Universitas Sumatera Utara dibiarkan tanpa dicegah atau ditanggulangi, lambat laun dapat dipandang oleh masyarakat sebagai hal yang normal dan wajar, dan mungkin akan melembagai sebagai hal-hal yang patut, sehingga harus diupayakan penyembuhannya dan dicegah atau dihalang-halangi timbulnya dengan meniadakan faktor-faktor penyebabnya. Oleh karena itu pemerintah telah berusaha berbagai kegiatan dengan tujuan mengurangi bertambahnya pelacuran. Bentuk konkrit dari langkah-langkah dan usaha penanggulangan telah di adakan usaha rehabilitasi melalui pendidikan mental dan keterampilan di dalam panti. Adapun fungsi dari panti tersebut adalah sebagai berikut : 1. Membimbing dan mengembalikan Wanita Tuna Susila ke masyarakat untuk dapat hidup secara wajar tanpa menggantungkan diri kepada orang lain serta berhenti melacurkan diri. 2. Mengurangi dan menekan sampai sekecil mungkin jumlah Wanita Tuna Susila. 3. Sebagai tempat informasi kepada masyarakat tentang tentang pelaksanaan usaha-usaha rehabilitasi eks Wanita Tuna Susila. Dengan pengertian lain, usaha yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi pelacuran adalah dengan rehabilitasi dan resosialisasi. Yang di maksud rehabilitasi disini yaitu suatu tahapan bimbingan dan pembinaan yang diberikan oleh lembaga bagi para eks Wanita Tuna Susila, rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemauan dan kemampuan klien atau penyandang masalah sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosial secara optimal dalam kehidupan masyarakat. Tujuan rehabilitasi sosial adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya. 2. Memulihkan kembali kemampuan dan kemauan untuk dapat dilaksanakan fungsi sosial secara wajar. Sedangkan resosialisasi merupakan tahapan persiapan penyaluran untuk kembali ketengah-tengah masyarakat yang wajar dengan cara menetapkan bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Resosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, rasa tanggung jawab sosial dan memulihkan kemauan serta kemampuan agar dapat menyesuaikan diri secara normatif dalam masyarakat. Bentuk rehabilitasi tersebut adalah dengan mendirikan lembaga yang diberi nama Panti Sosial Karya Wanita Parawasa di Berastagi. Program Panti Sosial Karya Wanita Parawasa diberikan kepada seluruh warga binaan dengan harapan akan dapat menimbulkan semangat berusaha sehingga warga binaan dapat mengembangkan potensinya, yang mana akan muncul manakala warga binaan yang bersangkutan memahami dengan pasti manfaat program-program Panti Sosial Karya Wanita Parawasa tersebut. Keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh kepedulian dan peran serta warga binaan Panti Sosial Karya Wanita Parawasa. Adapun program pelayanan dan pembinaan yang diberikan Panti Sosial Karya Wanita parawasa adalah mencakup beberapa aspek pokok antara lain: bimbingan dan pembinaan dibidang kerohanian, moral, mental, dan bidang pendidikan keterampilan menjahit dan keahlian salon kecantikan. Mereka mendapat pembinaan selama 6 bulan, apabila mereka telah keluar dan tertangkap kembali maka kurungan menjadi 1 tahun. Universitas Sumatera Utara Alasan penulis untuk mengadakan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana tanggapan atau respon warga binaan khususnya warga binaan yang berada di Panti Sosial Karya Wanita Parawasa mengenai program yang diberikan oleh pemerintah melalui Panti Sosial Karya Wanita Parawasa Berastagi.

1. 2. Perumusan Masalah