10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama dua bulan dengan dua tahap yaitu pengambilan data yang dilakukan selama satu bulan dari tanggal 29 Juli - 28 Agustus 2010 dan
pengolahan data yang dilakukan selama satu bulan pada bulan September sampai November 2010. Penelitian dilakukan di kawasan lindung Muara Lesan,
Kalimantan timur Gambar 1. Pengolahan dan identifikasi lanjutan dilakukan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Lokasi kawasan lindung Muara Lesan di Kalimatan Timur TNC 2008.
11
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengambilan data keanekaragaman reptil serta fragmentasi habitat di Kawasan Lindung Sungai Lesan disajikan pada
Tabel 1. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
No. Kegunaan Alat dan Bahan
1. Pembuatan plot
pengamatan Kompas,meteran 50 m, Meteran jahit, tambang
plastik, tali rafia, tongkat ukur kedalaman, altimeter, pita penanda flagging tape, GPS
2. Pengambilan data reptil
Senter, baterai, jam tangan, plastik spesimen, alat penangkap ular, spidol permanen, timbangan 5-
1000 gr dan 10 kg, kaliper, kaca pembesar 3. Pengukuran
faktor lingkungan
pH meter, stopwatch, termometer air raksa, Dry Wet thermometer
4. Preservasi Alat suntik, tabung spesimentupperware, kapas,
alkohol 70, kertas label, benang jahit, kertas label 5.
Dokumentasi Kamera digital, alat tulis, tally sheet
3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan sumbernya maka jenis data yang dikumpulan berasal dari data primer dan data sekunder. Kedua data tersebut digunakan sebagai data penunjang
dalam pengolahan data lanjutan.
3.3.1 Data Primer
Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan yang meliputi:
• Data yang dikumpulkan meliputi nama jenis reptil ditemukan, jumlah individu setiap tiap jenis, jenis kelamin, waktu perjumpaan, posisi ditemukan pada jalur
pengamatan, aktivitas saat ditemukan, substrat yang dimanfaatkan saat individu ditemukan, berat tubuh, panjang tubuh keseluruhan dan SVL, dan
kondisi kenormalan dan ketidak-normalan morfologis.
12
• Pengumpulan data habitat reptilia dilakukan dengan mengikuti metode Heyer et al. 1994. Data yang dicatat meliputi kondisi cuaca, tanggal dan waktu
pengambilan data, nama lokasi, substrat, struktur dan komposisi vegetasi, ketinggian lokasi di atas permukaan laut m dpl, suhu air, suhu udara,
kelembaban udara relatif, pH air dan tumbuhan bawah dominan.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data primer yang digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder dikumpulkan melalui
studi literatur dari jurnal, laporan ilmiah, dan laporan-laporan lain yang relevan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi: sejarah pengelolaan kawasan, peta
kawasan, suhu udara harian, iklim dan curah hujan serta kelembaban udara relatif yang bersumber dari stasiun klimatologi terdekat. Selain itu, guna memperkaya
informasi tentang keberadaan reptil dan pemanfaatannya maka dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan kelompok masyarakat setempat.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Reptil
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah Visual Encounter Survey VES yaitu pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada jalur
baik di daerah terestrial maupun akuatik Heyer et al. 1994. Pada metode VES, pengamatan dilakukan dengan berjalan menyusuri transek secara perlahan untuk
mencari herpetofauna dalam jangka waktu tertentu. Semua spesimen ditangkap dengan menggunakan tangan atau dengan bantuan tongkat ular. Metode ini
umumnya digunakan untuk menentukan kekayaan jenis suatu daerah, untuk menyusun suatu daftar jenis, serta untuk memperkirakan kelimpahan relatif jenis-
jenis satwa yang ditemukan. Metode ini biasa dilakukan disepanjang suatu jalur, dalam suatu plot, sepanjang sisi sungai, sekitar tepi kolam, dan seterusnya, selama
sampel reptil bisa terlihat. Metode ini seharusnya digunakan untuk penelitian tentang amfibi, namun dikarenakan reptil dan amfibi memiliki relung yang sama
dan dikategorikan ke dalam herpetofauna, maka metode ini juga dapat digunakan pada penelitian reptil.
13
Pemilihan metode VES dengan asumsi. bahwa 1. Setiap individu dari semua spesies mempunyai kesempatan yang sama untuk diamati, 2. Setiap
spesies menyukai tempat atau habitat yang sama, 3. Semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan, dan 4. Hasil survei merupakan hasil
pengamatan lebih dari satu orang. Metode VES yang digunakan merupakan modifikasi, yaitu:
a. Visual Encounter Survey-Time Search Kombinasi metode yang digunakan adalah time search selama dua jam baik
pada habitat terestrial maupun akuatik. Time search merupakan suatu metode pengambilan data dengan waktu penuh yang lamanya waktu telah ditentukan
sebelumnya dengan waktu untuk mencatat satwa tidak dihitung. Pengamatan dilakukan dua kali yaitu pengamatan malam yang dilakukan pada pukul 20.00-
22.00 WIB untuk mengambil data reptil nokturnal serta pengamatan pagi pada pukul 07.00-09.00 WIB yang bertujuan untuk melihat reptil yang sedang berjemur
basking dan mencari makan, karena pada saat itu cahaya matahari yang sampai ke bumi sangat baik bagi reptil untuk berjemur, selain itu pengamatan pagi juga
dilakukan untuk pemasangan jebakan di lokasi yang berpotensi seperti tempat yang biasa digunakan untuk berjemur. Pengamatan ini dilakukan bila dalam lokasi
tersebut belum dibuat jalur pengamatan. b. Visual Encounter Survey-Line Transect
Pengamatan dilakukan di sepanjang transek yang telah dibuat. Masing- masing lokasi dibuat sepanjang 400 meter. Pengamatan dilakukan pada pagi pukul
08.00 WITA sampai selesai disesuaikan dengan kondisi setempat. Cara pengamatan adalah berjalan pelan-pelan di sepanjang transek. Jika terdapat akar
banir diamati celah-celahnya, kayu lapuk baik yang berdiri maupun telah roboh dibongkar untuk mencari hewan yang tersembunyi. Pengulangan dilakukan pada
hari berikutnya, hal tersebut dilakukan untuk pengumpulan data tambahan serta pengambilan jebakan yang dipasang sebelumnya. Pengambilan data reptil
dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: a. Pra pengamatan
Sebelum pengamatan, dilakukan survei dengan cara mendeliniasi kawasan sehingga jelas perbedaan antar tipe habitat. Kegiatan ini bertujuan untuk
14
mengetahui kondisi dan karakteristik habitat di setiap lokasi penelitian sehingga mempermudah penentuan lokasi. Setelah dilakukan deliniasi, maka dilakukan
penentuan lokasi melalui peta yang ada atau survei lapang bila data peta kawasan tidak tersedia. Lokasi yang dipilih adalah kawasan lindung dengan berbagai
ukuran fragmen serta beberapa plot contoh pada tiap tipe hutan tanaman. Setelah lokasi ditetapkan, maka dimulai dengan pembuatan jalur sepanjang 400 meter
baik akuatik maupun terestrial, untuk terestrial dibuat lurus dengan memilih jalur yang memungkinkan dilalui dalam pengamatan malam. Tiap jalur diberikan
penandaan dengan pita setiap 10 meter serta melakukan pembersihan jalur agar mudah dilewati. Setiap lokasi dibuat masing-masing satu jalur untuk akuatik dan
terestrial dengan satu kali ulangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi lapang lokasi yang akan dijadikan tempat pengamatan sehingga
pengambilan data dapat dilakukan dengan lebih mudah. Kegiatan ini juga dapat dilakukan bersamaan dengan analisis habitat.
Penambahan jalur dilakukan jika lebih banyak jenis baru yang ditemukan di luar jalur pengamatan yang telah dibuat sebelumnya. Bila belum dilakukannya
pembuatan transect pada lokasi yang akan diamati maka pengamatan dilakukan dengan time search selama dua jam di lokasi yang dominan, lokasi tersebut dapat
berupa sepanjang aliran sungai atau terfokus pada suatu mikro habitat seperti kubangan atau gua. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan penambahan jenis
dan melengkapi data keanekaragaman reptil dilokasi tersebut. Metode ini biasa dilakukan pada hari pertama tiba di lokasi karena belum adanya pembuatan
transect pengamatan. b. Pengamatan
Pengamatan pagi dilakukan pada pukul 07.00-09.00 WITA atau sepanjang jalur yang telah dibuat. Pengamatan difokuskan pada lokasi-lokasi yang
memungkinkan digunakan untuk reptil berjemur seperti di atas batu atau di lokasi yang terkena sinar matahari langsung. Pengamatan ini juga dilakukan penempatan
jebakan reptil berupa perekat yang diletakkan diatas papan. Pembuatan jebakan dilakukan dengan meletakkan perekat pada papan yang akan diletakkan di lokasi
yang memungkinkan reptil melewatinya seperti tempat berjemur atau di mulut sarang, selain itu perekat juga dapat dipasangkan di tongkat kayu panjang yang
15
berguna untuk mengambil reptil yang sulit dijangkau seperti diatas pohon. Hal ini bertujuan untuk menangkap reptil yang sedang bergerak saat pengamat tidak
berada di lokasi tersebut. Pengamatan malam dilakukan pada pukul 20.00-22.00 WITA atau
sepanjang jalur yang telah dibuat. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan penerangan berupa cahaya senter yang diarahkan pada lokasi-lokasi yang
memungkinkan reptil ditemukan seperti di batang pohon, lubang, kayu lapuk dan semak. Untuk kura-kura dilakukan penelusuran sungai dengan menyodok-nyodok
tongkat kayu pada bagian anak sungai yang rimbun tertutup rerumputan dan tumbuhan air Riyanto dan Mumpuni 2003. Pengamatan malam difokuskan pada
reptil nokturnal yang sedang beraktivitas dan reptil diurnal yang sedang beristirahat.
Pengamatan dan penangkapan dilakukan di sepanjang jalur. Individu yang diamati lalu ditangkap dan dimasukkan dalam plastik berlabel. Untuk keperluan
pengenalan awal, beberapa jenis reptil yang berhasil ditangkap diawetkan untuk kebutuhan identifikasi. Sebelumnya, sampel reptil dicatat ciri-ciri morfologi,
ukuran tubuh dan data lain yang mungkin dibutuhkan seperti waktu, substrat serta perilaku saat ditemukan. Untuk reptil yang ditemukan di luar jalur juga diambil
dan dicatat datanya untuk keperluan pelengkapan daftar jenis. Pengulangan dilakukan sebanyak satu kali dijalur yang sama dengan
sebelumnya atau jika memungkinkan dapat dilakukan pembuatan jalur baru berjarak 10 meter di sebelah jalur sebelumnya, sehingga jalur yang dibutuhkan
untuk satu kali pengulangan berjumlah dua jalur. Pengulangan bertujuan untuk mendapatkan penambahan jenis dan pengambilan data habitat jika adanya data
yang belum lengkap. c. Preservasi,
dokumentasi dan identifikasi spesimen
Data yang dicatat pada saat ditemukan adalah waktu, substrat, posisi, perilaku saat ditemukan serta nama penemu. Dokumentasi berupa gambar dapat
diambil dengan kamera digital baik saat ditemukan ataupun setelah dipreservasi. Preservasi dilakukan untuk mengawetkan reptil yang ditangkap, preservasi hanya
dilakukan pada reptil yang tidak dapat diidentifikasi, unik, memiliki kelainan atau reptil berbahaya yang sulit diidentifikasi dalam keadaan hidup. Preservasi
16
dilakukan dengan menenangkan reptil menggunakan alkohol 10, kemudian dilakukan penyuntikan dengan alkohol 70 pada bagian tubuh tertentu lalu
membentuknya agar tidak rusak. Setelah kaku reptil dimasukkan ke dalam kotak berisi kapas yang telah dibasahi oleh alkohol 70 atau tabung berisi alkohol 70.
Data yang dicatat saat identifikasi adalah nama jenis, Snout-Vent Length, berat, lokasi dan informasi lain. Untuk penamaan jenis dilakukan identifikasi
menggunakan buku kunci identifikasi seperti A Field Guide to The Snakes of Borneo Inger dan Stuebing 1999, A Pocket Guide Lizard of Borneo Das 2004 ,
A Photographic Guide to Snakes Other Reptiles of Borneo Das 2006, The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago De Rooij 1915, dan Kura-kura dan
Buaya Indonesia dan Papua Nugini Iskandar, 2000, Turtles of Borneo and Peninsular Malaysia Lim dan Das 1999, Amphibians and Reptiles of Brunei
Das 2007, serta panduan lain yang menunjang identifikasi dari berbagai sumber. Jenis yang tidak dapat diidentifikasi di lapang diawetkan dan dibawa ke
Laboratorium Herpetologi Balitbang Zoologi Puslitbang biologi-LIPI Cibinong, Bogor.
3.4.2 Habitat
Data habitat berguna untuk melakukan perbandingan keanekaragaman reptil yang ditemukan di tiap habitat serta melakukan perbandingan terhadap habitat
yang berbeda dengan parameter keanekaragaman tersebut. Pengukuran parameter habitat yang dilakukan meliputi suhu dan kelembaban udara, pH air, substrat,
curah hujan dan cuaca. Parameter lain yang diambil adalah topografi, penutupan tajuk, intensitas cahaya, substrat lantai hutan, vegetasi pohon dan tumbuhan
bawah yang dominan. Suhu dan kelembaban udara diambil pada satu titik yang diambil pada awal
dan akhir pengamatan, karena kondisi habitat di setiap lokasi pengamatan tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Suhu dan kelembaban serta cuaca diambil
setiap kali kegiatan pengamatan dilakukan dengan menggunakan termometer.
17
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis Data Reptil
Data reptil yang diperoleh dalam jalur pengamatan dianalisis menggunakan beberapa indeks antara lain:
A. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis yang ditemukan dihitung menggunakan Indeks
Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener Odum 1971, yaitu:
H’= - ∑ Pi Ln Pi
Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener
Pi = Proporsi jenis ke-i diperoleh dari jumlah individu jenis ke-i dibagi jumlah seluruh individu yang diperoleh di suatu lokasi
Variabel tersebut dapat digunakan dengan kriteria sebagai berikut: H’ 1
= Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang rendah 1 H’ 3 = Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang sedang
H’ 3 = Menunjukan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi
Nilai yang diperoleh kemudian akan digunakan untuk membandingkan keanekaragaman jenis berdasarkan habitat.
B. Kemerataan Jenis Untuk mengetahui derajat kemerataan jenis pada suatu lokasi digunakan
Indeks Kemerataan Jenis. Persamaan yang digunakan untuk menghitung Indeks
Kemerataan Jenis Odum 1971, yaitu: E = H’ Ln S
Keterangan: E = Indeks Kemerataan Jenis
H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener S = Jumlah jenis yang ditemukan
C. Kekayaan Jenis Untuk mengetahui kekayaan jenis pada suatu habitat digunakan indeks
kekayaan jenis Margalef, yaitu:
Dmg = S-1ln N
18
Keterangan: Dmg = Indeks kekayaan jenis margalef
N = Jumlah individu semua jenis S = Jumlah jenis yang ditemukan
D. Pola Aktivitas dan Sebaran Ekologis Untuk mengetahui pola aktivitas dan penyebaran jenis reptil dilakukan
pencatatan data aktivitas yang dilakukan dan posisi vertikal dan horizontal pada setiap lokasi pengamatan dan keterkaitannya dengan kondisi fisik lokasi.
Pengelompokan jenis berdasarkan penggunaan ruang dilihat dengan melakukan pengelomponkan menggunakan software SPSS dengan metode Ward. Korelasi
mikrohabitat pada penyebaran jenis dilihat dengan melakukan pengelomponkan menggunakan software CANOCO dengan metode Gradient analysis CCA.
3.5.2 Analisis Data Habitat
Data habitat dianalisis secara deskriptif berdasarkan pada kenyataan yang ada di lapangan dan pada referensi-referensi yang ada dari spesies-spesies yang
ditemukan di lokasi penelitian seperti kondisi fisik sungai, tegakan dominan, suhu serta berbagai data yang menunjang. Analisis data lalu dihubungkan dengan
keanekaragaman jenis yang ditemui di lokasi penelitian melalui berbagai variabel yang diperoleh dari analisis data reptil.
19
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah
Kawasan lindung muara Lesan merupakan bekas PT Alas Helau pada tahun 1980 dengan luas 12.228 ha yang bergerak dibidang HPH dan memperdagangkan
hasilnya. Kawasan baru menjadi kawasan konservasi setelah ditetapkan peraturan daerah PERDA Kabupaten Berau nomor 3 tahun 2004 tentang tata ruang, di
mana kawasan hutan lesan diperuntukkan sebagai kawasan perlindungan terhadap habitat orangutan. Perda itu kemudian diperkuat putusan Bupati Berau Nomor 251
pada tahun yang sama yaitu pembentukan badan pengelola hutan Lesan untuk melindung orangutan. Kawasan lindung ini sudah masuk dalam usulan perubahan
rencana tata ruang wilayah provinsi RTRWP Kaltim. Saat ini menunggu persetujuan menteri kehutanan sehingga berstatusnya dari lahan budidaya non
kehutanan menjadi hutan lindung. Berdasarkan peta Citra Lansat, kawasan di luar Kawasan Hutan Muara
Lesan Utara, Selatan, dan Barat telah kritis, dan hulu sungai lebih terkonsentrasi dalam kawasan. Kondisi ini menyebabkan fungsi lindung untuk DAS sungai
Lesan dan sekitarnya sangat penting untuk ekosistem perairan di bawahnya. Dengan indikator perlindungan populasi orang utan yang potensinya sama dengan
beberapa taman nasional yang memiliki orang utan, topografinya yang bergelombang sampai curam dan lapisan tanahnya yang tipis maka perlindungan
DAS Sungai Lesan lebih kuat untuk dipertahankan sebagai hutan lindung bagi perlindungan orang utan dan tata air. Perlindungan kawasan ini didukung oleh
masyarakat adat Dayak Lesan dengan membuat pernyataan bersama, bahwa kawasan tersebut harus dipertahankan sebagai hutan adat mereka karena menjadi
sumber tanaman buah-buahan untuk kehidupannya. Sejumlah perkebunan telah beroperasi sejak 2006 di sekitar Hutan Lindung
ini, seperti PT Berau Sawit Sejahtera luas wilayah 6.000 ha lebih, PT Gunta Samba Jaya 8.000 ha lebih, dan PT Yudha Wahana Abadi hampir 12.000 ha.
Belum lagi beberapa HPH seperti PT Mardhika Insan Mulia dan PT Karya
20
Lestari. dan PT Belantara Pusaka luas 2.500 ha. Praktis yang tersisa hanyalah hutan lindung ini sebagai penyeimbang alam. Topografi dibeberapa lokasi yang
cukup sulit mengakibatkan kegiatan penebangan di kawasan Sungai Lesan tidak optimal, bahkan beberapa tempat masih dapat ditemukan hutan primer dengan
tidak adanya kegiatan penebangan. Menurut Nardiyono 2005 kondisi hutan cukup berfariasi dari hutan dataran rendah, rawa, hingga perbukitan yang
merupakan habitat cukup baik bagi flora dan fauna.
4.2 Letak dan Luas kawasan