22
3. Usia calon pria sudah harus mencapai 19 sembilan belas tahun dan
wanita 16 enam belas tahun. 4.
Antara kedua belah mempelai tidak ada hubungan darah yang melarang menikah
5. Tidak terikat hubungan perkawinan dengan orang lain
6. Tidak dalam bercerai untuk kedua kali dengan suami atau istri yang
sama, yang hendak di kawini. 7.
Bagi seorang wanita janda tidak dapat menikah sebelum masa tunggunya berahir.
B. Perkawinan di Bawah Umur Menurut Islam.
Dalam ajaran Agama Islam yang universal, fleksibel dan rasional yang mana ajarannya sesuai perkembangan zaman dan mudah untuk diterima oleh
kalangan masyarakat luas, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, ahlak, muamalah, maupun yang berkaitan dengan aturan hukum diantaranya yaitu
masalah pernikahan munakahat.
Seperti yang terdapat dalam hukum Islam yaitu maqasidul syari’ah yang
isinya itu
mengandung lima
unsur perlindungan diantaranya perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Dari lima unsur Islam itu satu
diantaranya adalah menjaga jalur keturunan hifdzul al nash agar jalur nasab tetap terjaga. Pada dasarnya, dalam hukum Islam kitab fiqih mengenai pengertian
perkawinan di bawah umur tidak di temukan pembahasan maupun dalilnya secara khusus baik itu dari al-
Qur’an maupun Hadis Nabi Saw.
23
Karena tidak terdapat adanya dalil yang membatasi secara jelas pada usia berapa seorang itu boleh menikah, maka masalah batasan umur seorang untuk
melaksanakan perkawinan ini termasuk kedalam Ijitihadiyyah.
17
Dalam fiqih menyebutkan pernikahan di bawah umur adalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang belum baligh, ketentuan baligh antara laki-
laki dan perempuan berbeda, pada laki-laki ketentuan baligh itu di tandai dengan ihtilam, yaitu mimpi yang mengakibatkan keluarnya sperma air mani,
sedangkan anak perempuan ketentuan baligh tersebut ditandai dengan mentruasi atau haid. Namun apabila batasan baligh itu yang ditentukan dengan hitungan
Tahun, maka perkawinan di bawah umur adalah perkawinan dibawah usia 15 tahun bagi perempuan menurut manyoritas ahli Fiqih, dan di bawah usia 17 tahun
bagi laki-laki.
18
Dari penjelalasan diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwasanya perkawinan di bawah umur adalah perkawinan antara seorang mempelai yang
salah satu atau keduanya belum mencapai umur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan, namun meskipun demikian tetap perkawinannya dianggap
sebagai perkawinan yang sah dan layak. Dasar hukum perkawinan di bawah umur dalam hukum islam adalah al-
Qur’an dan Hadis, namun dalam memaknainya para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada pula yang tidak membolehkan, dengan masing-masing
saling memberikan dalil argumennya. Para ulama yang membolehkan perkawinan
17
Muhammad Husein, Fik ih Perempuan, Reflek si Kyai atas wawancara Agama dan Gender, Yogyakarta: LkiS, 2009, h.89.
18
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Huk um-Huk um Fiqih Islam, tinjau antar mazhab, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 223.
24
di bawah umur berdalil dengan beberapa ayat al- Qur’an yang menjelaskan
mengenai masalah perkawinan. Berikut dalil dasar yang membolehkan perkawinan di bawah umur yang
dkemukakan oleh ulama yang membolehkannya yakni: Firman Allah SWT dalam Qs al-Thalak 65 : 4
Artinya: “Bagi mereka pempuan-perempuan yang tidak haid lagi menoupose
dianatara perempuan-perempuan jika kamu ragu-ragu tentang masa iddahnya, maka masa iddah mereka adalah tiga bulan, dan begitu
pula perempuan- perempuan yang belum haid.” [QS. al-Thalaq 65: 4].
Pada dasarnya dalam ayat ini menjelaskan mengenai masa iddah masa menunggu bagi mereka perempuan-perempuan yang sudah menoupuse dan bagi
perempuan yang belum haid, masa iddah bagi keduanya itu adalah 3 tiga bulan. Maka secara tidak langsung ayat ini juga dapat dipahami bahwa mengandung
makna bahwa perkawinan dapat di langsungkan pada perempuan belia belum baligh karena iddah hanya bisa di kenakan kepada mereka yang sudah menikah
dan bercerai.
19
Pada ayat lain lain di jelaskan Qs al-Nur 24 :32
..... Artinya
: “ dan kawinkanlah orang yang sendirian diantara kamu.” [Qs. An-Nur 24: 32].
19
Muhammad Husein, Fik ih Perempuan, Reflek si Kyai atas wawancara Agama dan Gender Yogyakarta: LkiS, 2009, h. 91.
25
Kata al-ayyama dalam ayat ini meliputi perempuan dewasa dan perempuan belia yang masih muda, maka secara eksplisit memperkenakan kepada wali untuk
menikahkan mereka. Selain itu ada juga hadis yang di tuturkan oleh Aisyah yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim.
ِثْي ِدَح ت ب ى و اهجوزت ملسو ىلع ها ىلص ها لوسر ىجْوَزَ ت : ْتَلاَق اَهْ َع ُها َىِضَر َةَشِءاَع
اغست د ع تسكمو نى س عست ت ب ى و ىاع تناجداو نى س تس
Artinya: “dari Aisyah r.a bahwa Rasulullah Saw menikahinya sedangkan ia
masih berusia 6 enam tahun, ia diserahkan kepada Rasulullah ketika berusia 9 sembilan Th dan tinggal bersama Rasulullah selama 9
sembilan tahun [HR. Bukhari Muslim].
Pada Hadis ini menunjukan bahwa sahnya perkawinan di bawah umur, yaitu umur 6 enam tahun yang belum dewasa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah
SAW. Selain itu diantara para sahabat Nabi Muhammad SAW, ada juga yang mengawinkan para putrinya atau keponakannya seperti Ali bin Abi Thalib yang
mengawinkan anak perempuannya yang bernama Ummi Kultsum ketika itu juga masih muda. Selain itu ada golongan ahli Fiqih yang melarang dan tidak
memperbolehkan perkawinan usia muda seperti Ibnu Syubrumah, dengan berdalilkan sebagai berikut:
1 Sadduz Al-Dzari’at, artinya menutup jalan yang bisa membawa
malapetaka, karena perkawinan di bawah umur dapat membawa malapetaka bagi kedua pasangan tersebut dan akibat-akibat yang
negatif, maka dari itu wajib dengan menunda jalannya perkawinan. 2
Kaidah-kaidah Fiqihiyah
26
لازىررضلا Mudharat atau Malapetaka itu harus dihilangkan.
Walaupun perkawinan di bawah umur terdapat manfaat dan maslahatanya, namun mudharat dan resikonya jauh lebih besar dari
pada manfaat dan kemaslahatannya. Oleh karena itu sudah seharusnya perkawinan di bawah umur itu ditunda hingga orang tersebut
mencapai usia dewasa matang baik secara fisik, psikis maupun mentalnya.
20
Dengan memperhatikan argumen-argumen yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut, baik yang memperbolehkan
perkawinan di bawah umur maupun yang tidak memperbolehkannya, maka penulis lebih condong kepada para pendapat ulama yang tidak
memperbolehkan perkawinan bagi gadis yang masih berusia muda atau yang belum baligh yang dikenal perkawinan di bawah umur
dengan alasan bahwa perkawinan diusia muda dapat mengarah kepada kegagalan dalam membina rumah tangga yang sejahtera. Dimana
kegagalan tersebut sangat bertentangan dengan tujuan perkawinan untuk mencapai keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah bagi
kedua belah pihak tersebut.
C. Perkawinan di Bawah Umur Menurut Hukum Positif.