Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penundaan Pencatatan

62 aturan Undang-Undang Perkawinan No 1 Th 1974. Hal ini terjadi karena masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung menikahkan anak-anak mereka yang belum cukup umur untuk menikah. Sedangkan menurut Undang-Undang, batas usia untuk menikah bagi perempuan 16 enam belas tahun dan laki-laki 19 sembilan belas tahun. Akibatnya pernikahan tersebut belum bisa dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama.

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penundaan Pencatatan

Perkawinan di bawah Umur. Apabila kita perhatikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang pencatatan perkawinan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No 1 Th 1974 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaan” dalam ayat 2 menyebutkan “Tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan. Ketentuan-ketentuan hukum tentang pencatatan perkawinan diatur dalam Undang-Undang No 1 Th 1974 pasal 1 ayat 1 dan 2, yaitu: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaan 1, Tiap-tiap perkawinan harus dicatatkan 2. ” Jika merujuk pada aturan Undang-Undang tentang pencatatan nikah, maka perkawinan di bawah umur di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung bisa dikatakan tidak sah menurut negara, meskipun perkawinan itu tetap sah menurut aturan agama. Perkawinan yang tidak sesuai aturan Undang- Undang tidak langsung dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Padahal pencatatan 63 adalah bukti bahwa dirinya telah melakukan perkawinan. Salah satu bukti yang dianggap sah adalah dokumentasi resmi yang dikeluarkan oleh negara. Jadi pernikahan dianggap benar-benar sah apabila sesuai dengan aturan agama dan aturan negara. Pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama KUA adalah sebagai bukti dan dokumentasi resmi. Dokumentasi tersebut dapat digunakan dihadapan majelis jika sewaktu-waktu atau terjadi sengketa yang berkaitan dengan perkawinan, waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan hal lainnya yang berkaitan dengan masalah perkawinan. Pencatatan ini juga menjadikan perkawinan mempunyai kekuatan hukum, sehingga apabila salah satu pihak melalaikan kewajibannya, maka pihak lain dapat melakukan upaya hukum, karena memiliki bukti-bukti yang sah dan otentik dari perkawinan yang terdaftar. 6 Menurut penulis, pencatatan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan diakuinya perkawinan tersebut oleh undang-undang. Bilamana suatu perkawinan ditunda atau tidak dicatat di Lembaga Pencatatan Sipil, maka perkawinan tersebut tentulah tidak diakui oleh negara. Selain itu akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi istri dan anak dikemudian hari. Penulis menemukan adanya penundaan pencatatan perkawinan di bawah umur di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, dan penundaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini: 6 Asep Saepudin Jahar, Euis Nurlaelawati, dan Jaenal Arifin, Huk um Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian dalam Perundang-Undangan Indonesia, Fiqih, dan Huk um Internasional , Jakarta: Kencana, 2013, h. 27. 64

1. Tidak Terpenuhinya Persyaratan.

Berdasarkan dari hasil penelitian wawancara penulis kepada kepala KUA Ketua KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, beliau menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pencatatan perkawinan banyak sekali hambatan-hambatan yang dilalui, salah satunya adalah masalah usia yang belum dewasa yaitu bagi mereka yang belum berusia 16 enam belas tahun bagi perempuan dan 19 sembilan belas tahun bagi laki-laki, yang hendak menikah namun tidak melalui prosedur yang telah diatur oleh pemerintah seperti halnya melakukan permohonan despensasi nikah terlebih dahulu kepada Pengadilan Agama setempat, melainan mereka langsung melakukan pernikahannya di hadapan seorang amil penghulu KUA untuk menikahkannya. 7 Akan tetapi pernikahan seperti ini tidak dicatatkan pada saat itu, namun pernikahan tersebut tetap sah menurut agama dan hal tersebut tidak melanggar hukum Islam. Perkawinan muda di bawah umur yang dilakukan oleh amil penghulu KUA Desa Parakan Muncang tersebut menyebabkan pernikahan mereka ditunda pencatatannya di Kantor Urusan Agama KUA. Selain permasalahan yang telah disebutkan di atas, terdapat hambatan lain dalam pelaksanaan perkawinan di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung. Permasalahan ini membuat pelaksanaan pencatatan nikah di KUA tidak terlaksana dengan baik, di antara permasalahan tersebut ialah: a. Hambatan Adat dan Budaya 7 Agus Hasanudin, Wawancara, Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul 9.00 Wib 65 Adat dan budaya sudah ada sejak dahulu di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung dan berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang sampai keturunannya, begitu pula dengan adat perkawinan yang sudah ada sejak dahulu dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi kegenerasi. Perkawinan muda di bawah umur terlebih dahulu dilakukan secara sirri dihadapan seorang amil penghulu KUA dan hal ini membuat tidak tercatatnya perkawinan tersebut di KUA. H. Bajri selaku tokoh agama di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung menyatakan bahwa adat dan budaya perkawinan muda di bawah umur semacam ini merupakan salah satu faktor tidak terlaksananya pencatatan nikah di KUA, karena masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung lebih mementingkan pernikahan yang sah menurut agama. 8 b. Faktor Pendidikan Sejak dahulu sampai hari ini, orang tak pernah selesai membicarakan masalah pendidikan. Hal ini terjadi karena pendidikan merupakan satu sendi yang paling esensial dalam kehidupan manusia. Pada umumnya orang akan mengetahui potensi yang dimilikinya karena dijembatani oleh pendidikan. Maka dari itu dapat dipahami bahwa pendidikan adalah suatu sarana pengendali potensi dan sumbar daya manusia. Jika ditelusuri banyak remaja perempuan dan laki-laki yang berusia belasanTHdi pedesaan sudah tidak bersekolah atau bahkan putus sekolah, 8 Bajri, Wawancara, Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul 11.30 Wib 66 terlebih lagi perempuan. Perempuan yang bersekolah dipandang sebagai sebuah kesia-siaan, sebab pada akhirnya hanya akan bermuara di dapur saja. Dengan demikian mereka memandang bahwa wanita lebih baik belajar memasak, mencuci, dan sebagainya. Kondisi masyarakat seperti inilah yang mendorong mereka untuk menikahkan anak-anak mereka diusia yang relatif muda. Pada akhirnya kehidupan bermasyarakat semarak dengan perkawinan muda di bawah umur tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapi. Pernikahan ini terjadi juga dikarenakan adanya dorongan dan kekawatiran orang tua terhadap anak gadisnya yang menjadi perawan tua atau perjaka tua, sedangkan sebutan perawan tua dan perjaka tua merupakan aib bagi keluarga. 9 Maka dapat dipahami bahwa salah satu faktor yang menjadi penghambat pemerintah untuk melakukan pencatatan pernikahan di KUA adalah faktor pendidikan yang rendah. c. Faktor Perjodohan Perkawinan harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua orang tua calon mempelai pasal 6 UU. No 1 Th 1974 sebagaimana penjelasan maksudnya, agar suami istri yang akan menikah itu kelak dapat membentuk keluarga kekal dan bahagia, hal ini sesuai pula dengan hak asasi manusia, maka tentulah perkawinan harus disetujui oleh kedua belah pihak yang akan melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. 9 Asnawi, Wawancara, Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul: 14.15 Wib 67 Kata persetujuan kedua calon mempelai dimaksud berarti orang tuawali atau keluargakerabat tidak boleh memaksakan anak-anak mereka untuk melakukan perkawinan jika mereka tidak setuju terhadap pasangannya, atau belum bersedia untuk menikah. 10 Akan tetapi berdasarkan dari hasil penelitian yang penulis temukan di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung masih saja ada orang tua yang memaksakan keinginannya untuk menikahkan anaknya yang masih muda di bawah umur dengan alasan untuk kebahagian anaknya, agar tidak menjadi perawan atau perjaka tua yang menjadi cemoohan masyarakat dan aib dalam keluarga. 11 Dengan demikian dapat diketahui faktor yang melatarbelakangi terhambatnya pelaksanan pencatatan perkawinan di KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, yaitu karena adanya perjodohan anak-anak mereka yang masih di bawah umur oleh orang tuanya. d. Faktor Agama atau Norma yang Dianut Pada umumnya orang tua ingin cepat-cepat menikahkan atau mengawinkan anaknya, karena takut anaknya terjerumus kepada pergaulan bebas sehingga berbuat zina yang dilarang oleh agama yang juga menyebabkan malu keluarga. Berdasarkan pada hasil penelitian yang penulis lakukan di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung, penulis menemukan kebiasaan orang tua mereka yang bila melihat prilaku anak-anakanya yang sudah terlalu akrab dengan lawan jenisnya dan orang 10 Yaswirman, Karak teristik dan Prospek Dok rin Islam dan Adat dalam Masyarak at Matrilineal Minang k abau, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, h. 193. 11 Bajri, Wawancara¸ Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul 11.30 Wib 68 tua berasumsi bahwa perbuatan anaknya dianggap melanggar norma agama, maka orang tua tersebut mengambil satu solusi dengan mengawinkannya meskipun usia anak masih muda, bahkan di samping itu juga orang tua merasa malu kalau anak gadisnya tidak cepat-cepat dikawinkan dan khawatir dicemooh oleh tetangga sekiranya punya anak gadis tidak laku dan akan menjadi perawan tua. 12 Dengan demikian faktor penghambat tidak terlaksanaan pencatatan perkawinan di Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung adalah karena alasan paham agama dan norma yang berlaku, meskipun demikian perkawinan tersebut dapat ditotelir kendatipun berlawanan dengan peraturan perundang-undangan yang ada lebih baik menikahkan anak gadisnya diusia muda di bawah umur daripada mendapat cemoohan dari masyarakat. e. Kurangnya Sosialisai Mengenai Manfaat Pencatatan Perkawinan Rocoe Pound menyatakan: “Proses hukum pada hakikatnya adalah suatu proses rekayasa sosial, hukum itu pada hakikatnya adalah sarana yang dapat digunakan untuk mengontrol dan merekayasa masyarakat, hukum diselenggarakan dengan tujuan untuk mengoptimalkan pemuasan kebutuhan dan kepentingan.” 13 Melalui sarana sosialisai tentunya akan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat untuk melaksanakan pencatatan perkawinan, dengan kata lain, sosialisasi merupakan sarana atau corong penyampaian diskresi sebagai suatu kaidah hukum. Sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan perkawinan yang penulis temukan di Desa Parakan Muncang 12 Bajri, Wawancara, Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul 11.30 Wib 13 Fak tor P enghambat Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan”, diakses pada 29 Mei dari http:appehutauruk.blogspot.com201211pelaksanaan -pencatatan-perkawinan-di.html. 69 Bogor Kecamatan Nanggung masih belum dilakukan secara optimal, bahkan dapat dikatakan bahwa KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung belum bersungguh melakukan sosialisasi dengan metode yang tepat dan benar kepada masyaraat mengenai pencatatan perkawinan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada kasus nikah muda, penulis mendapati pengakuan dari Informal bahwa mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan perkawinan. Sosialisasi hanya pernah dilakukan di balai desa saja, itu pun hanya mengundang sebagian tokoh agama. Padahal sosialisasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar taat dan patuh pada hukum dan peraturan perundang-undangan. 14 Maka penulis berpendapat kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak KUA menyebabkan kebanyakan masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung tidak mengetahui tentang pentingnya manfaat pencatatan perkawinan.

2. Sebagai Suatu Kebijakan.

Pemerintah memberikan solusi bagi perkawinan yang tidak tercatat atau perkawinan yang tidak terdaftar, yaitu dengan mengajukan permohonan Isbat Nikah atau pengesahan nikah. Isbat Nikah tersebut diajukan ke Pengadilan Agama kabupaten atau kota setempat. Dengan adanya Isbat Nikah ini, maka status perkawinan menjadi jelas, baik dimata agama maupun dimata hukum. 14 Hasil Wawancara Pribadi dengan Ibu Dede Sukaisi, Pelaku Nikah Muda Desa Parakan Muncang Bogor, Selasa, 12 Mei 2015 pukul 14.30 Wib di rumah Ibu Dede Sukaisi. 70 Dasar hukum yang menyatakan bahwa permohonan Isbat Nikah menjadi kewenangan Pengadilan Agama diatur dalam UU No 1 Th 1974 tentang perkawinan. Pasal 49 ayat 2 butir 22 UU No.7 Th 1989 menjelaskan bagi pernikahan yang tidak tercatat dapat dimintakan permohonan untuk diisbatkan pernikahannya di Pengadilan Agama. Setelah melakukan Isbat Nikah, maka secara otomatis pernikahan tersebut akan sah secara agama dan diakui juga menurut ketentuan hukum negara. 15 Lain halnya yang penulis temukan dilapangan berdasarkan dari hasil wawancara kepada kepala KUA Agus Hasanudin Ketua KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung. Beliau menjelaskan bahwa adanya penundaan pencatatan perkawinan tersebut merupakan suatu solusi kebijakan yang diambil oleh pihak KUA kepada pasangan muda yang menikah tanpa meminta despensasi kepengadilan agama setempat. Dari data yang didapatkan oleh penulis dari kantor KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung ada hampir 1.600 seribu enam ratus jumlahnya kepala keluarga KK pada masyarakat Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung yang tidak mempunyai buku nikah yang mana salah satunya bagi pasangan muda di bawah umur yang tidak mencatatkan kembali perkawinannya. Sedangkan pihak KUA telah mengajukan permohonan untuk di isbatkan pernikahan mereka tersebut, bahkan dari pihak KUA juga sudah memanggil dari pihak pengadilan untuk datang ke KUA agar dilakukannya isbat nikah bagi mereka yang belum mempunyai buku nikah dan belum diakui perkawinannya 15 Asep Saepudin Jahar, Euis Nurlaelawati, dan Jaenal Arifin, Huk um Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian dalam Perundang-Undangan Indonesia, Fiqih, dan Huk um Internasional , Jakarta: Kencana, 2013, h. 57. 71 menurut ketentuan negara, namun hal tersebut tidak ada tanggapan yang positif yang diberikan oleh pihak Pengadilan Agama dan tidak terlaksana, sehingga pihak KUA melakukan pencatatan ulang kembali bagi pasangan muda yang tidak memenuhi persyaratannya, khususnya bagi mereka yang menikah muda di bawah umur yang disebabkan berbagai faktor. 16 Meskipun demikian pihak KUA Desa Parakan Muncang Bogor Kecamatan Nanggung selalu menghimbau kepada masyarakat agar pasangan yang hendak melakukan pekawinan untuk dapat memenuhi persyaratannya baik secara agama maupun secara negara.

C. Akibat Penundaan Pencatatan Nikah Terhadap Pasangan Perkawinan