MASALAH KEAMANAN PANGAN GERAKAN NASIONAL PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

9 pangan tersebut, 32 kejadian KLB keracunan pangan terjadi di sekolah atau kampus Badan POM 2012. Menurut Rahayu et al. 2005, terjadinya kasus keracunan atau gangguan kesehatan di lingkungan sekolah akibat keamanan pangan dikarenakan oleh: 1 ditemukannya produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya mikrobiologis dan kimia; 2 kantin sekolah dan pangan siap saji sekolah yang belum memenuhi syarat higienitas; 3 donasi pangan yang bermasalah.

3.2 MASALAH KEAMANAN PANGAN

Masalah keamanan pangan masih saja terjadi di Indonesia saat ini antara lain kasus keracunan, ditemukannya pangan tercemar oleh kontaminan mikrobiologi dan kontaminan kimia, penggunaan bahan tambahan ilegal, dan penggunaan bahan tambahan pangan BTP melebihi batas yang diijinkan. Masalah keamanan pangan dapat terjadi di sepanjang rantai pangan dan disebabkan karena ketidaktahuan produsen terutama produsen skala kecil terhadap bahaya keamanan pangan, ketidakpedulian konsumen dan juga ketidaksadaran konsumen untuk memilih pangan yang aman, selain juga karena tindak lanjut pengawasan yang dilakukan instansi pemerintah belum memberikan efek jera. Untuk dapat menuntaskan masalah keamanan pangan, maka diperlukan suatu kebijakan dan stategi yang tepat. Untuk dapat mengeluarkan kebijakan dan strategi yang tepat maka dibutuhkan daya dukung berupa hasil kajian surveilan keamanan pangan, keputusan manajerial dan komunikasi resiko yang efektif. Hal ini yang mendasari perlunya suatu kebijakan dan strategi keamanan pangan dilandaskan pada prinsip-prinsip analisis resiko Rahayu 2011. Tantangan keamanan pangan semakin kompleks dimana ruang lingkup pengawasan keamanan pangan di Indonesia sangat luas. Tantangan keamanan pangan seperti keragaman jenis produk pangan serta luasnya area pengawasan, keterbatasan dana, dan pengetahuan produsen serta konsumen tentang keamanan pangan yang kurang, mengharuskan pengawasan yang bersifat terpadu sehingga koordinasi dan kerjasama lintas sektor terkait termasuk dengan pemerintah daerah kabupaten atau kota dibutuhkan guna memperkuat pengawasan pangan sebagai suatu komponen penting untuk menjamin keamanan suplai pangan dan menentukan risiko kesehatan pada level nasional Badan POM 2011.

3.3 PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

3.3.1 Makanan Jajanan

Menurut Winarno a 2004, pangan jajanan juga dikenal sebagai street foods, adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Makanan jajanan banyak sekali jenisnya dan sangat bervariasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Pangan jajanan termasuk dalam kategori pangan siap saji yaitu makanan dan atau minuman yang merupakan hasil proses dengan cara atau metode tertentu, untuk langsung disajikan dijual untuk langsung dikonsumsi tanpa proses pengolahan lebih lanjut Rahayu et al. 2005. Winarno a 2004, membagi pangan jajanan menjadi empat kelompok: yaitu kelompok pertama adalah makanan utama atau main dish nasi rames, nasi rawon, nasi pecel, dan sebagainya, kelompok kedua adalah penganan atau snack kue-kue, onde-onde, pisang goreng dan sebagainya, kelompok ketiga adalah golongan minuman es teler, es buah, teh, kopi, dawet, jenang gendul, dan sebagainya, dan kelompok keempat adalah buah-buahan segar dari mangga, durian, dan 10 sebagainya. Makanan jajanan yang baik untuk siswa sekolah adalah yang dapat memberikan kontribusi zat gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan siswa, namun kebanyakan makanan jajanan hanya mengandung gula dan lemak Marotz 2005.

3.3.2 Kondisi Makanan Jajanan

Masalah keamanan pangan food safety masih merupakan topik hangat dunia yang selalu dibicarakan pada setiap pertemuan pangan internasional. Laporan dari berbagai negara menunjukkan bahwa kasus keracunan dan penyakit melalui makanan masih selalu terjadi di berbagai Negara. WHO 1993 bahkan melaporkan bahwa sekitar 70 dari penyakit diare yang terjadi di negara- negara yang sedang berkembang disebabkan oleh konsumsi makanan tercemar Rahayu 2011. Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat, maka dituntut persyaratan pangan yang bukan saja bergizi tinggi, tetapi juga harus aman dikonsumsi serta memiliki mutu yang baik. Bahkan persyaratan keamanan pangan yang akan dikonsumsi semestinya menjadi persyaratan terpenting yang harus dipenuhi sebelum persyaratan yang lain dipertimbangkan. Artinya kalau suatu makanan sudah tidak lagi aman untuk dikonsumsi, kandungan gizi, kelezatan, penampilan dan mutu tidak ada artinya lagi, bahkan pangan tersebut harus dimusnahkan Rahayu 2011. Kasus keracunan makanan yang paling sering dilaporkan melalui media masa di Indonesia juga berasal dari konsumsi makanan jasa boga dan rumah makan. Akan tetapi, data yang lengkap mengenai kasus tersebut serta penyebabnya masih sangat kurang, dan diduga jumlah kasus yang dilaporkan masih jauh dari yang sebenarnya terjadi. Salah satu yang mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia adalah rendahnya tanggung jawab, kesadaran dan pengetahuan produsen pangan terhadap masalah keamanan pangan masih didominasi oleh industri berskala kecil atau rumah tangga dengan tingkat pendidikan dan sosial-ekonomi produsen yang masih rendah Rahayu 2011. Mata rantai dalam sistem pangan mulai dari memproduksi, mengolah, mendistribusikan, menyiapkan sampai mengkonsumsi makanan berkaitan erat dengan tingkat perkembangan, pendapatan dan karakteristik sosiokultur masyarakat. Sistem pangan pada penduduk kota berpenghasilan rendah lebih mengandalkan makanan jajanan siap santap bermutu rendah yang belum tentu terjamin keamanannnya. Kelompok ini terutama terdiri dari buruh, pedagang, sopir, dan sejenisnya yang tidak mempunyai waktu untuk mengkonsumsi makanan rumah sehingga sebagian besar pendapatannya yang terbatas digunakan untuk membeli makanan jajanan Rahayu 2011. Feeding Asian Cities tahun 2000 menyebutkan bahwa telah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat karakteristik dari makanan jajanan beberapa kota Asia, Afrika dan Amerika Latin. Penelitian ini telah mendokumentasikan pentingnya makanan jajanan dari segi sosial ekonomi. Perdagangan makanan jajanan secarakeseluruhan di berbagai kota khususnya di Asia dapat mencapai beberapa juta dolar. Sedangkan segi negatif dari keberadaan makanan jajanan adalah tingkat kebersihan makanannnya yang rendah serta dapat mengganggu lingkungan seperti menghalangi pejalan kaki dan lalu lintas Rahayu 2011. Produk pangan jajanan mudah menjadi busuk dan merupakan makanan yang siap konsumsi, sehingga mengharuskan adanya kontrol yang memadai untuk melindungi kesehatan khalayak banyak. Makanan siap santap atau siap konsumsi banyak yang kondisinya masih di bawah standar, ditambah lagi, konsumen pun tidak melakukan perlakuan lanjutan untuk mengurangi tingkat kontaminasi sebelum pengonsumsian. Faktor tambahan lain menjadikan hal tersebut sebagai tantangan bagi para ahli dalam menjaga agar makanan jajanan yang tidak aman tidak sampai diperjualbelikan. Termasuk juga keberadaan unit penjual makanan yang sangat banyak; tingkat 11 pendidikan pedagangnya kebanyakan masih rendah dan juga rendahnya pengetahuan mereka akan penanganan makanan yang baik; dan kondisi penanganan yang dijalankan masih buruk Rahayu 2011. Karena beberapa alasan di atas, FAO dan beberapa organisasi lainnya ikut campur tangan dalam mengatasi masalah kebersihan makanan atau food hygiene ini. Dalam beberapa proyek diadakan pelatihan bagi pedagang makanan jajanan mengenai cara penanganan makanan yang baik terutama dalam food hygiene, dan hasilnya menunjukan bahwa telah ada perbaikan dalam menangani makanan dan mengurangi kontaminasi. Campur tangan ini juga terfokus pada penetapan peraturan untuk sektor makanan jajanan, pelatihan dalam menginspeksi makanan jajanan, peningkatan kewaspadaan petugas pemerintah dan perkembangan serta penyebaran teknologi yang tepat untuk sektor tersebut Rahayu 2011. Kebaikan dari kebiasaan jajan adalah bisa melengkapi atau menambah kebutuhan gizi anak jika makanan yang dibeli sudah memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan keburukannya adalah dapat mengurangi nafsu makan anak terhadap masakan rumah dan tidak terjamin kebersihannya Rahayu 2011. Badan POM RI mengidentifikasi beberapa faktor yang diduga turut mempengaruhi rendahnya mutu dan keamanan PJAS antara lain: pada saat ini program nasional pengawasan jajanan anak sekolah belum optimal, fasilitas kantin sekolah tidak memadai, fasilitas sekeliling sekolah tidak memadai, sanitasi yang masih buruk, dan sumberdaya manusia guru tidak melakukan komunikasi resiko, anak sekolah jajan sembarangan, orang tua tidak menyediakan bekal, pedagang menjual PJAS tidak aman, IRTP produsen menghasilkan PJAS tidak aman Yasmin dan Madanijah 2010.

3.4 GERAKAN NASIONAL PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH

Program nasional keamanan pangan jajanan anak sekolah PNKP - JAS mulai dirintis sejak tahun 2004. Saat itu, hasil monitoring keamanan JAS menunjukkan bahwa lebih kurang 40 dari JAS yang beredar tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan dan kasus keracunan pangan di sekolah marak terjadi. Jejaring Promosi Keamanan Pangan memfasilitasi program bersama antara Badan POM RI dengan PEMDA kabupaten kota, Kementrian Pendidikan Nasional, Kementrian Kesehatan dalam hal ini Dinas Kesehatan di Pemda dan Kementrian Perdagangan untuk mengatasi hal tersebut Rahayu 2011. Program yang dilaksanakan adalah Penyebaran Pedoman Donasi Pangan Di Sekolah 2004, Advokasi Kondisi Keamanan JAS dan upaya mengatasinya sejak 2005, rutin setiap tahun, Penyuluhan Keamanan Pangan untuk Sekolah sejak 2005, rutin setiap tahun, Peluncuran Maskot Keamanan Pangan 2008, Pemberian Piagam Bintang Keamanan Pangan PBKP bagi Kantin Sekolah 2008, Review Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah 2008 dan perencanaan kegiatan School Food Inspection bersama dengan Kementrian Pendidikan Nasional 2008. Khusus untuk PBKP bagi kantin sekolah, diharapkan dapat menjadi contoh pola kantin sekolah yang sehat dan aman Rahayu 2011. 12

3.5 e-NOTIFIKASI

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Negeri Wilayah Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015

2 17 183

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Eritrosin dan Rhodamin B Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah Yang Dijual Oleh Pedagang Di SDN Sekelurahan Pondok Benda Tahun 2015

0 21 168

EDUKASI GIZI BERBASIS EDUTAINMENT UNTUK PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PRAKTIK TENTANG PEMILIHAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS)

0 9 179

Penerapan Peraturan Dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Di Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten Bogor

1 20 156

Perilaku Penjaja Pangan Jajanan Anak Sekolah Tentang Gizi Dan Keamanan Pangan Di Lingkungan Sekolah Dasar Kota Dan Kabupaten Bogor

4 18 151

Penggunaan data hasil pengujian untuk meningkatkan pengaturan keamanan pangan: studi kasus siklamat pada pangan jajanan anak sekolah

1 20 187

Penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja pangan jajanan anak sekolah di Jakarta dan Bogor

1 6 110

Model Upaya Mengatasi Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Dasar Di Kota Bogor

1 6 154

Pengaruh program keamanan pangan di sekolah terhadap pengetahuan penjaja pangan jajanan dan siswa Sekolah Dasar

0 3 26

Hubungan Antara Kredibilitas Pembicara Konferensi Anak Indonesia dengan Sikap Peserta dalam Menghindari Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang Tercemar.

0 0 2