Analisa Keefektifan Peningkatan Peran Masyarakat

yang digunakan untuk membuat ilaran dan menggali tanah Gambar 12a; golok dan sabit yang juga digunakan untuk membuat ilaran Gambar 12b; sepatu boots; dan alat komunikasi berupa handphone bagi yang memiliki. Kesemua alat tersebut merupakan milik pribadi masyarakat. Sejauh ini pihak RPH Oro Oro Ombo tidak menyediakan alat penunjang dalam memadamkan kebakaran hutan, namun pihak RPH Oro Oro Ombo menyediakan konsumsi bagi masyarakat sewaktu terjadi kebakaran hutan. Selain itu, saat terjadi kebakaran hutan KRPH Oro Oro Ombo biasanya menggantikan uang rumput harian milik masyarakat yang ikut memadamkan kebakaran hutan dengan menggunakan uang pribadi KRPH Oro Oro Ombo sendiri. a b Gambar 12 Alat penunjang dalam pemadaman kebakaran hutan, yaitu a cangkul; b golok dan sabit

5.2.3. Analisa Keefektifan Peningkatan Peran Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan personil RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh pihak RPH Oro Oro Ombo dengan meningkatkan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan, meliputi : 1. Pencegahan melalui pendidikan Kegiatan pendidikan yang diberikan berupa penyuluhan untuk menambah wawasan, himbauan secara lisan, dan bimbingan secara langsung, yang penyampaiannya dilakukan secara informal. Sasaran dari kegiatan pendidikan itu adalah masyarakat dengan tujuan agar lebih mengena dan angka kebakaran hutan dapat menurun. Tidak ada lokasi dan waktu rutin dalam pelaksanaannya, biasanya kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bertepatan dengan acara warga seperti jemaah ta‟lim, rapat desa, dan acara kumpul lainnya sehingga waktu kegiatan ini tidak menentu dan lokasinya pun informal. Lokasi yang biasanya digunakan adalah rumah warga, rumah petugas RPH Oro Oro Ombo, pos jaga, maupun langsung di hutan. Kegiatan pendidikan ini bersifat conditional sehingga biasanya diberikan kepada masyarakat pada musim kemarau atau bulan Juli – September. Selain itu, terdapat sosialisasi dalam mencegah kebakaran hutan melalui penempelan stiker-stiker di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo Gambar 13. a b Gambar 13 Sosialisasi mengenai kebakaran hutan melalui stiker yang ditempel di rumah petugas RPH Oro Oro Ombo 2. Pencegahan melalui kesadaran hukum Pencegahan melalui kesadaran hukum dibuat berdasarkan peraturan tertulis yang tertera di buku panduan dari KPH dan Undang-undang yang berlaku. Hukum yang ditetapkan antara lain dalam bentuk himbauan pembinaan conditional langsung kepada masyarakat yang berada di dalam hutan; larangan lisan secara langsung kepada masyarakat yang hendak masuk hutan; dan peringatan seperti ”dilarang meninggalkan api”, ”dilarang membuat api di musim kemarau”, dan ”dilarang masuk hutan dengan me mbawa api”, yang tertulis di papan peringatan yang diletakan di tiap batas hutan. Namun saat ini tidak semua papan peringatan terawat dengan baik bahkan di beberapa lokasi pun papan peringatan tersebut sudah hilang. Penyebab dari kebakaran hutan biasanya adalah api unggun dari peserta camping yang sudah ditinggalkan walaupun belum padam benar, dan pembakaran tidak terkontrol yang dilakukan masyarakat untuk produksi rumput. Sejauh ini kendala yang ada yaitu sulit untuk mengetahui modus pembakaran dan menangkap pelaku pembakaran. Sanksi dari pelanggaran peraturan tersebut adalah tindak pidana dari kepolisian seperti hukuman penjara sesuai Undang-undang yang berlaku. 3. Pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis Kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Bentuk metode pendekatan secara teknis yang dilakukan yaitu manajemen bahan bakar berupa pembuatan sekat bakar hijau dengan lebar mencapai dua hingga lima meter menggunakan tanaman tahan api, seperti Kaktus, Pandan, Pisang, Multi Purpose Trees Species MPTS, dan khususnya Hijauan Makanan Ternak seperti Rumput Gajah, yang cenderung lebih dibutuhkan oleh masyarakat sehingga selain untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan juga dapat mensejahterakan masyarakat dengan hasil panennya. Dalam kegiatan pencegahan dengan metode pendekatan secara teknis lebih ditekankan pada upaya-upaya pensejahteraan masyarakat, karena hal ini mempermudah pihak RPH Oro Oro Ombo dalam bekerja sama dengan masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan. Tidak ada waktu rutin dalam pelaksanaan pembuatan sekat bakar hijau, biasanya bersamaan dengan waktu penanaman tanaman tersebut. Lokasi kegiatan tersebut antara lain di lokasi rawan kebakaran hutan seperti petak 227 Gunung Panderman dan di lereng- lereng hutan lindung. Gunung Panderman merupakan hutan lindung yang juga dijadikan sebagai objek wisata di daerah RPH Oro Oro Ombo. Hal ini mempengaruhi Gunung Panderman sehingga rawan kebakaran hutan. Dikarenakan Gunung Panderman merupakan objek wisata maka besar kemungkinan terjadi kebakaran yang disebabkan oleh oknum yang lalai dan tidak bertanggung jawab. Selain itu karena sulit dijangkaunya lokasi kegiatan yang berada di Gunung Panderman maka jarang dilakukan pemeliharaan terhadap sekat bakar hijau di lokasi itu, sehingga bahan bakar di lantai hutannya akan menumpuk. Selain kegiatan di atas, RPH Oro Oro Ombo pun melakukan kegiatan patroli hutan yang dilaksanakan oleh petugas RPH Oro Oro Ombo bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH yang bersangkutan sebanyak satu sampai dua kali tiap minggu terutama di bulan-bulan rawan kebakaran hutan; pembangunan pos jaga untuk mempermudah pemantauan keamanan hutan; dan koordinasi dengan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, Linmas, dan masyarakat itu sendiri. 4. Pemadaman kebakaran hutan Saat mengetahui adanya asap yang berasal dari kawasan hutan, petugas RPH Oro Oro Ombo segera menghubungi Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH dan pihak terkait seperti PMK, Satpol PP, Mustika, LSM, Karang Taruna, dan Linmas, untuk ikut memadamkan bersama kebakaran tersebut. Sebelum tahun 2008, terdapat Satuan Petugas Pemadam Kebakaran SATGAS DAMKAR yang terdiri dari dua orang petugas RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat sekitar hutan mencapai 30 orang. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran SATGAS DAMKAR ini berguna untuk mengkoordinir masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan khususnya pemadaman kebakaran hutan. Satuan Petugas Pemadam Kebakaran ini dibentuk berdasarkan surat keputusan administratur KPH Malang nomor 115KPTSMLGII2002 tanggal 15 januari 2002, yaitu tentang pembentukan Satuan Petugas Pemadam Kebakaran SATGAS DAMKAR yang memiliki tujuan-tujuan menangulangi kemungkinan terjadinya kebakaran hutan pada musim kemarau. Unit pelaksanaan ini hanya aktif sampai dengan tahun 2007 karena terbentur masalah dana operasional. Gambar 14 Papan nama Satuan Petugas Pemadam Kebakaran SATGAS DAMKAR Metode pemadaman kebakaran hutan yang diterapkan antara lain : a. Metode jalur Metode jalur yang digunakan adalah ilaran dengan lebar mencapai lima meter, sepuluh meter, dan 20 meter untuk lokasi berkelerengan ≥ 5 . Pembuatan ilaran dilakukan jika api kebakaran berskala besar dan terdapat angin kencang. b. Metode pemadaman api secara langsung Pemadaman api secara langsung digunakan apabila skala api kecil. Metode pemadaman yang digunakan yaitu dengan menimbun api menggunakan tanah dan dengan menggunakan kepyok. Kepyok merupakan alat yang digunakan untuk memukul api hingga padam yang biasanya digunakan untuk memadamkan kebakaran di hutan produksi. Dalam prakteknya, tidak digunakan air dan alat yang lebih canggih dalam pemadaman api secara langsung. Hal ini dikarenakan lokasi terjadinya kebakaran tidak berdekatan dengan sumber air dan juga tidak memungkinkan bagi masyarakat untuk membawa air maupun alat yang lebih canggih, seperti selang dan gas, dengan kondisi lapang yang ada terjal. Pihak RPH Oro Oro Ombo belum pernah mengadakan pelatihan untuk masyarakat namun pelatihan untuk petugas RPH Oro Oro Ombo sudah pernah dilakukan. Pelatihan tersebut tidak ditujukan untuk semua petugas RPH Oro Oro Ombo melainkan hanya untuk beberapa petugas yang dipilih oleh KBKPH Pujon. Informasi yang diterima oleh petugas dalam pelatihan tersebut kemudian akan disampaikan ke teman-teman seprofesi lainnya. Dalam pelatihan tersebut diberikan petunjuk dan cara-cara pemadaman kebakaran hutan yang benar. Selain itu sampai dengan tahun 2006 di RPH Oro Oro Ombo pernah dibentuk tim pelatihan pemadaman kebakaran yang mendapat pelatihan tiga bulan sekali yang didalamnya terdapat materi pendidikan dan praktek langsung pemadaman kebakaran hutan. Dari seluruh pemadaman kebakaran hutan yang pernah dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo, diketahui bahwa faktor kegagalan dalam memadamkan api antara lain lokasi dari Gunung Panderman yang sulit untuk dijangkau sedangkan Gunung Panderman merupakan salah satu lokasi rawan kebakaran di RPH Oro Oro Ombo; luas areal terbakar dalam suatu kejadian kebakaran hutan; dan bahan bakar permukaan dalam jumlah banyak sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk dipadamkan. Dalam waktu 1 x 24 jam setelah adanya kejadian kebakaran hutan, pihak RPH Oro Oro Ombo akan membuat laporan tertulis mengenai kejadian tersebut dimana di dalam laporan tersebut akan dicantumkan uraian singkat kejadian kebakaran hutan beserta lampiran keterangan- keterangan lainnya, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Sejauh ini masyarakat, baik masyarakat yang menduduki tanah Perhutani maupun masyarakat yang tidak menduduki tanah Perhutani, turut berperan aktif dalam pemadaman kebakaran hutan. Tanpa diperintah masyarakat akan langsung mendatangi lokasi kejadian kebakaran hutan tersebut. Hal tersebut menunjukan kepedulian masyarakat akan hutan sudah meningkat. Keterlibatan masyarakat dalam pemadaman kebakaran hutan tercantum dalam laporan kejadian kebakaran hutan Lampiran 5. Hasil dan manfaat yang telah dicapai dari upaya pengendalian kebakaran hutan bersama masyarakat ini antara lain hutan menjadi lebih terjaga, baik dari segi keamanan seperti lebih kecil kemungkinan terjadinya kebakaran dan gangguan hutan lainnya; maupun dari segi ekologisnya seperti banjir dan longsor berkurang dan pasokan air terpenuhi; juga fungsi hutan sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan pun lebih terjamin. Hal itu berkat adanya kerja sama dan tolong menolong antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat. Sebelum adanya kerjasama dengan masyarakat, pihak RPH Oro Oro Ombo menangani gangguan-gangguan hutan seperti ilegal logging, penjarahan, dan kebakaran hutan sendirian. Setelah adanya kerjasama tersebut maka penanganan gangguan hutan tidak hanya dilakukan oleh RPH Oro Oro Ombo saja melainkan dibantu dan didukung oleh masyarakat. Kerja sama antara pihak RPH Oro Oro Ombo dengan masyarakat dapat dikatakan berjalan dengan baik dalam menangani kebakaran hutan. Adapun usaha yang dilakukan pihak RPH Oro Oro Ombo agar upaya pengendalian kebakaran hutan, baik dalam kegiatan pencegahan maupun pemadaman, bersama masyarakat ini dapat berhasil adalah pendekatan terhadap masyarakat dengan pengembangan Lembaga Masyarakat Desa Hutan LMDH. Semenjak adanya peningkatan peran masyarakat dalam upaya pengendalian kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo, frekuensi kebakaran hutan di RPH Oro Oro Ombo sudah berkurang, begitu juga dengan luas areal yang terbakar Lampiran 6. Wadah LMDH ini dapat digunakan untuk merangkul masyarakat sehingga masyarakat mau berpartisipasi, baik dalam mencegah maupun memadamkan kebakaran hutan. LMDH mulai berkembang bersamaan dengan pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat yang biasa disebut dengan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM. PHBM dibentuk pada tahun 2001 dan mulai disahkan pada tahun 2004. Dengan adanya program PHBM, pihak RPH Oro Oro Ombo dan masyarakat dapat lebih terbuka dalam mengutarakan pendapat, dapat bekerja sama dan berperan secara aktif dalam menjaga keamanan hutan dan mengelola hutan secara lestari.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN