Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II Jawa Timur)

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya pengelolaan hutan di Indonesia sendiri dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat lokal sekitar hutan. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan tidaklah sekedar untuk menunjukan adanya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan semata, akan tetapi lebih ditekankan pada kepentingan mendesak, mengingat masyarakat desa sekitar hutan merupakan orang yang paling dekat dengan sumberdaya alam (SDA). Kegiatan pengusahaan hutan membutuhkan partisipasi masyarakat pria dan wanita. Walaupun banyak bukti menunjukan bahwa wanita mampu bekerja mencari nafkah di bidang pertanian, kehutanan, peternakan, dan lainnya, namun peran wanita seringkali diabaikan dan tidak dilihat dalam proyek-proyek pembangunan (Suharjito 1996).

Pemerintah dan pakar pada umumnya mengabaikan kepentingan perempuan dalam rumah tangga pertanian. Pemerintah senantiasa beralasan bahwa kebijakan pembangunan netral gender, namun kebijakan ini berdampak negatif yaitu menimbulkan ketidakadilan gender yang menghambat terwujudnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan kesejahteraan keluarga pertanian di Indonesia (Mugniesyah & Fadhilah 2001).

Mugniesyah (1995) melaporkan bahwa program yang telah dilaksanakan pemerintah tidak menyentuh rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan dan anggota rumah tangga perempuan lainnya. Sebagaimana halnya studi gender dalam pertanian, ditemukan bahwa sekalipun kontribusi perempuan terhadap usaha tani cukup nyata bahkan dijumpai lebih besar dibanding pria, namun mereka belum mempunyai akses dan kontrol terhadap informasi dan teknologi. Hal ini terjadi karena wanita tidak menjadi kelompok sasaran dalam kegiatan penyuluhan sistem latihan dan kunjungan, sementara pria sebagai anggota kelompok tani tidak semuanya berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan istri-istri mereka. Selain itu, intervensi dari berbagai instansi, rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan serta pengaruh adat budaya masyarakat menjadi


(2)

2 faktor penting lain yang menjadikan kurangnya melibatkan perempuan dalam program pembangunan.

Molnar dan Schreiber (1989) diacu dalam Suharjito (1994) memberikan beberapa catatan bagaimana proyek kehutanan dapat memaksimumkan penghasilan suatu investasi dengan melibatkan wanita. Pertama, jika preferensi produk dan jenis bagi wanita turut dipertimbangkan, mereka akan lebih bersemangat untuk bekerjasama dalam mencapai sasaran-sasaran proyek secara keseluruhan. Kedua, jika kegiatan-kegiatan direncanakan seputar jadwal wanita mereka akan lebih mempunyai waktu untuk dicurahkan pada kegiatan tersebut. Ketiga, rumah tangga yang dikepalai wanita (atau rumah tangga tanpa pria dewasa) mungkin merupakan persentase terbesar di wilayah proyek. Jika mereka dapat berpartisipasi penghasilan proyek akan meningkat. Keempat, wanita dapat membangkitkan pendapatan rumah tangga secara signifikan jika bahan baku untuk industri rumah tangga tersedia.

Menurut Hadjar (1992) diacu dalam Ridwan (1997), keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan rumah tangga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pengambilan keputusan jumlah anak. Wiryono (1994) diacu dalam Ridwan (1997) menyatakan bahwa besarnya kontribusi pendapatan yang diterima perempuan terhadap ekonomi rumah tangga berpengaruh pula pada pola pengambilan keputusan suami istri dalam berbagai kegiatan rumah tangga.

Dengan berubahnya pola pengelolaan hutan dari Timber Based Management menjadi Community Based Forestry, menjadikan peran perempuan semakin penting. Kedekatan perempuan dengan sektor pangan dan sumberdaya lahan menjadikan posisi perempuan semakin kuat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berbasis pemberdayaan masyarakat.

Dalam peningkatan kesejahteraan khususnya masyarakat desa hutan. program pelibatan masyarakat sangat penting untuk dilaksanakan, karenanya Perhutani membentuk program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Selain usaha peningkatan pengelolaan kehutanan, PHBM juga bermanfaat dalam peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.


(3)

3 1.2. Rumusan Masalah

Era global dan pasar kini menuntut perempuan memasuki bursa kerja. Ironisnya, perempuan di bayar lebih rendah dari pekerja laki-laki. Namun demikian, jumlah perempuan yang bekerja di sektor publik makin meningkat. Berbagai perusahaan membuka diri menerima pekerja perempuan profesional agar terlibat memajukan bisnis. Perempuan berbondong-bondong mengajukan lamaran dan memadati setiap bursa kerja. Perempuan berlomba meraih peluang membangun kesejahteraan dan meningkatkan kinerja. Kesejahteraan menjadi wacana aktual di berbagai seminar-seminar karier dan usaha Tantangan perempuan memilih pekerjaan yang sesuai bagi diri mereka sangat terbuka lebar (Naqiyah 2006). Pembangunan kehutanan yang di gagas oleh pemerintah selama ini dinilai tidak benar-benar mampu memberikan akses dan kontrol kepada masyarakat terhadap sumberdaya hutan secara berkelanjutan. Hal tersebut di karenakan dalam pelaksanaan pembangunan kehutanan, pemerintah hanya menitikberatkan terhadap keuntungan ekonomi daripada kesejahteraan masyarakat.

Penelitian terhadap berbagai program pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat, termasuk program yang digagas oleh Perhutani, selama ini menunjukan bahwa aspek gender kurang mendapat perhatian, kendati perempuan terlibat dalam kegiatan fisik pengelolaan lahan hutan, namun perempuan kurang atau tidak memperoleh kesempatan yang setara dengan laki-laki dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Keterlibatan perempuan bahkan tidak diakui secara resmi dalam program, perempuan tidak diikutsertakan secara formal dalam keanggotaan program (Kartasubrata et al. 1995).

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Program PHBM merupakan program yang diadakan oleh Perhutani sebagai program yang dapat memecahkan ketidakseimbangan gender ini, sehingga perlu diperhatikan sejauhmana PHBM dapat menjawab masalah-masalah gender dalam pelaksanaan di lapagan.

Pengkajian peran wanita ini melibatkan keluarga petani sebagai unit terkecil masyarakat desa hutan atau lebih tepatnya yaitu rumah tangga petani. Alasan mengapa yang dilibatkan adalah rumah tangga petani karena rumah tangga


(4)

4 petani bersifat heterogen yang secara khusus dapat dilihat pada karakteristik pribadi dan rumah tangga. Penelitian ini melibatkan Perhutani dan masyarakat desa hutan serta pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program PHBM ini.

Apabila kita mendalami kehidupan masyarakat desa hutan maka dapat kita lihat berbagai peranan mereka dalam memenuhi kehidupan hidupnya. Peranan-peranan tersebut seperti Peranan-peranan kegiatan reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan. Dengan adanya peranan tersebut maka dapat menunjukan sejauhmana peranan wanita dalam melakukan kegiatan di rumah tangga, masyarakat maupun dalam kegiatan PHBM. Penilaian perempuan terhadap pengelolaan hutan dan pelaksanaan PHBM akan mempengaruhi tingkat kehadiran perempuan sendiri dalam PHBM, curahan waktu kerja, pengambilan keputusan serta kontribusi wanita dalam pendapatan rumah tangga. Oleh sebab itu perlu diketahui, “Bagaimana penilaian perempuan terhadap pengelolaan hutan dan pelaksanaan PHBM oleh perempuan sendiri?”, “Bagaimana tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan PHBM?”, “Bagaimana pembagian kerja dan curahan waktu perempuan dalam kegiatan PHBM?”, “Seberapa besar kontribusi perempuan dalam proses pengambilan keputusan pada PHBM?” dan “Seberapa besar kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dalam kegiatan PHBM?”. Kalimat-kalimat pertanyaan tersebut mewakili variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini yakni penilaian perempuan tentang PHBM dan pelaksanaan PHBM, tingkat kehadiran perempuan dan curahan waktu kerja, pembagian kerja, pendapatan rumah tangga dan kegiatan pengambilan keputusan. 1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara perempuan dan program PHBM yang dapat dilihat melalui:

a. Penilaian perempuan terhadap PHBM dan pelaksanaan PHBM. b. Peran mereka melalui analisis terhadap:

1) Tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan PHBM

2) Pembagian kerja dan curahan waktu kerja perempuan dalam kegiatan PHBM

3) Kontribusi pendapatan perempuan dalam PHBM terhadap pendapatan rumah tangga


(5)

5 4) Pengambilan keputusan dalam rumah tangga pada program PHBM.

1.4. Manfaat

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi gambaran sejauh mana peran perempuan dalam pembangunan kehutanan dan manfaat atas keikutsertaanya.


(6)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan menjadi sumber penghasilan, pekerjaan, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga serta menjadi bagian penting dari perlindungan dan kekayaan alam (Rojas 1989). Selanjutnya Awang (2004) mengatakan bahwa kasus Indonesia umumnya dan pulau Jawa khususnya antara hutan dan masyarakat sekitar hutan merupakan 2 hal yang saling terkait. Masyarakat sekitar hutan sangat tergantung kepada produksi dan jasa hasil hutan dari hari ke hari, bulan ke bulan dan dari tahun ke tahun. Orientasi pembangunan pada pertumbuhan ekonomi telah membawa konsekuensi pada eksploitasi sumberdaya hutan demi kebutuhan pembangunan LSM, sehingga kemudian muncul program baru di lingkup Perhutani di Jawa yang disebut sebagai Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Keluarga dan rumah tangga merupakan satuan masyarakat terkecil dimana segala macam hubungan antara laki-laki dan perempuan dapat tercermin. Mulai dari pembedaan peran, pembagian kerja, penguasaan dam akses atas sumber-sumber fisik, maupun ideologis, hak dan posisi (Simateuw 2001).

Dengan berubahnya pola pengelolaan hutan dari Timber Based Management menjadi Community Based Forestry, menjadikan peran perempuan semakin penting. Kedekatan perempuan dengan sektor pangan dan sumberdaya lahan menjadikan posisi perempuan semakin kuat dalam kegiatan pengelolaan hutan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Molnar dan Schreiber (1989) diacu dalam Suharjito (1994) memberikan beberapa catatan bagaimana proyek kehutanan dapat memaksimumkan penghasilan suatu investasi dengan melibatkan wanita. Pertama, jika preferensi produk dan jenis bagi wanita turut dipertimbangkan, mereka akan lebih bersemangat untuk bekerjasama dalam mencapai sasaran-sasaran proyek secara keseluruhan. Kedua, jika kegiatan-kegiatan direncanakan seputar jadwal wanita mereka akan lebih mempunyai waktu untuk dicurahkan pada kegiatan tersebut. Ketiga, rumah tangga yang


(7)

7 dikepalai wanita (atau rumah tangga tanpa pria dewasa) mungkin merupakan persentase terbesar di wilayah proyek. Jika mereka dapat bertingkat kehadiran penghasilan proyek akan meningkat. Keempat, wanita dapat membangkitkan pendapatan rumah tangga secara signifikan jika bahan baku untuk industri rumah tangga tersedia.

2.2. Peran Perempuan dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga dan Pengambilan Keputusan

Tiap anggota rumah tangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasanya. Untuk itu dia dihadapkan pada dua pilihan, apakah bekerja (mencari nafkah) atau tidak bekerja. Apabila bekerja berarti dia akan memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan lebih mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Sebaliknya jika tidak bekerja yang dipilih maka waktu santai (leisure) akan lebih banyak mempunyai nilai guna daripada pendapatan (Mangkuprawira 1984)

Salah satu unit dalam masyarakat adalah rumah tangga, dimana di dalamnya tercakup individu-individu yang melakukan dan membutuhkan berbagai proses dalam pemenuhan berbagai kebutuhannya. Perolehan penghasilan (uang) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan pangan, sandang, papan dan sebagainya merupakan proses yang biasanya dilakukan oleh suami. Mubyarto (1998) menyatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak.

Pada umumnya peranan perempuan adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu penghasilan perempuan bisa mengentaskan keluarga dari kemiskinan. Kegiatan perempuan (istri) di bidang kerja nafkah dapat memberikan sumbangan pendapatan rumah tangga dan berpengaruh terhadap ekonomi rumah tangganya. Keadaan ini dapat dilihat dengan menelaah hubungan antara curahan tenaga kerja laki-laki/perempuan dalam rumah tangga dan mencari nafkah dengan pendapatan yang diperolehnya, namun banyak sedikitnya curahan jam kerja dalam melakukan kerja nafkah tidak menggambarkan banyak sedikitnya pendapatan kerja yang diperlukannya.

Menurut Hadjar (1992) diacu dalam Ridwan (1997), keterlibatan perempuan dalam pekerjaan mencari nafkah yang menghasilkan pendapatan


(8)

8 rumah tangga berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan di dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pengambilan keputusan jumlah anak. Wiryono (1994) diacu dalam Ridwan (1997) menyatakan bahwa besarnya kontribusi pendapatan yang diterima perempuan terhadap ekonomi rumah tangga berpengaruh pula pada pola pengambilan keputusan suami istri dalam berbagai kegiatan rumah tangga. Sajogyo (1985) mengemukakan bahwa untuk setiap jenis keputusan rumah tangga dikelompokan dalam lima tingkatan yang berkisar dari “dominasi oleh istri (keputusan dibuat seorang diri oleh istri)” sampai kepada “dominasi oleh suami (keputusan dibuat oleh suami deorang diri)” seperti berikut ini:

a. Keputusan dibuat oleh istri seorang diri tanpa melibatkan suami

b. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh lebih besar daripada istri

c. Keputusan dibuat bersama dan senilai oleh suami-istri (dengan tidak ada tanda-tanda bahwa salah satu mempunyai pengaruh yang relatif besar)

d. Keputusan dibuat bersama oleh suami-istri, tetapi dengan pengaruh suami lebih besar

e. Keputusan dibuat oleh suami seorang diri tanpa melibatkan sang istri

Pembagian peran yang berjalan dalam suatu masyarakat tertentu seringkali meletakkan perempuan pada posisi yang kurang menguntungkan, misalnya dibatasi akses dan kontrolnya terhadap pengambilan keputusan bahkan keputusan yang menyangkut dirinya dan kehidupannya. Dalam banyak hal, perempuan diharuskan tunduk pada keputusan yang diambil oleh laki-laki (Tobing et al. 2005).

Menurut Anwar (1996) diacu dalam Sulistyani (2002), hasil analisis terhadap permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya perempuan menunjukan bahwa masih terdapat diskriminasi gender dalam tingkatan keluarga maupun masyarakat berupa keterbatasan perempuan dalam akses pendidikan, diskriminasi dalam kesempatan bekerja dan perolehan upah yang menyebabkan produktivitas perempuan menjadi rendah. Dengan semakin tingginya tingkat emansipasi perempuan dalam berbagai bidang, utamanya pendidikan dan


(9)

9 pekerjaan, maka “perempuan bekerja” sudah merupakan kelayakan selama tidak mengganggu “tugas wajibnya” sebagai pekerja domestik.

2.3. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Menurut Awang (2000) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan system sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi. Pihak lain yang berkepentingan dalam PHBM adalah pihak-pihak diluar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya PHBM. Pihak lain tersebut diantaranya adalah Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, Lembaga Donor serta Forum komunikasi PHBM tingkat propinsi, kabupaten, dan kecamatan. PHBM dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Sedangkan tujuan PHBM seperti tertuang pada pasal 4 ialah :

a. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap berkelanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan

b. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan

c. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan

d. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah

e. Meningkatkan pendapatan perusahaan, masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan secara simultan.


(10)

10 Prinsip-prinsip dasar Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang tertera di dalam keputusan Ketua Dewan Pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 adalah :

a. Prinsip keadilan demokratis

b. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan

c. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami d. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban

e. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan f. Prinsip kerjasama kelembagaan

g. Prinsip perencanaan partisipatif

h. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur i. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator

j. Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah.

Kegiatan yang dilaksanakan PHBM terdiri dari kegiatan yang berbasis pada lahan hutan dan kegiatan berbasis bukan lahan hutan, yang dilakukan di dalam kawasan hutan Negara serta dapat dikembangkan diluar kawasan hutan Negara. Sistem kemitraan antara masyarakat desa hutan dengan Perhutani dilaksanakan dengan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang merupakan organisasi non-pemerintah berbasis desa. Anggota LMDH adalah semua masyarakat desa hutan yang bersangkutan. Kepengurusan LMDH disusun sesuai dengan kebutuhan. LMDH bersifat modern karena disahkan melalui pejabat akta notaris dan merupakan lembaga yang dibentuk atas usul Perhutani.

2.4. Penilaian

Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana 2006). Penilaian dalam penelitian ini erat kaitannya dengan persepsi yang menurut Robbins (1996), persepsi merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Menurut Tody (1984) diacu dalam Desiyani (2003), persepsi dipengaruhi oleh ciri karakteristik individu yang berupa umur, jenis kelamin, pendidikan,


(11)

11 pekerjaan, status lamanya dalam suatu pekerjaan, jumlah anggota yang menjadi beban tanggungan, asal daerah dan jenis pekerjaan. Dalam penelitian ini, yang menjadi fokus adalah sudut pandang penilaian dari segi ilmu komunikasi dimana penilaian didefinisikan sebagai proses menentukan nilai dalam hal ini adalah kegiatan PHBM dan pengaruhnya terhadap peran perempuan dalam PHBM.

Persepsi terhadap hutan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, adat istiadat, dan kebiasaan serta ketergantungannya terhadap hutan dan kehutanan. Masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap hutan baik ketergantungan terhadap hasil hutan berupa kayu sebagai bahan bangunan, kayu bakar, daun jati, lahan usaha dan lain-lain. Dengan demikian persepsi mereka terhadap hutan pada umumnya baik dalam artian bahwa hutan banyak memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun persepsi yang baik terhadap hutan tidak selalu diikuti dengan persepsi yang baik terhadap kehutanan, dalam hal ini terhadap Perum Perhutani. Bagi masyarakat yang dalam kehidupannya banyak tergantung pada kegiatan Perum Perhutani pada umumnya mempunyai persepsi yang baik pula (Suharjito & Darusman 1998).


(12)

12

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Perempuan dan anggota kelompok marjinal lainnya memiliki keterbatasan atas akses terhadap informasi dan akses untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan atas tanah dan sumber daya hutan di berbagai tingkatan. Keterbatasan keterlibatan perempuan, terutama dari kelompok marjinal, dan anggota kelompok marjinal lainnya memberikan kontribusi pada tercerabutnya akses dan kontrol mereka atas tanah dan sumberdaya hutan. Situasi tersebut membuat mereka semakin rentan (secara sosial, ekonomi dan politik) dan semakin terpinggirkan (Siscawati & Mahaningtyas 2012).

Konsep Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) hadir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan serta melestarikan sumber daya hutan secara tekologi yang menitikberatkan pada peran masyarakat sekitar hutan. Perempuan pedesaan selama ini kurang memperoleh kesempatan yang setara dengan laki-laki dari berbagai aspek kehidupan. PHBM merupakan salah satu wadah bagi perempuaan pedesaan untuk menunjukkan peran sertanya dalam pengelolaan hutan. Penilaian perempuan terhadap pengelolaan hutan dan pelaksanaan PHBM adalah hal yang dapat mempengaruhi peran serta perempuan dalam PHBM. Peran perempuan dalam PHBM tersebut dinyatakan dalam bentuk tingkat kehadiran perempuan sendiri dalam PHBM, curahan waktu kerja, pengambilan keputusan dan kontribusi pendapatan dalam rumah tangga.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2011 dan bertempat LMDH Jati Agung III, Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur.

3.3. Alat dan Sasaran Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah kuisioner, alat tulis, kalkulator dan kamera. Sasaran penelitian ini yaitu rumah tangga Kelompok


(13)

13 Tani Hutan (KTH) peserta program PHBM, yakni istri dari anggota PHBM di LMDH Jati Agung III, KPH Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur.

3.4. Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis data, yaitu data sekunder dan data primer yang terdiri dari:

3.4.1 Data Primer

a. Data identitas responden, yaitu: nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan.

b. Informasi tentang curahan waktu kerja, pembagian kerja pada kegiatan-kegiatan produktif dan reproduktif serta pada kegiatan-kegiatan PHBM, keikutsertaan perempuan pada program PHBM.

c. Data tentang pengambilan keputusan di rumah tangga dalam kegiatan PHBM.

3.4.2 Data Sekunder

a. Data yang meliputi tentang kondisi umum tentang tempat penelitian (letak, luas dan topografi).

b. Data sosial ekonomi masyarakat yang meliputi: jumlah penduduk, pendidikan, mata pencaharian, serta potensi lokasi penelitian.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Wawancara dan pengisian kuisioner dilakukan melalui tanya jawab langsung dengan responden dan pihak-pihak yang terkait (petani, aparat desa, dan Kepala Urusan PHBM KPH Bojonegoro).

3.6. Metode Pengambilan Contoh Responden

Sasaran dari penelitian ini adalah rumah tangga peserta PHBM yakni istri dari anggota PHBM. Total responden berjumlah 30 rumah tangga dari 60 rumah tangga peserta anggota PHBM. Diambil 30 responden untuk memenuhi sampel dalam penganalisaan dengan teknik korelasi.


(14)

14 3.7. Pengukuran Variabel

3.7.1 Penilaian Perempuan tentang PHBM

Objek penilaian dari penelitian ini adalah PHBM dan kegiatan pelaksanaan PHBM yang dilakukan oleh perempuan sendiri. Penilaian perempuan yang dimaksud disini adalah penilaian perempuan tentang PHBM yang didapatkan dengan menggunakan kuisioner dengan tingkat pengukuran ordinal. Kuisioner tersebut berisi pernyataan penilaian perempuan tentang PHBM (Tabel 1) dan peran perempuan dalam pelaksanaan PHBM (Tabel 2).

Tabel 1 Kuisioner penilaian perempuan tentang PHBM

No Pernyataan SS S CS KS TS

1. Hutan sebagai lahan PHBM disekitar tempat tinggal ibu telah digunakan semaksimal mungkin demi kehidupan masyarakat

2. Hutan sebagai lahan PHBM disekitar tempat tinggal ibu dapat menjadi lahan mata pencaharian masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat desa sekitar

3. Hutan dikelola dengan baik oleh pemerintah

Contohnya :

4. Hutan telah dikelola dengan baik oleh masyarakat

Contohnya :

Tabel 2 Kuisioner penilaian perempuan tentang peran perempuan dalam pelaksanaan PHBM

No Pernyataan SS S CS KS TS

1. Suami adalah sosok yang berperan sebagai pencari nafkah dalam keluarga

2. Perempuan hanya berperan sebagai pengurus kebutuhan rumah tangga dalam keluarga 3. Perempuan selain berperan sebagai ibu rumah

tangga dapat juga berperan sebagai pencari nafkah

4. Perempuan dapa bertindak sebagai penentu keputusan dalam keluarga

5. Keberadaan perempuan dan laki-laki di daerah ibu saat ini telah sejajar dalam pelaksanaan PHBM


(15)

15 Kategori jawaban dari pertanyaan tentang penilaian perempuan terdiri atas 5 tingkatan. Lima alternatif jawaban untuk variabel penilaian perempuan dan skornya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Krieria pemberian skor pada penilaian perempuan

No Jawaban Pertanyaan Penilaian Perempuan Skor

1. Tidak Setuju (TS) 1

2. Kurang Setuju (KS) 2

3. Cukup Setuju (CS) 3

4. Setuju (S) 4

5. Sangat Setuju (SS 5

3.7.2 Peran Perempuan dalam PHBM

a. Tingkat Kehadiran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Menurut Djohani (1996), partisipasi dibagi menjadi dua yaitu:

1) Partisipasi kuantitatif yang merupakan keikutsertaan yang di hitung dari jumlah kehadiran (penilaian keikutsertaan secara fisik). Dalam program PHBM, tingkat kehadiran ini dilihat dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan (pembuatan tanaman sampai produksi dan pasca produksi).

2) Partisipasi kualitatif merupakan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga baik dalam kegiatan produktif (PHBM atau non PHBM) maupun reproduktif (pendidikan anak, pembagian kerja, penentuan jenis tanaman di kebun dan jenis binatang ternak yang di pelihara).

Untuk mengetahui gambaran partisipasi perempuan, maka digunakan tingkat kehadiran sebagai parameternya penelitian ini. Tingkat kehadiran diperoleh dengan menggunakan skoring berdasarkan pada jumlah keikutsertaan perempuan. Kehadiran perempuan dalam PHBM di mulai dari kegiatan :

a. Perencanaan PHBM, terdiri dari kegiatan: 1) Kontrak kerja

2) Penentuan jenis tanaman

3) Pembagian lahan andil dan pemasangan patok batas 4) Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH)


(16)

16 Intensitas keikutsertaan perempuan dalam tahap perencanaan PHBM diberikan skoring. Kriteria pemberian skor pada tahap perencanaan PHBM dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria pemberian skor pada tahap perencanaan.

No Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1 kegiatan 2

3. Ikut serta dalam 2 kegiatan 3

4. Ikut serta dalam 3 kegiatan 4

5. Ikut serta dalam 4-5 kegiatan 5

Akumulasi dari kegiatan perencanaan PHBM digunakan sebagai pengkategorian tingkat kehadiran perempuan dalam perencanaan PHBM. Pengkateoriannya menjadi rendah, sedang dan tinggi (Tabel 5).

Tabel 5 Kriteria pemberian skor tingkat kehadiran perempuan dalam perencanaan PHBM.

No Tingkat Kehadiran Skor

1. Rendah 0-1

2. Sedang 2-3

3. Tinggi 4-5

b. Pelaksanaan PHBM terdiri dari:

1. Keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan dan pembinaan.

Intensitas keikutsertaan perempuan dalam kegiatan penyuluhan dan pembinaan diberikan skoring. Kriteria pemberian skor pada kegiatan penyuluhan dan pembinaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kriteria pemberian skor dalam kegiatan penyuluhan dan pembinaan

No Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1-3 kali pertemuan 2

3. Ikut serta dalam 4-6 pertemuan 3

4. Ikut serta dalam 7-9 pertemuan 4


(17)

17 2. Keikutsertaan dalam kegiatan pertemuan KTH

Intensitas keikutsertaan perempuan dalam kegiatan pertemuan KTH diberikan skoring. Kriteria pemberian skor pada kegiatan pertemuan KTH dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Kriteria pemberian skor dalam kegiatan pertemuan KTH

No Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1-3 kali pertemuan 2

3. Ikut serta dalam 4-6 pertemuan 3

4. Ikut serta dalam 7-9 pertemuan 4

5. Ikut serta dalam 10-12 pertemuan 5

3. Keikutsertaan dalam kegiatan persiapan lahan

Kegiatan persiapan lahan terdiri dari kegiatan pembuatan jalan pemeriksaan, pembuatan gubug kerja, penggebrusan tanah dan pembuatan plang tanaman. Intensitas keikutsertaan perempuan dalam kegiatan persiapan lahan tersebut diberikan skoring. Kriteria pemberian skor pada kegiatan persiapan lahan tersebut dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Kriteria pemberian skor dalam kegiatan persiapan lahan

No Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1 kali pertemuan 2

3. Ikut serta dalam 2 pertemuan 3

4. Ikut serta dalam 3 pertemuan 4

5. Ikut serta dalam 4 pertemuan 5

4. Keikutsertaan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman

Kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman terdiri dari kegiatan penanaman sesuai jalur dan jarak tanam, penyulaman, penyiangan, penggemukan, penyetekan, pemeliharaan tanaman pokok dan merawat tanaman buah-buahan dan tidak menanam tanaman yang dilarang. Intensitas keikutsertaan perempuan dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman diberikan skor seperti pada tabel 9 berikut ini.


(18)

18 Tabel 9 Kriteria pemberian skor dalam kegiatan penanaman dan pemeliharaan

tanaman

No Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1-2 kali pertemuan 2

3. Ikut serta dalam 3-4 pertemuan 3

5. Keikutsertaan dalam kegiatan pemanenan dan pengamanan

Kegiatan pemanenan dan pengamanan mencakup kegiatan pencegahan pencurian kayu, perencekan, penggembalaan liar, penyerobotan lahan dan kebakaran hutan. Intensitas keikutsertaan perempuan dalam kegiatan pemanenan dan pengamanan diberikan skor seperti pada Tabel 10.

Tabel 10 Kriteria pemberian skor dalam kegiatan pemanenan dan pengamanan

No. Intensitas Keikutsertaan Skor

1. Tidak ikut serta 1

2. Ikut serta dalam 1-2 kali pertemuan 2

3. Ikut serta dalam 3-4 pertemuan 3

4. Ikut serta dalam 5-6 pertemuan 4

Akumulasi dari kegiatan pelaksanaan PHBM digunakan sebagai pengkategorian tingkat kehadiran perempuan dalam pelaksanaan PHBM. Pengkategoriannya menjadi rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Tabel 11).

Tabel 11 Kriteria pemberian skor tingkat kehadiran pada tahap pelaksanaan PHBM

No Tingkat Kehadiran Kelas Nilai

1. Rendah 5-10

2. Sedang 11-15

3. Tinggi 16-20

4. Sangat Tinggi 21-24

Akumulasi dari seluruh kegiatan mulai dari kegiatan perencanaan hingga kegiatan pelaksanaan PHBM digunakan sebagai skor pengkategorian Tingkat kehadiran perempuan dalam seluruh kegiatan PHBM. Adapun keikutsertaan perempuan dalam PHBM kemudian dikategorikan menjadi rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi (Tabel 12).


(19)

19 Tabel 12 Kriteria pemberian skor tingkat kehadiran pada seluruh kegiatan

PHBM

No Kategori Skor

1. Rendah 6-12

2. Sedang 13-18

3. Tinggi 19-24

4. Sangat Tinggi 25-30

b. Curahan Waktu Kerja Perempuan

Curahan waktu kerja perempuan adalah jumlah waktu yang digunakan oleh para perempuan dalam melakukan kegiatan tertentu seperti pekerjaan rumah tangga, mencari nafkah, dan atau kegiatan kemasyarakatan. Dalam kehidupan ini, biasanya manusia memiliki 2 peran untuk melihat curahan kerjanya yakni :

1) Kegiatan Produktif

Dalam kegiatan PHBM contohnya dapat kita lihat seperti menanam, memelihara, memanen dan mengangkut, sedangkan kegiatan yang diluar PHBM (non PHBM) seperti beternak, berdagang, berkebun dan pegawai. 2) Kegiatan reproduktif

Contoh kegiatan reproduktif adalah mencuci pakaian, memasak dan mengasuh anak.

Satuan curahan waktu kerja dihitung berdasarkan Hari Orang Kerja (HOK). Biasanya 1 HOK sama dengan delapan jam kerja/hari. Curahan waktu kerja seseorang per hari biasanya diperoleh dari banyaknya waktu yang dihabiskan untuk melakukan suatu kegiatan dalam satu hari (jam kerja) dibagi dengan 1 HOK.

c. Pendapatan Rumah Tangga

Untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan dalam rumah tangga maka dibutuhkan informasi mengenai pendapatan rumah tangga tanpa dan dengan pendapatan PHBM. Apabila telah diketahui informasi tersebut maka terlebih dahulu dapat dihitung peningkatan pendapatan petani PHBM lalu dapat diketahui besarnya kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga.

1) Peningkatan Pendapatan

Berdasarkan sumber pendapatannya maka pendapatan dapat dikelompokan menjadi :


(20)

20 a) Pendapatan dari PHBM

b) Pendapatan dari non PHBM, seperti sawah, kebun jasa dan berdagang Pemasukan yang diterima tiap-tiap sumber pendapatan dijumlahkan masing-masing lalu dibuat presesntase perubahan pendapat. Rumus yang digunakan :

P(x) = P(1)/P(2) x 100 %

Keterangan :

P(1): Pendapatan total dengan pendapatan PHBM

P(2): Pendapatan total pendapatan PHBM dengan non PHBM P(x): Persentase perubahan pendapat

Setelah menghitung seberapa besarnya perubahan pendapatan yang terjadi setelah adanya program PHBM maka perubahan pendapatan tersebut digolongkan atas beberapa kategori. Kategori persentase perubahan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kriteria persentase perubahan pendapatan petani PHBM No Persentase Perubahan Pendapatan Kategori

1. 75-100% Sangat Baik

2. 51-75% Baik

3. 25-50% Cukup

4. <25% Kurang

Sumber : Perum Perhutani, 1990

2) Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Rumah Tangga

Kontribusi Perempuan dalam rumah tangga didapatkan dengan menjumlahkan masing-masing pendapatan perempuan dari PHBM maupun non PHBM kemudian membaginya dengan pendapatan rumah tangga.

d. Pengambilan Keputusan

Proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga biasanya dibagi menjadi 2 variabel yaitu :


(21)

21 1. Pengambilan keputusan dalam keluarga mengenai kegiatan PHBM yang

meliputi : kegiatan produksi dan pasca produksi

2. Pengambilan keputusan dalam urusan domestik keluarga.

3.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan, diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data tersebut kemudian di analisis secara statistika menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi dilakukan untuk semua variabel yaitu X1 dan Y, lalu X2 dan Y, dimana X1 adalah persepsi perempuan, X2 adalah peran perempuan, dan Y adalah PHBM.

Analisis korelasi yang digunakan adalah analisis korelasi Rank-Spearman dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Analisis korelasi ini dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui hubungan antara penilaian perempuan dengan peran perempuan dalam PHBM.

Prosedurnya adalah : (1) Atur pengamatan dari keempat variabel dalam bentuk rangking, dalam penelitian ini variabel pertama adalah penilaian perempuan, variabel yang kedua adalah peran perempuan yakni diwakili oleh tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM, variabel ketiga adalah pengambilan keputusan, variabel keempat adalah kontribusi pendapatan, dan variabel kelima adalah curahan waktu kerja di PHBM dimana semua variabel tersebut diatur dalam skala ordinal, (2) Cari beda dari masing-masing pengamatan yang sudah berpasangan, (3) Hitung koefisien korelasi Spearman.

Adapun rumus koefisien korelasi Rank-Spearman yaitu :

r 1 6 ∑

1

Keterangan :

R : koefisien korelasi Rank-Spearman d : selisih dalam rangking.

n : banyaknya pasangan dalam Rank

Apabila yang dihasilkan bernilai 0 berarti tidak berhubungan, bernilai -1 berarti berhubungan negatif sempurna, dan bernilai 1 berarti berhubungan positif


(22)

22 sempurna antara persepsi perempuan dengan peran perempuan dalam PHBM, pengambilan keputusan, kontribusi dalam rumah tangga, dan curahan waktu kerja di PHBM.


(23)

23

BAB IV

KEADAAN UMUM

4.1 Letak Geografis dan Luas

Kesatuan Pemangku Hutan Bojonegoro memiliki luas wilayah 50.145,4 ha. Secara administratif wilayah KPH Bojonegoro seluruhnya berada dalam Kabupaten Bojonegoro. Luasan tersebut seluruhnya masuk kedalam daerah administratif Kabupaten Bojonegoro dan dibagi berdasarkan penggunaannya yaitu areal produksi dan non produksi dengan pembagian sebagai berikut:

1. Areal efektif untuk produksi luasnya 47.479,3 ha (94,68 % dari areal kerja) terdiri dari:

a. areal produksi jati 45.447,8 ha

b. bukan untuk produksi kayu jati 2.031,5 ha.

2. Areal yang bukan untuk produksi luasnya 2.666,1 ha yang terdiri dari alur, jalan, perumahan dinas dan bangunan lainnya, serta di dalamnya termasuk areal Hutan Lindung seluas 1.050,4 ha (2,09 % dari areal kerja).

4.2 Iklim

Wilayah hutan KPH Bojonegoro terletak pada daerah dengan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah hutan terdapat beberapa stasiun hujan, sehingga dari data stasiun hujan tersebut dapat diketahui adanya bulan basah, bulan lembab dan bulan kering.

Wilayah KPH Bojonegoro dibagi dalam areal-areal kerja sesuai pada tabel berikut :

Tabel 14 Pembagian Wilayah Kerja KPH Bojonegoro.

BKPH / Luas RPH

A.Sub KPH Bojonegoro Barat A.1 Bagian Hutan Clangap 1. BKPH Clangap: 2. 625,8 Ha 2. BKPH Nglambangan: 796,8 Ha

- Prajegan, Gledegan, Sawitrejo dan

Sendanggerong

- Ringinanom (khusus 1 RPH,

lainnya masuk BH Deling) A.2 Bagian Hutan Deling

1. BKPH Bubulan: 2.904,4 Ha 2. BKPH Deling: 2.800,4 Ha 3. BKPH Nglambangan: 3.049,7 Ha

- Tlotok, Sambirejo, Pragelan Utara - Deling, Klino, Pragelan Selatan - Semek, Kalimas, Ringinanom


(24)

24 Tabel 14 (Lanjutan)

BKPH / Luas RPH

Jumlah Sub KPH Bojonegoro Barat: 12.177,1 Ha

B. Sub KPH Bojonegoro Tengah B.1 Bagian Hutan Dander 1. BKPH Tengger: 3.183,5 Ha 2. BKPH Pradok: 2.891,5 Ha

- Wadang, Putuk, Kebonagung, Soko

- Grogolan, Suruhan, Pradok

B.2 Bagian Hutan Ngorogunung 1. BKPH Dander: 3.819,9 Ha 2. BKPH Clebung: 3.502,7 Ha

- Ngunut, Dander, Sumber arum,

Sampang

- Cancung, Jeblokan, Clebung,

Ngorogunung Jumlah Sub KPH Bojonegoro Tengah:

23.958,1 Ha

C. Sub KPH Bojonegoro Timur C.1 Bagian Hutan Cerme 1. BKPH Bareng: 4.206,2 Ha 2.BKPH Tondomulo: 4.119,9 Ha

- Alasgung, Sekidang, Bareng, Babat

- Banaran, Malangbong, Bunten,

Mundu C.2 Bagian Hutan Temayang

1. BKPH Tretes: 4.770,2 Ha 2. BKPH Temayang: 5.439,3 Ha 3. BKPH Gondang: 5.368,5 Ha

- Maor, Bakulan, Tretes, Sugihan

- Sekonang, Kalimati, Temayang,

Madungan, Brabuhan

- Gondang, Sukun, Dodol, Soko Jumlah Sub KPH Bojonegoro Timur:

13.397,6 Ha Alur: 612,6 Ha

Jumlah Seluruh KPH Bojonegoro: 50.145,4 Ha

Dari luasan tersebut hutan yang produktif untuk areal produksi jati seluas 45.447,8 Ha dan yang bukan untuk produksi kayu jati sekitar 2.031,5 Ha.

Penjarahan hutan pasca reformasi 1998 menyisakan penderitaan baru bagi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali bagi masyarakat Desa Bareng setelah habisnya hutan di petak pangkuan hutan Desa Bareng, kini masyarakat merasakan ancaman kehidupan yang baru dimana hutan yang hancur disulap menjadi lahan pertanian. Pada satu sisi masyarakat bersorak bahagia dengan bertambahnya lahan dan produksi pertanian, tetapi disisi lain sesungguhnya kerugian ekonomi dan ekologi yang diderita jauh lebih besar. Di musim kemarau air menjadi barang langka, angin bertiup kencang dan suhu udara sangat panas. Sebaliknya, saat musim hujan tiba kiriman air yang sangat besar menyebabkan banjir yang merusak lahan pertanian. Belum lagi kerugian ekonomi dari hilangnya tegakan kayu jati.


(25)

25 4.3 LMDH Jati Agung III

Dalam rangka membangun kembali hutan yang rusak, pada tahun 2003 Masyarakat Desa Bareng yang peduli dengan kelestarian hutan melakukan musyawarah tingkat desa yang difasilitasi Perum Perhutani BKPH Bareng. Musyawarah ini menghasilkan pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lembaga ini dimaksudkan untuk mewadahi kepentingan masyarakat Desa Bareng dalam kepentingan pengelolaan hutan. Untuk pertama kalinya juga dilakukan pembentukan pengurus LMDH yang ditetapkan dalam akta pendirian No.107 Tahun 2004. Lembaga ini kemudian diaktenotariskan di Notaris yang berdomisili di kabupaten Bojonegoro No. 107/13-01-2004 dan kemudian melakukan kerjasama pengelolaan hutan dengan Perhutani KPH Bojonegoro dengan Perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dengan LMDH No. 590/2 -03- 2006 dan terus berkembang sampai sekarang.

LMDH Jati Agung III memiliki visi “Dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, kita wujudkan masyarakat Desa Bareng yang sejahtera lahir dan bathin” dan juga memiliki 5 misi yaitu :

1. Pengelolaan sumber daya hutan pangkuan Desa Bareng RPH Alasgung yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. 2. Peningkatan SDM Desa Bareng melalui pendidikan formal dan non-formal. 3. Mewujudkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan secara

berkesinambungan.

4. Meningkatkan sinergi lintas lembaga di Desa Bareng dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

5. Membangun kolaborasi multistakeholder untuk program pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

4.4 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Desa

Penduduk yang bertempat tinggal di wilayah Desa Bareng berjumlah 3.421 dengan jumlah laki-laki 1.733 orang dan perempuan 1.688 orang. Mayoritas penduduk suku Jawa yang mayoritas memeluk agama Islam. Masyarakat Desa Bareng rata-rata menggantungkan kehidupan mereka pada sektor pertanian dan


(26)

26 pemanfaatan hasil hutan. Ada yang berprofesi sebagai petani, pegawai, karyawan, pedagang, tukang, pengrajin, dan lain-lain.

Dalam bidang pendidikan, tingkat pendidikan yang diperoleh masyarakat di KPH Bojonegoro bervariasi mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Menurut survei yang dilakukan untuk kajian sosial KPH Bojonegoro, sebagian besar penduduk menamatkan Sekolah Dasar (SD), walau ada juga yang tidak. Sementara yang menamatkan pendidikan di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan Perguruan Tinggi jarang yang menggeluti bidang pertanian sebagai mata pencaharian. Mereka lebih memilih untuk bekerja di kota, sebagai karyawan, buruh pabrik dan tidak sedikit perempuan yang bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri.


(27)

27

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden A. Umur

Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi responden berdasarkan karakteristik umur ini dapat di lihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Distribusi responden berdasarkan karakteristik umur

Kelompok Umur (Tahun) Perempuan

n %

25-35 14 46,66 36-45 14 46,66 46-55 1 3,34 >55 1 3,34

Total 30 100,00

B. Mata Pencaharian

Sebagian besar responden bermata pencaharian sebagai petani. Beberapa responden hanya mengurus masalah rumah tangga sebagai Ibu rumah tangga. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian dapat di lihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Distribusi responden berdasarkan mata pemcaharian

No Mata Pencaharian n (jumlah) %

1. Petani 23 76,67

2. Berdagang 0 0,00

3. Pegawai/Karyawan 0 0,00

4. Wiraswasta 0 0,00

5. Ibu rumah tangga 7 23,33

Total 30 100,00

C. Pendidikan

Responden hanya berpendidikan sampai SD dan SLTP, hal tersebut dikarenankan kebutuhan keluarga memaksa mereka untuk segera bekerja pada usia sekolah dan kemudian menikah. Responden umumnya tidak melanjutkan sekolah dan menikah pada usia dini demi meringankan beban orang tua mereka.


(28)

28 Hingga saat inipun tingkat pendidikan anak-anak mereka masih rendah. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat di lihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Responden

n (jumlah) %

Sekolah Dasar (SD) 19 63,34

SLTP 11 36,66

SMA/SMEA 0 0,00

PT 0 0,00

Total 30 100,00

5.2 Penilaian Perempuan tentang Pola PHBM 5.2.1 Penilaian Perempuan tentang PHBM

Pengelolaan hutan di Desa Bareng dikelola oleh masyarakat dan Perhutani. Pengelolaan hutan dijalankan bersama agar kedua belah pihak sama-sama mendapat keuntungan dari sumberdaya hutan yang tersedia. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan diperkenankan mengelola hutan, namun tidak boleh melakukan penebangan. Pengelolaan hutan mengandung arti upaya atau tindakan masyarakat dalam memanfaatkan hutan dengan segala isinya. Perempuan di desa Bareng sering lebih tergantung pada sumberdaya hutan dibanding laki-laki dalam memenuhi kebutuhan yakni perempuan juga mencari kayu bakar, pakan ternak dan makanan keluarga. Makanan keluarga yang dicari perempuan di hutan adalah sayur-sayuran.

Penilaian berhubungan dengan pendapat individu dalam hal ini adalah perempuan. Penilaian perempuan terhadap pengelolaan hutan berarti bagaimana pendapat perempuan terhadap hutan. Berikut distribusi penilaian perempuan tentang pengelolaan hutan di desa Bareng dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Distribusi responden berdasarkan penilaian tentang pengelolaan hutan No Tingkat Penilaian Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 5-10 0 0,00

2 Sedang 10,1-15 2 6,67

3 Tinggi 15,1-20 28 93,33

4 Sangat Tinggi 20,1-25 0 0,00


(29)

29 Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa 93,33% responden memiliki tingkat penilaian yang tinggi terhadap keberadaan hutan. Hal ini berarti responden selama ini telah menganggap masyarakat dan Perhutani telah mengelola hutan dengan baik.

Ada 6,67% responden yang mempunyai tingkat penilaian sedang terhadap pengelolaan hutan. Hal tersebut dikarenakan responden merasa manfaat hutan belum benar-benar terasa bagi mereka. Tidak ada seorang responden pun yang mempunyai penilaian rendah seputar pengelolaan hutan. Hal tersebut menggambarkan bahwa masyarakat desa sekitar hutan walaupun tingkat pendidikannya rendah, mereka telah memahami pentingnya keberadaan hutan di Desa Bareng.

5.2.2 Penilaian Perempuan tentang Peran Perempuan dalam Pelaksanaan PHBM

Pengelolaan hutan di Desa Bareng dilaksanakan antara masyarakat dan Perum Perhutani dengan saling berbagi. Berbagi disini berarti adanya pembagian peran antara Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dalam pemanfaatan lahan baik tanah maupun ruang, dalam pemanfaatan waktu dan pengelolaan kegiatan.

Perempuan selain mengerjakan pekerjaan rumah juga melakukan kegiatan di lahan PHBM. Berikut dapat dilihat penilaian perempuan di Desa Bareng seputar pelaksanaan PHBM.

Tabel 19 Distribusi responden berdasarkan penilaian tentang pelaksanaan PHBM No Tingkat Penilaian Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 5-10 0 0,00

2 Sedang 10,1-15 2 6,67

3 Tinggi 15,1-20 19 63,33

4 Sangat Tinggi 20,1-25 9 30,00

Total 30 100,00

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa 63,33% responden menyatakan bahwa keberadaan pelaksanaan PHBM yang melibatkan perempuan dan laki-laki sudah sejajar. Ada 30% atau sekitar 9 orang yang menyatakan bahwa pelaksanaan PHBM yang melibatkan perempuan dan laki-laki sudah sangat sejajar, tidak ada


(30)

30 ketidakadilan yang terjadi. Seluruh pembagian kerja antara perempuan dan laki-laki sudah dilakukan sebaik mungkin.

Hampir seluruh responden menyatakan bahwa pola PHBM sangat berguna bagi kelangsungan hidup masyarakat Desa Bareng, tetapi beberapa responden juga mengatakan bahwa kegiatan PHBM belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, karena itu kegiatan PHBM hanya mereka anggap sebagai pekerjaan sampingan.

5.3 Peran Perempuan dalam PHBM

5.3.1Tingkat Kehadiran Perempuan dalam PHBM A. Tingkat Kehadiran Tahap Perencanaan PHBM

Langkah awal perencanaan PHBM dimulai dari sosialisasi sampai penandatanganan kontrak kerja. Tahap perencanaan PHBM yang dilaksanakan LMDH Jati Agung III meliputi kegiatan penandatanganan kontrak kerja, penentuan jenis tanaman, pembagian lahan andil, pemasangan patok batas, pembentukan KTH dan penentuan bagi hasil.

Kegiatan penandatanganan kontrak kerja antara Perhutani dalam hal ini adalah KPH Bojonegoro hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Walaupun kaum perempuan di LMDH Jati Agung III sering hadir dalam pertemuan penandatanganan kontrak tetapi keikutsertaan mereka masih pasif.

Kegiatan penentuan jenis tanaman dilaksanakan oleh pihak Perhutani dan anggota LMDH Jati Agung III. Kegiatan penentuan jenis tanaman ini sudah melibatkan keikutsertaan perempuan, hanya saja kaum perempuan masih pasif. Jenis tanaman yang ditentukan adalah jati sebagai tanaman pokok dan Tanaman porang (Amarphopallus oncophilus), tanaman empon-empon seperti jahe, kencur dan kunir, lalu tanaman kacang Koro Benguk (Mucuna pruriens) sebagai tanaman PHBM.

Pembagian lahan andil dilaksanakan antara ketua LMDH Jati Agung III dengan anggota-anggotanya. Luasan yang dikelola masing-masing rumah tangga berbeda-beda yakni berdasarkan kemempuan rumah tangga tersebut untuk mengelola lahan PHBM nya. Setelah lahan PHBM dibagi pengelolaannya untuk masing-masing rumah tangga anggota LMDH Jati Agung III kemudian


(31)

31 dilaksanakan kegiatan pemasangan patok batas. Kegiatan patok batas hanya dilaksanakan oleh kaum laki-laki saja, sedangkan kaum perempuan menyediakan konsumsi.

Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) merupakan salah satu strategi agar dapat berinteraksi langsung dengan hutan dan desa tertinggal. Pelaksanaan kegiatan KTH biasa dilaksanakan sebulan sekali di rumah ketua LMDH. Pertemuan LMDH biasanya dilakukan pada sore hari sehabis semua anggota telah selesai melakukan pekerjaan mereka. Kaum perempuan hanya sebagian yang ikut serta dalam pertemuan KTH karena mereka harus memberekan rumah dan menyiapkan makanan untuk keluarga.

Dalam kegiatan penentuan bagi hasil, perempuan tidak ikut campur terlalu aktif. Kaum perempuan hanya ikut serta tanpa terlibat secara aktif dalam kesepakatan pembagian hasil antara Perhutani dan suami-suami mereka. Berikut distribusi tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan perencanaan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Distribusi responden berdasarkan tingkat kehadiran dalam kegiatan perencanaan

No Tingkat kehadiran Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 0-1 4 13,34

2 Sedang 2-3 23 76,66

3 Tinggi 4-5 3 10,00

Total 30 100,00

Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa ada 23 orang atau 76,66% perempuan memilikki tingkat kehadiran sedang dalam kegiatan perencanaan. Banyak responden merasa kehadiran mereka dalam pertemuan-pertemuan KTH penting untuk mengetahui perkembangan, walaupun mereka tidak turut aktif dalam proses pembuatan keputusan. Alasan yang diutarakan responden bahwa mereka hadir dalam pertemuan hanya untuk mendukung suaminya.

B. Tingkat Kehadiran Tahap Pelaksanaan PHBM

Tahap pelaksanaan PHBM meliputi kegiatan penyuluhan dan pembinaan, pertemuan KTH, persiapan, penanaman dan pemeliharaan. Berikut disajikan distribusi tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan pelaksanaan pada tabel 21.


(32)

32 Tabel 21 Distribusi responden berdasarkan tingkat kehadiran perempuan dalam

kegiatan pelaksanaan.

No Tingkat kehadiran Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 5-10 5 16,67

2 Sedang 10,1-15 12 40,00

3 Tinggi 15,1-20 13 43,33

Total 30 100,00

Setelah memperhatikan Tabel 20 maka dapat dikatakan bahwa nilai tingkat kehadiran perempuan di LMDH Jati Agung III mayoritas berada pada tingkat sedang dan tinggi, dengan persentase berurutan sebesar 40,00% dan 43,33%. Hanya sekitar 16,67% responden yang memiliki tingkat kehadiran rendah. Dalam tahap pelaksanaan PHBM, responden dalam hal ini perempuan sudah hampir secara rutin mengikuti kegiatan pelaksanaan PHBM.

Di LMDH Jati Agung III diadakan penyuluhan dan pembinaan 12 kali pertemuan dalam setahun. Kegiatan penyuluhan dan pembinaan dilakukan di rumah Ketua LMDH Jati Agung III. Kebanyakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan dilakukan pada siang dan malam hari atau bukan pada jam kerja masyarakat. Dalam kegiatan penyuluhan dan pembinaan ini sudah banyak kaum perempuan yang hadir, hanya saja kurang dapat berperan aktif karena adanya anggapan bahwa kegiatan tersebut diutamakan untuk laki-laki saja. Perempuan masih sungkan untuk unjuk bicara dan bertindak di depan umum.

Dalam kegiatan persiapan lahan PHBM masyarakat mampu bekerjasama dengan Perhutani dan melaksanakannya dengan baik. Dalam kegiatan ini mayoritas yang terlibat adalah laki-laki, hal ini dikarenakan para perempuan harus mengurus pekerjaan rumah tangga. Perempuan yang terlibat dalam kegiatan ini biasanya hanya diperuntukan pekerjaan yang ringan-ringan saja, seperti menyediakan konsumsi.

Kegiatan penanaman dan pemeliharaan adalah kegiatan yang sangat dikontrol oleh Perhutani. Masyarakat diharapkan menanam tanaman yang tidak mengganggu tegakan jati, yang merupakan tegakan pokok Perhutani. Dalam kegiatan ini Perhutani dan masyarakat melakukan kerja sama yang cukup baik, masyarakat mematuhi aturan yang dibuat Perhutani dengan menanam tanaman yang tidak mengganggu tegakan jati.


(33)

33 Kegiatan pengamanan adalah kegiatan yang paling sulit dilakukan, karena luasnya wilayah kurang didukung oleh jumlah petugas pengamanan hutan. Perhutani melalui program PHBM ini mengharapkan tingkat kehadiran masyarakat dalam proses pengamanan hutan. Laki-laki bertugas melakukan ronda di lahan PHBM dan perempuan mengantarkan makanan serta menjaga rumah. Ronda rutin dilaksanakan oleh Polisi hutan dari Perhutani dan masyarakat secara bergantian ikut menemani.

Perempuan sudah hampir seluruhnya menjalankan kegiatan pelaksanaan PHBM, baik penyuluhan dan pembinaan, pertemuan KTH, persiapan lahan dan penanaman dan pemeliharaan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan pelaksanaan PHBM sudah cukup tinggi.

C. Tingkat Kehadiran Perempuan dalam PHBM

Setelah menganalisis tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan PHBM maka sekarang dapat di hitung seberapa besar sebenarnya tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM di LMDH Jati Agung III. Tingkat tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM ini di hitung dengan menjumlahkan nilai tingkat kehadiran mulai dari kegiatan perencanaan hingga kegiatan pelaksanaan. Nilai minimum adalah 6 dan maksimum adalah 30. Berikut disajikan tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM dalam Tabel 22.

Tabel 22 Distribusi responden berdasarkan tingkat kehadiran dalam PHBM No Tingkat Kehadiran Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 6-12 3 10,00

2 Sedang 12,1-18 14 46,67

3 Tinggi 18,1-24 13 43,33

4 Sangat Tinggi 24,1-30 0 0,00

Total 30 100,00

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa tingkat tingkat kehadiran perempuan sebagian besar termasuk dalam kategori tingkat kehadiran sedang yakni sekitar 46,67% atau 14 orang perempuan. Sebagian besar lainnya masuk dalam kategori tingkat kehadiran tinggi (43,33%).

Perempuan di LMDH Jati Agung III sudah menyadari pentingnya kehadiran mereka untuk memperoleh informasi tentang PHBM walaupun tidak


(34)

34 terlibat secara aktif dalam kegiatan perencanaan. Dalam kegiatan pelaksanaan, responden sudah dilibatkan secara aktif untuk mendukung suami mereka. Responden menyerahkan segala proses perencanaan pada para suami dalam pertemuan KTH, sedangkan mereka selalu siap membantu dalam hal teknis.

5.3.2 Curahan Waktu Kerja Responden

Responden dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari menghabiskan waktu yang tidak sedikit. Curahan waktu kerja responden disini berarti seberapa lama waktu yang dihabiskan responden untuk melakukan suatu pekerjaan dalam satuan waktu tertentu. Curahan waktu kerja responden dihitung mulai dari melaksanakan suatu pekerjaan hingga pekerjaan itu benar-benar selesai. Curahan waktu kerja responden dihitung dalam satuan HOK/bulan.

Tabel 23 Rata-rata curahan waktu kerja responden dalam kegiatan PHBM No Kegiatan PHBM Curahan waktu kerja perempuan

(HOK/bulan)

1 Penanaman 0,00

2 Pemeliharaan 10,25

3 Pemanenan 10,25

Jumlah 20,50

Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa rata-rata curahan waktu kerja perempuan pada kegiatan penanaman PHBM bernilai 0. Hal tersebut dikarenakan kegiatan penanaman hanya dilakukan sekali. Sedangkan penelitian ini mengkaji curahan waktu kerja perempuan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Rata-rata curahan waktu kerja perempuan pada kegiatan pemeliharaan dan pemanenan sama. Kegiatan pemeliharaan kurang lebih menghabiskan waktu 3-4 jam atau 10,25 HOK/bulan, yaitu pemberian pupuk, pemeriksaan terhadap hama penyakit dan pembersihan areal tanam. Kegiatan pemanenan juga menghabiskan waktu yang relatif sama dengan kegiatan pemeliharaan yaitu 3-4 jam atau 10,35 HOK/bulan.

Kegiatan dalam bidang jasa, berdagang, kebun, sawah dan beternak termasuk dalam kegiatan non PHBM. Perempuan juga ikut serta meluangkan waktunya di dalam kegiatan ini. Curahan waktu kerja perempuan dalam kegiatan non PHBM dapat dilihat pada Tabel 24.


(35)

35 Tabel 24 Rata-rata curahan waktu Kerja responden dalam kegiatan non PHBM No Kegiatan Non

PHBM

n (jumlah) Total HOK/bulan

Rata-rata HOK/bulan

1 Kebun 17 93,745 5,51

2 Sawah 5 22,50 4,50

3 Ternak 18 138,75 7,70

4 Berdagang 0 0,00 0,00

5 Jasa 0 0,00 0,00

6 Tidak Berkegiatan 8 0,00 0,00

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa tidak terdapat kegiatan jasa dan berdagang di pada rumah tangga desa. Pada lokasi penelitian sama sekali tidak terlihat adanya warung kopi, kelontong atau bentuk perdagangan lainnya. Hal tersebut dikarenakan rumah tangga di LMDH Jati agung III lebih fokus pada kegiatan bertani, berkebun dan beternak.

Dari 30 responden terdapat 17 perempuan yang juga memilikki pekerjaan berkebun dengan rata-rata curahan waktu kerja bernilai 5,51 HOK/bulan dan terdapat 5 orang responden yang juga bekerja di sawah dengan rata-rata curahan waktu kerja 22,5 HOK/bulan. Hal tersebut menunjukkan perempuan ikut meluangkan waktunya bekerja di lahan kebun dan sawah setiap harinya. Jadi bukan laki-laki saja yang datang ke kebun dan sawah.

Terdapat 18 responden yang memilikki pekerjaan beternak dengan rata-rata curahan waktu kerja terbesar diantara kegiatan non PHBM yang lain, yaitu 7,7 HOK/bulan. Hal tersebut dikarenakan kebanyakan responden selalu meluangkan waktu untuk mengurus ternak mereka dirumah sambil mengurus kegiatan rumah tangga.

Dari keseluruhan rata-rata curahan waktu kerja dalam kegiatan non PHBM tampak bahwa perempuan ikut serta dalam membantu laki-laki memenuhi kebutuhan hidup.

Selain kegiatan PHBM dan non PHBM, perempuan tentu saja melaksanakan kegiatan rumah tangga. Kegiatan rumah tangga disebut juga dengan kegiatan domestik yang merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari gambaran seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga. Curahan waktu kerja perempuan dalam kegiatan domestik dapat dihitung dalam satuan jam/hari.


(36)

36 Berikut dapat dilihat rata-rata curahan waktu kerja perempuan dalam kegiatan domestik.

Tabel 25 Rata-rata curahan waktu kerja responden dalam kegiatan domestik No Kegiatan domestik Rata-rata curahan waktu kerja

perempuan (jam/hari)

1 Memasak 1,50

2 Mencuci baju 0,717

3 Mengasuh anak 0,567

4 Membersihkan rumah 0,70

Jumlah 3,484

Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa perempuan di LMDH Jati Agung III dalam kesehariannya menghabiskan waktu 3-4 jam untuk mengerjakan kegiatan rumah tangga.

5.3.3 Kontribusi Pendapatan Perempuan dalam Rumah Tangga A. Pendapatan Perempuan

Sumber pendapatan perempuan dari sektor PHBM mempengaruhi keuangan rumah tangga. Dalam hal ini, pengeluaran keluarga tidak diperhitungkan sehingga hanya memperhitungkan pendapatan perempuan saja. Penghasilan non PHBM terdiri dari tiga sumber yaitu kebun, sawah dan ternak. Berikut dapat dilihat rata-rata pendapatan dan perubahan pendapatan perempuan dalam keluarga. Berikut dapat dilihat Rata-rata pendapatan perempuan dari kegiatan PHBM dan Non PHBM beserta Perubahan pendapatannya.

Tabel 26 Rata-rata pendapatan dan perubahan pendapatan perempuan

Rata-rata pendapatan perempuan (Rp/tahun) Perubahan pendapatan

(%) PHBM

(Rp/tahun)

Non PHBM (Rp/tahun) Total (Rp/tahun)

Kebun Sawah Beternak

5.830.000 2.290.000 7.060.000

508.000 506.000 1.014.000 53,28

Dari Tabel 26 dapat dilihat total rata-rata pendapatan PHBM sebesar Rp 508.000,00 sedangkan untuk kegiatan non PHBM sebesar Rp 506.000,00. Terdapat tiga sumber pendapatan dalam kegiatan non PHBM yaitu kebun, sawah


(37)

37 dan ternak. Di LMDH Jati Agung III sumber pendapatan terbesar dari kegiatan non PHBM adalah beternak. Oleh karena itu mayoritas responden juga beternak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Total keseluruhan rata-rata pendapatan perempuan sebesar Rp 1.014.000,00 dengan rata-rata perubahan pendapatan perempuan sebesar 53.28%. Pendapatan yang di dapat perempuan dalam kegiatan PHBM sedikit lebih besar daripada pendapatan yang didapat perempuan dari kegiatan non PHBM. Hal ini yang menyebabkan perempuan mulai ikut serta dalam kegiatan PHBM untuk dapat membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Berikut dapat dilihat distribusi perempuan berdasarkan persentase perubahan pendapatan.

Tabel 27 Distribusi perempuan berdasarkan persentase perubahan pendapatan Kategori Persentase Perubahan

Pendapatan

Responden

n (jumlah) %

Sangat baik 75-100% 7 24,00

Baik 51-75% 2 6,00

Cukup 25-50% 18 60,00

Kurang < 25% 3 10,00

Total 30 100

Dari Tabel 27 dapat dilihat sebagian besar persentase perubahan pendapatan perempuan sudah berada dalam kategori cukup yakni sebesar 60%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari kegiatan PHBM sudah diyakini cukup membantu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Ada 24% atau 7 responden yang persentase perubahan pendapatannya berada di kategori sangat baik, hal itu dikarenakan kegiatan PHBM adalah kegiatan utama mereka dalam membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga.

B. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Kontribusi perempuan dapat diketahui dengan membandingkan masing-masing pendapatan perempuan dari PHBM dan non PHBM dengan pendapatan rumah tangga. Berikut dapat dilihat kontribusi perempuan dalam rumah tangga.


(38)

38 Tabel 28 Kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga melalui

kegiatan PHBM dan non PHBM.

Pendapatan perempuan (Rp/th) Pendapatan rumah tangga PHBM Kontribusi

PHBM (%)

Non PHBM

Kontribusi Non PHBM

(%)

Total Total kontribusi

(%)

508.000 4,85 506.000 4,83 1.014.000 9,68 10.480.000

Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa perempuan sudah memiliki konstribusi yang cukup dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Total kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga sebesar 9,68% atau Rp 10.480.000,00 per tahun, sehingga dapat dilihat bahwa kontribusi perempuan sudah dapat diperhitungkan dalam rumah tangga responden.

5.3.4 Pengambilan Keputusan

A. Pengambilan Keputusan dalam Kelembagaan PHBM

Adapun masalah yang terjadi di Desa Bareng selalu dibicarakan dalam pertemuan PHBM. Pertemuan PHBM ini biasanya dilaksanakan pada sore hari di rumah ketua LMDH Jati Agung III. Pertemuan biasanya dilaksanakan rutin satu kali dalam sebulan namun jika ada permasalahan yang mendesak untuk dibicarakan dapat dilaksanakan dua kali dalam sebulan. Dalam pertemuan PHBM biasanya dihadiri oleh masyarakat desa hutan sebagai orang-orang yang langsung berinteraksi dengan hutan, pihak Perhutani atau Dinas Kehutanan atau juga LSM sebagai penyuluh.

Materi yang pernah dibicarakan adalah tentang kegiatan pengamanan hutan dari penjarah dan kebakaran hutan juga pemasaran hasil tanaman PHBM. Segala sesuatu permasalahan dalam pelaksanaan PHBM di Desa Bareng dibicarakan dalam pertemuan ini. Apabila pertemuan dilaksanakan pada malam hari dan siang hari sehabis dari kebun atau sawah hanya beberapa perempuan yang datang. Kebanyakan perempuan tidak datang dengan alasan mereka mau mengerjakan pekerjaan rumah dan sudah sangat lelah bekerja, sehingga mereka selalu menerima dan mendukung apa yang suami mereka putuskan.


(39)

39 B. Pengambilan Keputusan dalam Keluarga

Hukum keluarga dalam suatu masyarakat merupakan patokan dan pedoman awal dari perilaku manusia perseorangan dalam masyarakat. Berbagai kegiatan yang ada dalam keluarga dijalankan melalui berbagai pilihan. Pilihan-pilihan tersebut yang akan menentukan bagaimana kelangsungan hidup keluarga. Kegiatan pengambilan keputusan harus memilih pilihan yang tepat sehingga ketentraman keluarga dapat tercapai. Dilihat dari aspek gender, perbedaan perempuan dan laki-laki akan mempengaruhi pemikiran dalam pengambilan keputusan.

a) Pengambilan Keputusan dalam Keluarga tentang PHBM

PHBM merupakan perwujudan dedikasi Perum Perhutani kepada masyarakat sekitar hutan sebagai wujud peningkatan sosial, perekonomian, pendidikan dan kesehatan. PHBM yang hadir ditengah masyarakat membuat masyarakat mendapatkan lahan baru untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Pengambilan keputusan dalam keluarga tentang sektor PHBM yakni pada kegiatan produksi seperti penentuan pengambilan keputusan dalam pertemuan KTH dan stakeholder yang terkait, kegiatan penentuan jenis tanaman selain tanaman pokok, penentuan penggunaan sarana produksi dan kegiatan pasca produksi seperti penentuan pemanfaatan hasil produksi dan penentuan penjualan hasil produksi. Berikut dapat dilihat persentase pengambilan keputusan dalam keluarga tentang kegiatan PHBM pada Tabel 29.

Tabel 29 Persentase pengambilan keputusan dalam keluarga tentang kegiatan PHBM Pengambil Keputusan Penentuan jenis tanaman Pengambilan keputusan dalam pertemuan KTH Penggunaan sarana produksi Pemanfaatan hasil produksi Penjualan hasil produksi

n % n % n % N % n %

SS 14 47,00 26 87,00 20 67,00 26 87,00 29 97,00

SI 15 50,00 3 10,00 9 30,00 3 10,00 0 0,00

IS 1 3,00 1 3,00 1 3,00 1 3,00 1 3,00

Total 30 100,00 30 100,00 30 100,00 30 100,0

0

30 100,00 Keterangan : Keterangan: n=jumlah, SS=Suami Sendiri, SI=Suami dan Istri, IS=Istri Sendiri


(40)

40 Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa mayoritas pengambil keputusan adalah laki-laki. Hanya sebagian kecil rumah tangga responden yang proses pengambilan keputusan dilakukan secara bersama antara istri dan suami. Hanya pada kegiatan penentuan jenis tanaman, 50% atau 15 responden menyatakan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara bersama antara laki-laki dan perempuan. Sebagian besar pengambilan keputusan dalam seluruh kegiatan PHBM masih dilakukan oleh laki-laki.

Tabel 30 Distribusi responden berdasarkan pengambilan keputusan dalam PHBM

No Tingkat Pengambilan Keputusan

Kelas Nilai n (jumlah) %

1 Rendah 5-10 28 93,34

2 Sedang 10,1-15 1 3,33

3 Tinggi 15,1-20 0 0,00

4 Sangat Tinggi 20,1-25 1 3,33

Total 30 100,00

Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa tingkat pengambilan keputusan dalam PHBM oleh perempuan hampir keseluruhan berada di tingkat rendah yaitu 93,34%. Hal ini dikarenakan perempuan selalu mengikuti keputusan yang dibuat suami dan para suamipun menganggap para istri belum memiliki pengetahuan yang baik untuk membuat keputusan dalam kegiatan PHBM. Adapun satu rumah tangga responden yang berada pada tingkat sangat tinggi dikarenakan suami responden telah meninggal dunia, sehingga semua keputusan dalam rumah tangga diputuskan oleh responden sendiri.

b) Pengambilan Keputusan dalam Keluarga tentang Kegiatan Domestik

Dalam setiap rumah tangga pasti akan mengalami banyak permasalahan domestik seperti, menentukan jumlah keturunan, pendidikan anak, dan penentuan menu makanan sehari-hari, serta kesehatan keluarga dan kegiatan sosial di lingkungan. Karena itu peran gender sangat diperlukan dan penting dalam rumah tangga, sehingga setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama. Perempuan seringkali dikaitkan dengan kegiatan rumah tangga atau kegiatan domestik. Berikut ini dapat dilihat distribusi pengambilan keputusan perempuan dalam kegiatan domestik.


(41)

41 Tabel 31 Persentase pengambilan keputusan responden dalam kegiatan domestik.

Pengambil Keputusan n (jumlah) %

Suami sendiri 0 0,00

Suami bersama istri 27 90,00

Istri sendiri 3 10,00

Total 30 100,00

Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa pengambilan keputusan dilakukan suami istri secara bersama-sama yakni 27 keluarga perempuan (90%). Hanya ada 3 orang responden perempuan yang melakukan pengambilan keputusan dalam kegiatan domestik seorang diri. Hal tersebut dikarenakan suami dari 2 responden sama sekali tidak mau tau tentang kegiatan domestik dan menyerahkan seluruhnya kepada istri, sedang satu responden lain mengambil keputusan sendiri dikarenakan suami dari responden telah meninggal, sehingga semuanya harus diputuskan oleh responden sendiri. Pengambilan keputusan dalam kegiatan domestik ini tidak ada satu pun rumah tangga dimana suami sendiri yang mengambil keputusan. Hal ini menunjukan bahwa istri sangat mengerti tentang segala kegiatan domestik dalam rumah tangga mereka.

Mayoritas perempuan yang berada di desa Bareng mengartikan emansipasi wanita sebagai kesederajatan perempuan dan laki-laki dimana perempuan tidak hanya diam di rumah tetapi dapat juga bekerja mencari nafkah. Adapun media penyebaran emansipasi wanita di desa Bareng adalah televisi, radio dan buku.

Perempuan memegang pearan yang sangat besar di bidang kesehatan dan gizi. Mayoritas perempuan di desa Bareng menggunakan spiral, suntik dan pil serta kondom sebagai langkah nyata dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Beban untuk melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) masih lebih banyak dipikul perempuan dibandingkan oleh laki-laki. Oleh karena itu, kesehatan perempuan sebagai aseptor harus senantiasa diperhatikan. Perempuan sebagai ibu rumah tangga juga sangat memperhatikan gizi keluarga. Gizi keluarga seperti konsumsi makanan dan minuman. Keluarga responden mengkonsumsi 4 sehat dan 5 sempurna berdasarkan tingkat penghasilanyang diperoleh. Apabila penghasilan yang diperoleh mencukupi maka keluarga dapat menikmati makanan dan minuman yang bergizi dan sebaliknya.


(42)

42 Pendidikan juga turut serta sebagai kegiatan domestik dalam keluarga yakni penentuan pendidikan bagi anak-anak. Pendidikan disini tidak hanya dipandang bertujuan untuk menambah pengetahuan tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan (keahlian) sehingga dapat juga meningkatkan prokdutivitas anak-anak responden. Oleh karena itu, keputusan orang tua mengenai pendidikan anak-anaknya mempunyai dampak penting kesejahteraan keluarga. Faktor yang mempengaruhi pendidikan anak seperti harapan manfaat dan biaya sekolah. Dari sudut pandang orangtua, menyekolahkan anak merupakan investasi sehingga harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diterima. Manfaat yang diharapkan seperti materi yang bisa didapatkan dari anaknya pada hari tua mereka dan juga kepuasan orangtua mempunyai anak yang berpendidikan.

5.3.5 Korelasi antara Penilaian Perempuan dengan Peran Perempuan

Penilaian terhadap hutan dan kehutanan sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, adat istiadat, kebiasaan serta ketergantungan terhadap hutan dan kehutanan. Penilaian dalam penelitian ini adalah penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap menurunnya kemauan dan perasaan terhadap stimulus tersebut.

Uji korelasi Rank Spearman antara penilaian perempuan dengan peran perempuan dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Hasil analisis korelasi Rank Spearman antara penilaian perempuan dengan peran perempuan yakni variabel tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM, pengambilan keputusan, kontribusi pendapatan, dan curahan waktu kerja perempuan di PHBM dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Hasil pengujian korelasi Rank Spearman peran perempuan dalam PHBM

Peran Perempuan

Tingkat kehadiran dalam PHBM Pengambilan Keputusan Kontribusi Pendapatan Curahan Waktu Kerja di PHBM Penilaian Perempuan Correlation Coefficient

-0.245 -0.119 -0.020 0.278

Sig

(2-tailed)

.192 .532 .918 .136

N 30 30 30 30


(43)

43 Analisis deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara penilaian perempuan dengan peran perempuan yang diwakili variabel tingkat kehadiran perempuan, curahan waktu kerja, pengambilan keputusan dan kontribusi pendapatan perempuan. Dari Tabel 35 dapat dilihat bahwa penilaian perempuan berhubungan dengan variabel tingkat kehadiran dalam PHBM, pengambilan keputusan dan curahan waktu kerja di PHBM.

Penilaian perempuan memiliki hubungan yang positif dengan curahan waktu kerja di PHBM dengan nilai korelasi 0,278. Semakin tinggi penilaian perempuan tentang PHBM maka curahan waktu kerja di PHBM akan semakin tinggi.

Penilaian perempuan mempunyai hubungan negatif dengan variabel pengambilan keputusan, tingkat kehadiran dalam PHBM dan kontribusi pendapatan dengan nilai korelasi masing-masing -0.119 , -0.245 dan -0.020. Nilai korelasi ini dianggap tidak berkorelasi karena memilikki nilai di bawah 0,25. Penilaian perempuan yang tinggi belum mampu meningkatkan tingkat pengambilan keputusan PHBM dalam rumah tangga, karena adanya kebiasaan dalam rumah tangga perempuan hanya mengurus masalah dapur atau kegiatan domestik, sedangkan urusan pekerjaan di serahkan sepenuhnya kepada para suami. Penilaian perempuan yang tinggi sudah mampu meningkatkan tingkat kehadiran perempuan, hanya saja belum maksimal karena para perempuan masih pasif dalam kegiatan PHBM. Variabel kontribusi pendapatan tidak memiliki hubungan dengan penilaian perempuan. Hal ini disebabkan perempuan hanya menggangap kegiatan PHBM adalah pekerjaan sampingan dan belum bisa dijadikan pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga, karena pendapatan dari PHBM masih dianggap kurang.


(44)

44

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

a. Perempuan di LMDH Jati Agung III memiliki penilaian yang tinggi terhadap PHBM dan pelaksanaan PHBM dengan persentase masing-masing sebesar 93,33% dan 63,33%.

b. Mayoritas tingkat kehadiran perempuan dalam seluruh kegiatan PHBM berada pada kelas nilai sedang (46,67%), sedangkan mayoritas kedua (43,33%) berada pada kelas nilai tinggi.

c. Curahan waktu kerja perempuan 20,50 HOK/bulan dalam kegiatan PHBM. d. Rata-rata kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga keluarga

sebesar 9,68% atau Rp 1.014.000,00 per tahun.

e. Dalam pengambilan keputusan di bidang PHBM 93.34% dari responden masih berada pada kelas nilai rendah. Mayoritas pengambilan keputusan masih dilakukan oleh laki-laki.

6.2. Saran

a. Perempuan anggota PHBM sebaiknya diberikan motivasi yang nyata, berupa intensif lebih atau penghargaan khusus, sehingga mereka lebih aktif lagi untuk mengikuti kegiatan PHBM.

b. Perlu dilakukan peningkatan kualitas perempuan anggota PHBM, sehingga perempuan dapat secara maksimal membantu program PHBM dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan.


(45)

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT

(Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH

Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur)

JOHN SANDI LEMBONG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(46)

45

DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2003. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Semarang: Wahana Komputer

Awang SA. 2000. Policy Return Menuju Distribusi Manfaat SDH secara Lestari bagi Kesejahteraan Masyarakat. Bogor: Perhutani.

__________. 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri : Reposisi Masyarakat dan Keadilan Lingkungan. Yogyakarta: Bigraf Publishing

Desiyani F. 2003. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Persepsi dan Sikap Mahasiswa IPB tentang kepemimpinan Laki-Laki dan Perempuan: Suatu Pendekatan Analisis Gender. [skripsi]. Bogor: Falkutas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Kartasubrata J. 1995. Social Forestry Progamme in Java ; A State of The Art Report. Bogor: Pusat Studi Pembangunan IPB.

Mangkuprawira S. 1984. Alokasi Waktu dan kontribusi Kerja Anggota Keluarga Dalam Kegiatan Ekonomi Rumah Tangga (Studi Kasus di Dua Tioe Desa di Kabupaten Sukabumi di Jawa Barat) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1998. Reformasi Sistem Ekonomi : Dari Kapitalisme Menuju Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta: Aditya Media.

Mugniesyah SS. 1995. Konsep dan Analisis Gender dalam Program Pembangunan. Bogor: Lembaga Penelitian IPB.

_____________, Fadhillah P. 2001. Analisis Gender dalam Pembangunan Pertanian. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Women’s Support Project II.

Mulyana D. 2001. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Naqiyah N. 2006. Upah Perempuan Dibayar Lebih Rendah: Mengapa?

http://najlah.blogspot.com/2006/06/upah-perempuan-dibayar-lebih-rendah.html [15 Desember 2007]

Perum Perhutani. 2001. Keputusan Ketua Dewan Pengawas PT. Perhutani. Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta: Perum Perhutani.

Perum Perhutani. 2010 Petunjuk Pelaksana Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jakarta: Perum Perhutani.


(47)

46 Ridwan. 1997. Peranan Ibu Rumah Tangga Peserta Program Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) Mengenai Peranan Istri dalam Kehidupan Keluarga Pada Dua Kecamatan di NTB. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Robbins PS. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: Prenhallindo.

Rojas M. 1989. Women in Community Forestry. Roma: FAO.

Sajogyo P. 1990. Peranan Wanita dalam Perhutanan Sosial Suatu Studi Integrasi Wanita dalam Pembangunan Kehutanan Menuju Era Tinggal Landas. Bogor: Pusat Studi Wanita IPB.

Simateuw. 2001. Gender dan Pengelolaan SDA: Sebuah Panduan Analisis. Kupang: Yayasan PIKUL.

Siscawati M, Mahaningtyas A. 2012. Gender Justice, Forest Tenure and Forest Governance in Indonesia. Rights and Resources Initiative: Paper [Juni 2012]

Sudjana N. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Suharjito D. 1994. Status Wanita dan Organisasi Keluarga. Bogor: Pusat Studi Wanita Institut Pertanian Bogor.

__________. 1996. Wanita dan Pembangunan Hutan. Bogor: Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian IPB.

Suharjito D, Darusman D. 1998. Kehutanan Masyarakat: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat. Bogor: Proyek Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation.

Sulistyani E. 2002. Pemberdayaan Sumberdaya Wanita Pedesaan Kearah Perbaikan Human Capital dalam Pembangunan Ekonomi Wilayah. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tobing M, Nursahaya, Armiyati S. 2005. Materi Pendukung Modul Pelatihan Analisis Gender. Jakarta: Proyek kerjasama CIDA (Canadian International Development Agency) – CARE International Indonesia.


(48)

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT

(Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH

Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur)

JOHN SANDI LEMBONG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(49)

PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN

BERSAMA MASYARAKAT

(Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH

Bojonegoro Perum Perhutani Unit II, Jawa Timur)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

JOHN SANDI LEMBONG

E14070103

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(1)

56 Lampiran 9Pengambilan keputusan responden dalam kegiatan PHBM

No Nama Responden

Penentuan jenis tanaman

Pengambilan keputusan dalam pertemuan KTH

Penggunaan sarana produksi

Pemanfaatan hasil produksi

Penjualan hasil produksi

S SI I S SI I S SI I S SI I S SI I

1 Jumiarsi 9   9 9   9 9

2 Riwayatin 9   9 9   9 9

3 Yunarti 9   9 9   9 9

4 Basiyem 9   9 9   9 9

5 Yati 9   9 9   9 9

6 Parsi 9   9 9   9 9

7 Ika Sriwahyuni ngsih

  9 9 9 9 9

8 Darmi 9 9 9   9 9

9 Kamsini 9   9 9   9 9

10 Sudarmi 9 9 9   9 9

11 Satemi 9   9 9   9 9

12 Kasih 9 9 9   9 9

13 Rasmi 9   9 9   9 9

14 Yulianti 9 9 9   9 9

15 Ida Mariana

9 9 9   9 9

16 Darti 9 9 9   9 9


(2)

57 Lampiran 9 (Lanjutan)

No Nama Responden

Penentuan jenis tanaman

Pengambilan keputusan dalam pertemuan KTH

Penggunaan sarana produksi

Pemanfaatan hasil produksi

Penjualan hasil produksi

S SI I S SI I S SI I S SI I S SI I

18 Liswati 9    9 9    9 9

19 Sumarlin 9       9 9    9 9

20 Yumini 9    9 9    9 9

21 Gunasri 9    9 9    9 9

22 Sriwahyuni 9    9 9    9 9

23 Dumiatun 9       9 9    9 9

24 Triah 9       9 9    9 9

25 Lamini 9       9 9    9 9

26 Samianik 9    9 9    9 9

27 Yatiyem 9       9 9    9 9

28 Marsi 9    9 9    9 9

29 Sriwiji 9    9 9    9 9

30 Parniati 9    9 9    9 9

Jumlah 14  15   1 26 3 1 20 9  1  26 3 1 29 0 1

Prsentase (%)


(3)

58 Lampiran 10 Pengambilan keputusan responden dalam kegiatan Domestik

No Nama Responden

Penentuan Jumlah anak

Penentuan pendidikan anak dalam keluarga

Penentuan dan pembelian menu makanan

Pembelian alat-alat rumah tangga

Pemeliharaan kesehatan S SI I S SI I S SI I S SI I S SI I

1 Jumiarsi 9 9   9   9 9

2 Riwayatin 9 9 9   9 9

3 Yunarti 9 9 9   9 9

4 Basiyem 9 9 9   9 9

5 Yati 9 9 9   9 9

6 Parsi 9 9 9   9 9

7 Ika S.   9 9 9 9 9  

8 Darmi 9    9 9    9 9

9 Kamsini 9    9 9    9 9

10 Sudarmi 9    9 9    9 9

11 Satemi 9    9 9    9 9

12 Kasih 9    9 9    9 9

13 Rasmi 9    9 9    9 9

14 Yulianti 9    9 9    9 9

15 Ida Mariana

9    9 9    9 9

16 Darti 9    9 9    9 9

17 Sunik 9    9 9    9 9

18 Liswati 9      9 9    9 9


(4)

59 Lampiran 10 (Lanjutan)

No Nama Responden

Penentuan Jumlah anak

Penentuan pendidikan anak dalam keluarga

Penentuan dan pembelian menu makanan

Pembelian alat-alat rumah tangga

Pemeliharaan kesehatan

S  SI  I  S SI I S SI I S SI I S SI I

20 Yumini 9    9 9    9 9

21 Gunasri 9    9 9    9 9

22 Sriwahyuni 9    9 9    9 9

23 Dumiatun 9    9 9    9 9

24 Triah 9    9 9    9 9

25 Lamini 9    9 9    9 9

26 Samianik 9    9 9    9 9

27 Yatiyem 9    9 9    9 9

28 Marsi 9    9 9    9 9

29 Sriwiji 9    9 9    9 9

30 Parniati 9    9 9    9 9

Jumlah 0  29   1 0 29 1 0 29  1  0 19 11 20 9 1

Prsentase (%)


(5)

RINGKASAN

JOHN SANDI LEMBONG. Peran Perempuan dalam Pengelolaan Hutan

Bersama Masyarakat (Studi Kasus di Desa Bareng, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur). Dibimbing oleh Prof. Dr. Hariadi Kartodihardjo, MS.

Kegiatan pengusahaan hutan membutuhkan partisipasi masyarakat baik pria maupun wanita, tetapi sering dianggap bahwa perempuan hanya pantas sebagai ibu rumah tangga. Melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) maka peluang perempuan untuk mendapatkan kesetaraan gender semakin terbuka. Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis, kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian perempuan terhadap pengelolaan hutan dan pelaksanaan PHBM di Desa Bareng melalui analisis terhadap tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan PHBM, kontribusi pendapatan rumah tangga dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga.

Sasaran dalam penelitian ini yaitu rumah tangga Kelompok Tani Hutan (KTH) peserta program PHBM di Desa Bareng. Variabel penelitian yang dikaji adalah penilaian perempuan tentang PHBM, tingkat kehadiran perempuan dalam PHBM, curahan waktu kerja, kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dan pengambilan keputusan dalam rumah tangga.

Hasil penelitian menunjukan mayoritas perempuan telah memiliki penilaian yang tinggi terhadap PHBM dan pelaksanaan PHBM dengan persentase masing-masing 93,33% dan 63,33%. Tingkat kehadiran mayoritas perempuan dalam seluruh kegiatan PHBM tergolong sedang (46,67%). Perempuan memiliki rata-rata curahan waktu kerja 20,50 HOK/bulan dalam PHBM dan rata-rata kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga keluarga sebesar Rp 1.014.000,00 per tahun (9,68%) Dalam pengambilan keputusan di bidang PHBM 93.34% dari responden berada pada kelas nilai rendah. Mayoritas pengambilan keputusan masih dilakukan oleh laki-laki. Hasil uji Rank-Spearman menunjukkan bahwa penilaian perempuan terlah terbukti berkorelasi signifikan dengan curahan waktu kerja perempuan di PHBM.


(6)

SUMMARY

JOHN SANDI LEMBONG. The Role of Women in Collaborative Forest

Management (Case Study in Bareng Village, RPH Alasgung, BKPH Bareng, KPH Bojonegoro, Perum Perhutani Unit II East Java). Under supervision of Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, Ms.

Forest management needs participation of the community both of the men and women groups, however there is frequent opinion which regard women to serve normally only as housewives. Through program Collaborative Forest Management (PHBM) then women opportunity to obtain gender equality, more open. Gender equality is a condition where portions and cycle social both of women and men equivalent, matching, balanced and harmonious, this condition can be realized when there is fair treatment between women and men. The objectives of this research were to learn the women’s perception on forest management and implementation PHBM on Bareng village through analysis on women’s attendance in PHBM activity, working time allocation of women in PHBM activity, contribution of household income and decision-making in the household.

Target of this research was households of Forest Farmer Group (KTH) who participate at PHBM in Bareng Village.Variables studied in this research were women’s perception on PHBM, women attendance in PHBM, working time allocation, contribution of household income, and decision-making in the household.

Research results showed the majority of women’s have a good perception on PHBM and PHBM activity with the percentage of each 93.33% and 63.33%. The Majority of women have moderated rate attendece in the whole PHBM activity (46,67%). Avarage working time allocation of women in PHBM activity was about 20,5 man-days per month and average contribution of women to household income was 1.014.000 per year (9,68%). In decision making in the field of PHBM, 93.34% of the respondents are in a class of low value. The majority of decisions are made by men. Results of Rank Spearman test showed that women perception had been proven to be correlated significantly with avarage working time allocation of women in PHBM.


Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyaraka T (Phbm) Studi Kasus Di Rph Cileuya, Bkph Cibiogbin, Kph Kuningan Perhutani Unit Ill Jawa Barat

0 12 81

Partisipasi Masyarakat dalam Progratn Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat: Kasus di Wana Wisata Curug Cilember RPH Cipayung, BKPH Bogor, KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat

0 8 78

Tinjauan Penyelenggaran Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : Studi Kasus di RPH Leuwiliang, BKPH Leuwiliang, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit 111 Jawa Barat

0 2 113

Analisis gender dalam kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) kasus di Desa Pulosari, RPH Pangalengan, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten

2 19 56

Efektivitas kolaborasi antara perum perhutani dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan kasus PHBM di KPH Madiun dan KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

0 32 102

Studi laju degradasi hutan jati (Tectona grandis) KPH Bojonegoro perum perhutani unit II Jawa Timur

0 10 100

Peran Perempuan dalam Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten)

0 13 203

Partisipasi Masyarakat Desa Hutan dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di KPH Cepu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

0 9 114

Peran Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Pencurian Kayu Studi Kasus di KPH Jember Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

7 35 72

Model Simulasi Pengelolaan Hutan di KPH Bojonegoro Perum Perhutani Divisi Regional II Jawa Timur

1 10 60