11 10.
Bobot buah per tanaman g Bobot buah per tanaman merupakan jumlah keseluruhan bobot buah yang
dipanen dari tanaman contoh. Pemanenan dilakukan sebanyak tujuh kali. 3.1.4 Analisis Data
Data yang telah direkapitulasi dianalisis di masing-masing lokasi menggunakan software SAS dan Microsoft Exel dengan tahapan sebagai berikut:
1. Analisis ragam dan pendugaan komponen ragam
Populasi setengah dialel dianalisis menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan tiga ulangan menggunakan model statistik :
Y
ijk
= μ + αi + βj + εijk, dimana: Y
ij
= pengamatan pada perlakuan ke-i dan pengelompokan ke-k µ
= rataan umum α
i
= pengaruh perlakuan genotipe ke-i; i 1, 2, 3, 4, 5, ... 36 βj
= pengaruh pengelompokan ke-j; j 1, 2, 3 ε
ijk
= pengaruh acak pada genotipe ke-i dan pengelompokan ke-k
Tabel 2 Sidik ragam rancangan kelompok lengkap teracak RKLT Sumber keragaman Derajat bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat tengah
Nilai harapan Ulangan
r-1 Jku
Genotipe g-1
JKg KTg
Galat r-1g-1
Jke KTe
Hasil ANOVA selanjutnya digunakan untuk menduga ragam fenotipik , ragam genetik
, ragam lingkungan , dan heritabilitas arti luas
. = KTer;
= KTg-KTer; =
+ ;
= x 100;
dimana = ragam lingkungan;
= ragam genetik; = ragam fenotipe;
KTg = kuadart tengah genotipe; KTe = kuadrat tengah error; r = ulangan; =
heritabilitas arti luas. Pengelompokan nilai heritabilitas menurut Stanfield 1983 adalah tinggi
50 h
2
100, sedang 20 ≤ h
2
≤ 50, dan rendah h
2
20. Luas sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter dihitung berdasarkan ragam
genetik dan standar deviasi ragam genetik menurut rumus berikut: √
{ }.
Apabila maka keragaman genetik peubah tersebut luas, sedangkan
menandakan keragaman genetik sempit Pinaria et al. 1995. Luas sempitnya keragaman fenotipe juga dihitung berdasarkan ragam
fenotipe dan standar deviasi ragam fenotipe yang dihitung menggunakan rumus berikut:
√ {
}.
12 Apabila
maka keragaman fenotipe peubah tersebut luas, sedangkan menandakan keragaman fenotipe sempit Syukur et al. 2010a.
2. Pendugaan daya gabung umum dan daya gabung khusus
Nilai daya gung dihitung berdasarkan Metode II Griffing Singh dan Chaudhary 1977.
g
i
= [Σ Y
i .
+ Y
.ii
– Y...
s
ij
= Y
ij
– [ Y
i .
+ Y
ii
+ Y
..j
+ Y
ii
+ Y
..
] Keterangan:
g
i
= daya gabung umum s
ij
= daya gabun khusus Y
i .
= jumlah nilai tetua ke-i Y
ii
= nilai tengah selfing genotipe ke-i Y
i j
= jumlah nilai selfing genotipe ke-i n
= jumlah tetua Y
.j
= nilai genotipe ke-j Y... = jumlah nilai seluruh genotipe
Tabel 3 Komponen analisis ragam untuk daya gabung menggunakan metode II Griffing
Sumber keragaman
Derajat bebas Kuadrat
tengah Kuadrat tengah harapan
a
DGU p-1
M
g
σ
2 e
+ σ
2 DGK
+ n + 2 σ
2 DGU
DGK pp-1
M
s
σ
2 e
+ σ
2 DGK
Galat r-1p-1+pp-12 M
e
σ
2 e
a
σ
2 DGU
= M
g
- M
s
n+2; σ
2 DGK
= M
s
– M
e
; σ
2 A
=
2 σ
2 DGU
; σ
2 D
= σ
2 DGK
; σ
2 e
= M
e
Ragam aditif diduga dari ragam daya gabung umum dan ragam
dominan diduga dari ragam daya gabung khusus . Ragam aditif
diduga dari dua kali ragam DGU sedangkan ragam dominan diduga dari satu kali ragam DGK. Nilai heritbilitas arti sempit diduga dari
. 3.
Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis Pendugaan nilai heterosis dilihat berdasarkan nilai tengah kedua tetuanya
mid parent heterosis sedangkan nilai heterobeltiosis dilihat dari nilai tengah tetua terbaik best parent Fehr 1987.
Heterosis =
100 Heterobeltiosis
= 100
Keterangan: µF1 = nilai tengah keturunan
µMP = nilai tengah kedua tetua ½ P1 + P2 µBP = nilai tengah tetua terbaik
13
3.2 Analisis Interaksi Genetik dan Lingkungan terhadap Hasil
di Dua Lingkungan
Bahan genetik, waktu, tempat, dan metode pada percobaan ini sama dengan percobaan sebelumnya percobaan 3.1. Analisis hanya dilakukan terhadap bobot
buah per tanaman, bobot buah per bedeng, dan produktivitas. Analisis ragam dilakukan pada semua karakter di masing-masing lokasi. Selanjutnya dilakukan
uji kehomogenen ragam menggunakan uji Barlett sebelum dilakukan analisis ragam gabungan.
Analisis ragam gabungan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil yang berpengaruh nyata diuji lanjut menggunakan uji Dunnet pada
α 5 Steel dan Torrie 1980.
Tabel 4 Sidik ragam gabungan satu musim di beberapa lokasi pengujian Roy 2000
Sumber keragaman
Derajat bebas Kuadrat
tengah Kuadrat tengah
harapan F hit
Lokasi l-1
M
5
M
5
M
4
Ulangan Lokasi l r-1 M
4
Genotipe g-1
M
3
+ r +rl
M
3
M
2
GenotipeLokasi g-1l-1 M
2
+r M
2
M
1
Galat l g-1r-1
M
1
=ragam lingkungan; =ragam genetik;
=ragam interaksi genetik dan lokasi
3.3 Seleksi Ketahanan terhadap Layu Bakteri pada Tomat Hibrida Hasil
a Persilangan Setengah Dialel antar Genotipe Lokal
3.3.1 Bahan Penelitian
Materi genetik yang digunakan merupakan empat genotipe tomat lokal yang digunakan sebagai tetua dan enam F
1
hasil persilangan setengah dialel Tabel 1. Empat tetua yang digunakan yaitu Kudamati-1, Ranti, Aceh-5, dan Lombok-4.
Kudamati-1 berasal dari Ambon, Ranti berasal dari Situbondo, Aceh-5 berasal dari Aceh, dan Lombok-4 berasal dari Lombok.
3.3.2 Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Percobaan ini dilaksanakan pada bulan September
sampai Desember 2015.
14
3.3.3 Metode dan Analisis Data
Kegiatan penelitian ini diawali dengan pembentukan populasi hibrida F
1
. Rancangan persilangan yang digunakan adalah setengah dialel. Bagan persilangan
ditunjukkan pada Tabel 1. Kastrasi, emaskulasi dan penyerbukan dilakukan pagi hari pada pukul 06.00-09.00 wib. Kastrasi dan emaskulasi menggunakan pinset
pada saat tetua betina reseptif. Serbuk sari diambil menggunakan pinset dari tetua jantan yang sudah antesis, selanjutnya ditempelkan ke stigma betina. Bunga yang
sudah diserbuki diberi label yang berisi informasi nama-nama tetua dan tanggal persilangan Gambar 2.
Gambar 2 Teknik persilangan buatan pada tomat A. Bunga betina yang siap diserbuki; B. Kastrasi dan emaskulasi; C. Hasil kastrasi
dan emaskulasi; D. Bunga jantan yang siap diambil serbuk sari; E. Pengambilan polen; F. Penyerbukan dengan pinset; G. Bunga betina yang sudah diserbuki; H.
Pemasangan label; I. Persilangan berhasil buah yang berwarna hijau masih muda dan yang berwarna merah siap dipanen.
Bakal buah akan mulai membesar dalam waktu 5-7 hari jika persilangan berhasil sedangkan jika persilangan gagal maka bunga akan gugur. Buah hasil
persilangan dipanen saat buah tomat berwarna merah. Setiap buah yang dipanen
A
H G
F E
D C
B
I
15 ditempatkan pada kantung terpisah yang sudah diberi label. Buah selanjutnya
diekstrasi untuk diambil bijnya dan digunakan sebagai benih F1. Benih tomat yang diperoleh disemai dalam tray yang telah diisi media
tanam. Setiap lubang ditanami satu benih tomat. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman dan pemupukan. Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore.
Pupuk diberikan dalam bentuk cair yaitu campuran NPK mutiara 2 g l
-1
dan Gandasil D 2 g l
-1
. Bibit disemai sampai umur 4 minggu dan sebelum pindah tanam diinokulasi dahulu dengan bakteri R. solanacearum.
Bakteri R. solanacearum yang digunakan merupakan isolat yang diambil dari tanaman sakit di lapang. Tanaman tomat yang sakit dipotong pangkal
batangnya dengan kemiringan 45 dan direndam dengan menggunakan aquades
steril selama 24 jam. Tanaman yang mengeluarkan ooz bakteri digunakan sebagai sumber inokulum.
Inokulasi dilakukan pada saat pindah tanam yaitu pada bibit berumur ±4 minggu. Tanaman yang akan diinokulasi dilukai terlebih dahulu dengan
mengguting ujung akarnya, kemudian akar direndam dalam suspensi bakteri sebanyak 20 ml selama 30 menit. Selanjutnya tanaman ditanam di polybag dan
suspensi bakteri sisa rendaman disiram ke tanaman.
Pengamatan dilakukan pada beberapa peubah yang meliputi: 1.
Periode laten Periode laten diamati setelah dilakukan inokulasi yaitu munculnya gejala
awal yang ditandai dengan layunya daun-daun muda dan merupakan layu permanen
2. Kejadian penyakit
Perhitungan tingkat kejadian penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara mengamati gejala eksternal pada tanaman. Perhitungan dilakukan setiap
minggu setelah timbulnya gejala awal. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut:
KP = n N x 100 Keterangan: KP = Kejadian penyakit; n = jumlah tanaman terserang; N =
Jumlah total tanaman. Respon ketahanan ditentukan berdasarkan Peter et al. 1993 yang
dimodifikasi yaitu sangat tahan jika 0 ≤ KP 5; tahan jika 5 ≤ KP ≤ 20; agak tahan jika 20 KP ≤ 40; agak rentan jika 40 KP ≤ 60; rentan jika 60 KP ≤
80; dan sangat rentan jika KP80. 3.
Area Under Disease Progress Curve AUDPC. AUDPC dihitung berdasarkan rumus Van der Plank 1963.
AUDPC = ∑
Keterangan: = data pengamatan ke-i+1,
= data pengamatan ke-i, =
waktu pengamatan ke-i+1, dan = waktu pengamatan ke-i