5
2.2  Persilangan Dialel
Persilangan  diallel  merupakan  persilangan  yang  masing-masing  genotipe mempunyai  kesempatan  untuk  disilangkan  dalam  semua  kombinasi.  Rancangan
persilangan  ini  meliputi  semua  atau  sebagian  persilangan  single  cross  yang mungkin,  resiprokalnya  dan  selfing-nya.  Persilangan  dialel  dilaksanakan  dengan
tujuan  untuk  mengevaluasi  dan  menyeleksi  tetua  yang  menghasilkan  keturunan terbaik.  Penggunaan  model  analisis  dialel  ini  harus  memenuhi  beberapa  asumsi,
yaitu  1  segregasi  diploid,  2  tidak  ada  perbedaan  antara  persilangan resiprokalnya, 3 tidak ada interaksi antara gen-gen yang tidak satu alel, 4 tidak
ada  multialelisme,  5  tetua  homozigot  dan  6  gen-gen  menyebar  secara  bebas diantara  tetua  Singh  dan  Chaudhary  1979;  Roy  2000.  Keuntungan  dari  teknik
silang  dialel  adalah  1  secara  eksperimental  merupakan  pendekatan  sistematik, 2  secara  analitik  merupakan  evaluasi  genetik  menyeluruh  yang  berguna  dalam
mengidentifikasi persilangan bagi potensi seleksi yang terbaik pada awal generasi. Menurut  Hayman  1954  di  dalam  analisis  silang  dialel,  pendugaan  parameter
genetik sudah dapat dilakukan pada F
1
, tanpa harus membentuk populasi F
2
, BCP
1
ataupun BCP
2
, seperti pada teknik pendugaan parameter genetik lainnya. Analisis  dialel  dapat  dilakukan  berdasarkan  dua  pendekatan  yaitu  Hayman
dan Griffing.
Pendekatan pertama
memberikan informasi
tentang parameter-parameter  genetik  tetua-tetua  yang  digunakan  dalam  persilangan,
sedangkan  pendekatan  yang  kedua  memberikan  informasi  tentang  daya  gabung tetua-tetua  dan  hasil  persilangannya.  Analisis  dialel  juga  memberikan  informasi
kendali  genetik  pada  sifat  kuantitatif,  daya  gabung  umum  DGU  dan  khusus DGK dari hibrida, heritabilitas dan heterosis Kallo 1988.
Menurut  Grifing  1956  ada  empat  kemungkinan  silang  dialel  berdasarkan pendekatan  Griffing,  yaitu  1  silang  tunggal  dengan  resiprokal  dan  selfing
Metode  I;  2  silang  tunggal  dengan  selfing  tanpa  resiprokal  Metode  II;  3 silang  tunggal  dengan  resiprokal  Metode  III  dan;  4  silang  tunggal  tanpa
resiprokal dan tanpa selfing Metode IV. Baihaki 2010 juga menyatakan bahwa analisis silang dialel diperlukan untuk menduga efek aditif dan dominan dari suatu
populasi  yang  selanjutnya  dapat  digunakan  untuk  menduga  ragam  genetik  dan heritabilitas serta daya gabung masing-masing tetua.
Daya  gabung  merupakan  ukuran  kemampuan  suatu  tetua  bila  disilangkan dengan  galur  lain  yang  akan  menghasilkan  hibrida  dengan  penampilan  superior
Allard  1960.  Daya  gabung  terdiri  atas  daya  gabung  umum  dan  daya  gabung khusus. Daya gabung umum dapat diartikan sebagai ukuran penampilan rata-rata
tetua  itu.  Daya  gabung  khusus  merupakan  kemampuan  suatu  kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan Poespodarsono 1988.
Informasi  tentang  daya  gabung  berguna  dalam  menyeleksi  genotipe  yang sesuai  untuk  persilangan  dan  juga  menjelaskan  besarnya  aksi  gen.  DGU
menggambarkan  aksi  gen  aditif  sedangkan  DGK  aksi  gen  non-aditif  dominan atau  epistasis.  DGU  tinggi  menunjukkan  tetuagalur  yang  bersangkutan
mempunyai  kemampuan  bergabung  dengan  baik,  sedangkan  nilai  DGU  yang rendah  menunjukkan  bahwa  tetua  tersebut  mempunyai  kemampuan  bergabung
yang  kurang  baik  dibandingkan  yang  lain.  DGK  merupakan  gambaran  suatu kombinasi  persilangan  yang  memiliki  penampilan  terbaik  dibandingkan  rata-rata
persilangan Sprague dan Tatum 1942.
6
2.3  Layu Bakteri
Layu bakteri merupakan salah satu penyakit dalam pertanaman tomat  yang disebabakan  oleh  Ralstonia  solanacearum.  Ralstonia  solanacearum,  sebelumnya
diklasifikasikan dalam genus Bacillus dengan nama B. solanacearum pada tahun 1989,  selanjutnya  digolongkan  dalam  genus  Pseudomonas  dengan  nama
P.  solanacearum,  dan  di  tahun  1992  diklasifikasikan  dalam  genus  Burkholderia Alvarez  et  al.  2010.  Penelitian  terbaru  oleh  Yabuuchi  et  al.  1995,  bakteri  ini
diklasifikasikan  dalam  genus  Ralstonia  dan  masih  digunakan  sampai  sekarang Alvarez et al. 2010; Meng 2013; Huet 2014; Kim et al. 2016.
R. solanacearum merupakan patogen tular tanah yang biasanya berkembang pada  dearah  yang  memiliki  suhu  dan  kelembaban  tinggi  Reddy  2010.
R.  solanacearum  menyerang  lebih  dari  200  spesies  tanaman,  termasuk  tanaman penting seperti kentang, tomat, terong, cabai, tembakau, dan pisang Meng 2013.
R. solanacearum mampu menyebar lintas benua dan negara, menginfeksi berbagai jenis tanaman inang. Hal ini menimbulkan kerugian yang besar sehingga patogen
ini  menjadi  hambatan  utama  dalam  perdagangan  internasional  dan  domestik. R.  solanacearum  telah  tersebar  di  seluruh  dunia,  termasuk  di  Amerika  Utara,
Amerika  Tengah,  Amerika  Selatan,  Eropa,  Asia,  Afrika,  maupun  Australia  dan Pasifik Elphinstone 2005.
R.  solanacearum  termasuk  spesies  yang  sangat  kompleks  secara  fisiologi, genetik,dan ekobiologi Supriadi 2011. Kompleksitas sifat fisiologi dapat dilihat
dari adanya lima tipe ras berdasarkan kisaran inang alaminya dan lima tipe biovar berdasarkan  kemampuan  mengoksidasi  enam  sumber  karbon  Hayward  1964,
keragaman  reaksi  serologi  Supriadi  et  al.  1995,  dan  pola  pita  protein  Supriadi 2011.  Ras  1  memiliki  kisaran  inang  yang  cukup  luas  di  antaranya  famili
Solanaceae  dan  Leguminoseae.  Ras  2  menyerang  Musa  spp  dan  Helicinia  spp dengan  kiasaran  inang  terbatas  di  Amerika  Tropis  dan  Asia.  Ras  3  menyerang
kentang  dengan  kisaran  inang  di  daerah  tropis  dan  subtropis.  Ras  4  menyerang jahe  yang  berasal  dari  Filipina  dan  ras  5  menyerang  mulberry.  Ras  paling
dominan yang ditemukan di  Indonesia adalah ras 1 strain Solanaceae dan ras 3 strain kentang Semangun 2004. R. solanacearum termasuk dalam biovar 1, 2,
3, 4, dan 5 Hayward 1964.
Gejala yang timbul akibat layu bakteri yaitu beberapa daun muda layu atau menguningnya  daun-daun  tua  daun  bagian  bawah.  Batang  tanaman  yang  sakit
cenderung  membentuk  lebih  banyak  akar  adventif  sampai  setinggi  bunga. Sementara  itu,  apabila  batang,  cabang  atau  tangkai  daun  tanaman  sakit  dibelah,
akan tampak bahwa berkas pembuluh berwarna coklat. Jika batang dipotong dan dicelupkan ke dalam air, dari berkas pembuluh akan keluar massa bakteri seperti
lendir  berwarna  putih  susu  Semangun  2004.  Bakteri  patogen  menginfeksi melalui  luka  pada  jaringan  akar.  Setelah  masuk  ke  dalam  jaringan  pembuluh,
bakteri  kemudian  menyebar  dan  memperbanyak  diri  dalam  jaringan  tersebut, merusak  dinding  sel  dengan  memproduksi  enzim  pectinesterase,  cellulase,
protease  dan  senyawa  EPS  Hayward  1964.  Faktor  lingkungan  seperti  suhu, kelembapan  udara  dan  air,  serta  faktor  kebugaran  tanaman  sangat  memengaruhi
perkembangan  patogen.  R.  solanacearum  berkembang  pesat  pada  kondisi  suhu udara 24-35 °C, tetapi perkembangannya menurun pada suhu di atas 35 °C atau di
bawah 16 °C Ciampi dan Sequeira 1980.